Senin, 14 November 2016

PERAN KADER PPTI DALAM PEMBERANTASAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN BULELENG

Oleh  Ni Wayan Sariani*1 dan I Nyoman Suprapta*2
*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf  Pengajar Fisip Universitas Panji Sakti

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 6 No. 1- Agustus 2016, hal 37-46)

Abstraksi. Propinsi Bali merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang masih mengalami masalah dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis. Khusus untuk kabupaten Buleleng, data terakhir menyebutkan bahwa jumlah penderita tuberculosis sebanyak 583 orang. Disinlah peran kader PPTI ( Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia ) dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis sangat diperlukan. Dengan jumlah kader sebanyak 120 orang, berarti rasio jumlah kader dengan jumlah penderita TB adalah 1 : 6 orang.
Dari hasil penelitian ditemukan fakta cara kader PPTI Cabang Buleleng dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis adalah : (1) dengan memberikan penyuluhan tentang tuberculosis, pencegahan dan pengobatannya kepada masyarakat; (2) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit tuberculosis; dan (3) melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sebagai kader, penyuluh dan pengawas minum obat.
Juga ditemukan bahwa sebagai motivator, kader PPTI Cabang Buleleng melaksanakan peran yakni memberikan pendampingan kepada pasien tuberculosis, melakukan pengawasan secara rutin kepada pasien tuberculosis, serta memotivasi penderita tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh. Kader PPTI yang tidak mendapatkan bayaran, dengan sukarela menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai ujung tombak penanggulangan penyakit tuberkulosis


Kata Kunci : sosialisasi, motivasi, penyakit tuberkulosis

1.    PENDAHULUAN
Penyakit Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan  masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shorcourse Chemotherapy) telah diterapkan di banyak Negara sejak tahun 1995 (Kemenkes RI,2014). Saat ini diperkirakan terdapat 9 juta pen­duduk dunia terserang penyakit TB dengan kematian 3 juta jiwa (Thu A, Ohnmar, dalam Wijaya, 2013). Penyakit TB ini menjadi masalah terutama di negara-negara berkem­bang termasuk Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia meru­pakan negara dengan kasus TB terbesar ketiga di dunia, setelah Cina dan India. WHO mem­perkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 539.000 kasus baru TB (semua tipe) sedangkan TB Paru sebesar 236.029 kasus dengan ke­matian karena TB sekitar 250 orang per hari (WHO 2009).
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis ( 15 – 50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30 %. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Kemenkes RI, 2014)
Propinsi Bali yang merupakan salah satu propinsi di Indonesia juga masih mengalami masalah dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis. Berdasarkan hasil riset Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013 untuk kejadian TB, dari sembilan kabupaten/kota yang ada di Bali, prevalensi penyakit TB tertinggi di Kabu­paten Buleleng. Jadi penyakit Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian, hal ini ditambah lagi dengan semakin meningkatnya kasus HIV/AIDS yang diderita oleh masyarakat Buleleng. dari data terakhir didapatkan Buleleng menempati urutan ke dua dalam jumlah penderita HIV/AIDS setelah kota Denpasar ( Wijaya, 2013 : 138)
Keberadaan kader PPTI di masyarakat dalam pengendalian kasus TB khususnya TB paru sangat strategis karena kader dapat berperan sebagai penyuluh, membantu menemukan tersangka penderita secara dini, merujuk penderita dan sekaligus pengawas menelan obat bagi penderita TB paru secara langsung  ( Trisnawati, 2008 : 57).
Masalah yang muncul di lapangan, khususnya di lingkungan PPTI Kabupaten Buleleng, adalah adanya beberapa hal yang berpengaruh terhadap peran kader PPTI dalam pengendalian TB di wilayah kerjanya. Sesuai dengan data dari PPTI Kabupaten Buleleng pada tahun 2015, diketahui jumlah kader PPTI adalah 120 orang. Sedangkan jumlah  penderita TB yang sudah mendapat penanganan dari PPTI adalah sebanyak 583 orang. Dengan demikian rasio jumlah kader dengan jumlah penderita TB yang harus ditangani adalah 1 : 6 orang ( PPTI Buleleng, 2015).
Keaktifan seorang kader PPTI dalam menjalankan perannya sebagai penyuluh dan pendamping penderita TB, sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku, pengetahuan, sikap dan motivasi dari kader itu sendiri ( Wijaya, 2013 : 138). Faktor perilaku dibentuk dari tiga faktor, yaitu : (1) faktor-faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang; (2) faktor-faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan; dan (3) Faktor-faktor pendorong atau faktor penguat adalah faktor mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
Faktor pengetahuan, sikap dan motivasi kader kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungannya dengan keaktifan dan peran seorang kader dalam pengendalian kasus tuberkulosis ( Awusi,dkk,2009 : 43). Dan berdasarkan hasil wawancara awal dengan beberapa petugas atau kader PPTI di Kabupaten Buleleng, dapat diketahui bahwa dari sejumlah kader kesehatan/PPTI yang ada di Kabupaten Buleleng, sebagian besar tidak melaksanakan tugas/aktivitasnya secara maksimal. Hal tersebut tentu saja akan dapat mengganggu pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis di Kabupaten Buleleng.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang  dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
  1. Bagaimanakah cara kader PPTI memberikan sosialisasi tentang penyakit Tuberkulosis kepada masyarakat di Kabupaten Buleleng ?
  2. Bagaimanakah peran kader PPTI sebagai motivator dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng ?

2.        METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bungin (2012 : 32 ), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dpat diamati dari orang-orang yang diteliti. Sedangkan menurut Trianto (2009 : 179) penelitian kualitatif adalah penelitian yang percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka.
Yang menjadi informan dalam penelitian ini terutama adalah Ketua PPTI Buleleng, Para Kader PPTI Buleleng, Masyarakat Penderita Tuberkulosis, serta tokoh-tokoh masyarakat yang peduli terhadap penyakit TB. Informan tersebut ditunjuk secara purposive dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka tentang masalah yang ditelaah. Dalam hal ini jumlah informan tidak dibatasi, melainkan disesuaikan dengan tingkat kejenuhan data, dalam artian pengembangan informan dihentikan jika data yang terkumpul telah mampu memecahkan atau menjawab masalah penelitian secara tuntas.
Hal pertama yang dilakukan sebelum memulai seluruh tahapan penelitian kualitatif adalah menetapkan research question  atau fokus penelitian  ( Hendarso, 2007 : 170). Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : (1) Cara-cara para Kader PPTI dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat, seperti : Memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis, pencegahan dan pengobatannya kepada masyarakat; Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit tuberculosis; dan Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sebagai kader, penyuluh atau Pengawas Menelan Obat (PMO)    (2) Peran Kader PPTI sebagai Motivator dalam penangulangan Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng : memberikan pendampingan kepada pasien TB, melakukan pengawasan kepada pasien TB, dan memotivasi penderita TB agar mau berobat sampai sembuh
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor PPTI Kabupaten Buleleng dan lokasi penderita TB yang ada di Kabupaten Buleleng, dengan tujuan untuk mengetahui peran Kader PPTI dalam melaksanakan program penanggulangan penyakit tuberkulosis. Selanjutnya menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan pemanfaatan dokumen. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif. Dalam hal ini analisis dilakukan sepanjang berlangsungnya penelitian dan dilakukan secara terus menerus (sirkuler) dari awal sampai akhir penelitian.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1)    Cara Kader PPTI Memberikan Sosialisasi Tentang Penyakit TB kepada Masyarakat
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PPTI adalah mengadakan sosialisasi berupa penyuluhan tentang TB, pencegahan dan pengobatan kepada masyarakat, baik perseorangan, massal  secara langsung maupun melalui media cetak atau media elektronik. Penyuluhan kepada masyarakat ini diberikan langsung oleh kader PPTI. Pelaksanaan setiap sebulan sekali yang bertepatan dengan pelaksanaan kegiatan Posyandu yang bertempat di balai dusun atau balai banjar. Yang menjadi sasaran dalam penyuluhan ini adalah ibu-ibu balita yang datang ke Posyandu membawa anaknya, pengurus PKK, Kelian banjar, serta kader Posyandu. Saat penyuluhan itulah masyarakat diberikan pemahaman yang lebih jelas tentang penyakit tuberculosis.
Dari pendapat yang disampaikan oleh narasumber, dan sesuai dengan pengamatan secara langsung di lapangan, dalam hal ini di Posyandu, dapat dijelaskan bahwa kegiatan kader PPTI dalam memberikan penyuluhan tentang tuberculosis, pencegahan dan pengobatannya kepada masyarakat dilaksanakan dengan cara bertatap langsung tanpa menggunakan media. Dalam penyuluhan tersebut, dibangun komunikasi yang baik antara kader PPTI sebagai komunikator dengan masyarakat sebagai komunikan. Dalam kegiatan penyuluhan tersebut, biasanya digunakan bahasa yang mudah dan sederhana, yang dipahami oleh kedua pihak. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Effendy ( 2007 : 12 ) bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambing-lambang yang bermakna sama bagi kedua pihak.
Selanjutnya, seorang kader PPTI harus mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit tuberculosis. Adapun cara yang dilakukan oleh kader PPTI untuk meningkatkan peran serta masyarakat agar ikut terlibat secara aktif dalam pemberantasan penyakit tuberculosis adalah lewat pemberdayaan masyarakat dengan cara membentuk kader dari warga masyarakat yang nantinya dapat mensosialisasikan tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat lainnya.
Peran serta masyarakat dalam program penanggulangan dan pemberantasan penyakit tuberculosis sangatlah diperlukan. Partisipasi masyarakat menjadi salah satu pendukung keberhasilan program pemberantasan penyakit tuberculosis. Hal ini sesuai dengan pengertian partisipasi yang disampaikan oleh Moekijat ( 2006 : 368 ), yang mengatakan bahwa partisipasi adalah baik rohani maupun perasaan dari seseorang dalam suatu kelompok untuk memberikan sumbangan kepada tujuan kelompok untuk memikul bagian tanggung jawab bersama.  
Cara selanjutnya yang dilakukan oleh kader PPTI dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat adalah dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sebagai kader, penyuluh dan Pengawas Minum Obat (PMO).   Pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan terhadap anggota masyarakat yang telah direkrut menjadi kader biasanya dilaksanakan selama 3 hari dan setelah selesai pendidikan dan pelatihan, kepada peserta diberikan Surat keputusan kader dari PPTI cabang untuk melaksanakan tugasnya.
Dari hasil penelitian ditemukan fakta bahwa pelaksanaan pelatihan dan pendidikan kepada calon kader maupun kepada kader PPTI yang telah aktif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para kader PPTI dalam penanggulangan penyakit tuberculosis. Hal ini sesuai dengan makna dari pendidikan dan latihan yang disampaikan oleh Jan Bella   ( Hasibuan, 2012 : 70 ) yang mengatakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, latihan berorientasi pada praktek dan dilakukan di lapangan.
Saat pelaksanaan diklat, selain penyampaian materi tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit tuberculosis, juga disampaikan tentang keberadaan atau status kader PPTI tersebut. Status kader PPTI adalah sukarelawan, tidak mendapatkan honor dan hanya mendapatkan uang transport. Tidak ada syarat-syarat khusus untuk bisa menjadi kader PPTI. Semua masyarakat yang bersedia, berminat dan memiliki kepedulian terhadap masalah kesehatan khususnya penyakit tuberculosis bisa menjadi kader PPTI. Usia seorang kader PPTI juga tidak dibatasi.
Menjadi kader PPTI bukanlah sebuah pekerjaan yang bisa menghasilkan materi. Menjadi kader PPTI adalah panggilan jiwa atas kepedulian terhadap masalah-masalah kesehatan khususnya penyakit tuberkulosis. Kader PPTI adalah sukarelawan yang tentunya bekerja secara sukarela. Hal ini sesuai dengan pengertian kader yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Kemenkes RI yang menyatakan bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela.
Sebagai seorang sukarelawan, seorang kader PPTI juga haruslah memenuhi beberapa persyaratan yakni : (1) seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain  itu harus disegani dan dihormati oleh pasien; (2) seseorang yang tinggal dekat dengan pasien; (3) bersedia membantu pasien dengan sukarela; dan (4) bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

2) Peran Kader PPTI sebagai Motivator dalam Penanggulangan Tuberkulosis
Motivasi berarti rangsangan atau dorongan untuk membangkitkan semangat kerja kepada seseorang atau kelompok. Motivasi menekankan pada bagaimana menggerakkan dan mengarahkan daya serta potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif sehingga berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditentukan. Sebagai seorang motivator, kader PPTI Cabang Buleleng melaksanakan beberapa kegiatan dalam rangka penanggulangan tuberculosis di kabupaten Buleleng. kegiatan tersebut adalah : memberikan pendampingan kepada pasien atau penderita tuberculosis, melakukan pengawasan kepada pasien atau penderita tuberculosis, serta memotivasi penderita tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh.
Pendampingan yang dilakukan oleh kader PPTI kepada penderita tuberculosis adalah dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke rumah penderita setiap satu bulan sekali. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melihat kondisi penderita tuberculosis, terutama bagi yang sudah mendapatkan penanganan medis yakni sudah mendapatkan pengobatan.
Motivasi yang diberikan oleh kader PPTI sebagai seorang motivator adalah dengan melakukan pendampingan berupa mengunjungi penderita TBC minimal sebulan sekali. Dalam pendampingan tersebut, seorang kader PPTI mendorong dan memberikan semangat kepada penderita TBC agar mau melakukan usaha penyembuhan dirinya dengan rutin berobat dan rajin minum obat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasibuan ( 2007 : 140 ) yang menyatakan bahwa motivasi bertujuan untuk mendorong atau merangsang seseorang atau kelompok agar orang atau kelompok tersebut lebih bergairah dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kasus ini motivasi bertujuan mendorong atau merangsang penderita TBC agar mau rutin berobat dan rajin minum obat.
Peran berikutnya yang dilakukan oleh kader PPTI sebagai motivator dalam penanggulangan penyakit TBC adalah dengan melakukan pengawasan kepada penderita TBC. Pengawasan yang dilakukan oleh kader PPTI kepada pasien atau penderita TBC adalah melakukan pengawasan secara langsung dengan mengunjungi pasien di rumahnya. Atau bisa juga dilakukan dengan memanfaatkan anggota keluarga penderita untuk mengawasi tentang keteraturan penderita dalam hal minum obat. Dalam hal ini keluarga juga dilibatkan sebagai pendamping minum obat. Proses pengawasan yang dilakukan terhadap pasien atau penderita TBC oleh kader PPTI biasanya juga melibatkan petugas TBC dari Puskesmas.
Peran kader PPTI dalam penanggulangan penyakit tuberculosis khususnya yang dilakukan oleh kader PPTI Cabang Buleleng adalah tugas yang sangat mulia, meskipun tidak mendapatkan imbalan materi terhadap apa yang dilakukannya. Menjadi kader PPTI besifat sukarela. Sebagai sukarelawan maka kader PPTI harus siap menerima segala macam resiko dan tantangan yang dijumpai di lapangan, terutama ketika berhadapan langsung dengan penderita tuberculosis. Dalam benak mereka hanya ada satu tujuan, yakni mensukseskan program penanggulangan tuberculosis sehingga suatu saat nanti Indonesia khususnya kabupaten Buleleng bisa terbebas dari penyakit TBC. Hal ini sesuai dengan pengertian motivasi yang disampaikan oleh Kuswata ( 2005 : 55 ) yang menyatakan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendasari seseorang untuk berbuat sesuatu; alasan-alasan mengapa seseorang berbuat sesuatu; dorongan seseorang yang berbuat sesuatu.

PENUTUP
Dari pemaparan lewat hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bebrapa hal, yaitu : (1)Cara-cara kader PPTI dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat adalah dengan memberikan penyuluhan tentang tuberculosis, pencegahan dan pengobatannya. Kemudian dengan menigkatkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan penyakit tuberculosis, dan juga dengan melaksnakan kegiatan pendidikan danpelatihan kepada masyarakat sebagai calon kader PPTI, penyuluh dan pengawas minum obat. (2) Peran kader PPTI sebagai motivator dalam penanggulangan tuberculosis di Kabupaten Buleleng adalah dengan memberikan pendampingan dan melakukan pengawasan kepada pasien atau penderita tuberculosis serta memotivasi penderita tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh.

DAFTAR PUSTAKA
Awusi RYE, Saleh YD & Hadiwijoyo D. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi penemuan penderita TB paru di kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat, LPM Universitas Tadulako : Palu
Bungin,Burhan, 2012, Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Raja Grafindo Perkasa : Jakarta
Depkes RI. 2008. Situasi Epidemilogi TB Indonesia, Subdit TB Dekpes RI : Jakarta
Effendi, Onong Uchjana, 2007, Human Relations dan Public Relations, Mandar Maju : Bandung
Hasibuan, Malayu,S.P. 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, PT. Bumi Aksara : Jakarta
Hendarso,Emy Susanti.2007.Metode Kualitatif,Kencana Prenada Media Group: Jakarta
Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-1014. Kementerian Kesehatan RI  Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: Jakarta
Kemenkes RI. 2014.Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: Jakarta
Kuswata, R. Agustoha, 2005, Management Pembangunan Desa, Grafindo Utama: Jakarta
Moekijat, 2006.Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT. Mandiri Maju : Bandung
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung
PPTI. 2010. Buku Saku PPTI, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia: Jakarta
Trianto, 2009,Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Jakarta : Kencana.
Trisnawati G. 2008. Pelatihan Peningkatan kemampuan kader dalam penanganan tuberculosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Gemolong II Sragen, Jurnal Warta,Universitas Negeri Semarang.
WHO.2009. Global tuberculosis control epidemiology, strategy, financing. World Health Organization
Wijaya, I Made Kusuma.2013. Pengetahuan,Sikap dan Motivasi Terhadap Keaktifan Kader Dalam Pengendalian Tuberkulosis, Jurnal



Tidak ada komentar:

Posting Komentar