Senin, 14 November 2016

Lingkungan Kerja Dan Semangat Kerja Pegawai Di Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng

Oleh: Made Joni Winarta*1 dan I Nyoman Sukraaliawan*2
*1Alumni FISIP UNIPAS.  *2Staf  Pengajar FISIP Universitas Panji Sakti

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 5 No. 1- Agustus 2016, hal 63-75)

Abstrak. Semangat kerja dapat berpengaruh pada kualitas dan hasil pekerjaan,  pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih baik. Salah satu faktor yang berpengaruh pada semangat kerja pegawai adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja fisik maupun non fisik yang nyaman dan kondusif memiliki peran yang besar dalam meningkatkan semangat kerja pegawai. Lingkungan kerja organisasi dikatakan baik apabila dapat memotivasi dan memberi kegairahan kerja atau semangat kerja karyawan untuk dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik dan memiliki dampak pada kulaitas kerja karyawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lingkungan kerja fisik pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng kurang mendukung dalam meningkatkan semangat kerja pegawai. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dan didukung dengan data dokumentasi yang menunjukkan bahwa lingkungan kerja fisik belum memadai. Lingkungan kerja non fisik pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng berupa hubungan kerja antara pimpinan dengan pegawai, hubungan kerja sesama rekan kerja dalam katagori nyaman dan suasana kantor dapat dikatakan kondusif namun belum dapat mendukung semangat kerja pegawai. Semangat kerja pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng dilihat dari kedisiplinan pegawai, masih ada beberapa orang pegawai yang kurang mematuhi peraturan kerja pegawai, seperti pulang kerja sebelum jam kerja berakhir, sering terlambat masuk kantor serta keluar kantor tanpa izin dari pimpinan kemudian, masih tinggi tingkat absensi pegawai.


Kata kunci : Lingkungan Kerja & Semangat Kerja

1.        Pendahuluan
Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah membawa peluang kepada daerah untuk membangun wilayah daerahnya sendiri. Dengan pemberlakuan otonomi daerah tersebut berarti setiap wilayah daerah dihadapkan pada upaya mewujudkan dan meningkatkan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggungjawab. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2001 tentang Aparatur Sipil Negara, maka Pemerintah Daerah Provinsi Bali dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom serta Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, telah membentuk organisasi/lembaga dalam lingkungan Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Buleleng telah membentuk perangkat organisasi pada bidang Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Buleleng yang mempunyai tugas dan fungsi dalam hal berkoordinasi ke semua SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang ada di Kabupaten Buleleng berkaitan dengan data kegiatan yang meliputi pembinaan masalah kesejahteraan sosial, pembinaan adat dan kebudayaan, pembinaan pemberdayaan perempuan pemuda dan olahraga, serta penanggulangan dan pencegahan HIV AIDS. Pelaksanaan teknis kegiatan ada di masing-masing SKPD bersangkutan, berdasarkan Peraturan Bupati Buleleng Nomor 68 tahun 2014 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng.
Berdasarkan Tupoksi tersebut, maka kegiatan yang ada di Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Buleleng sangat padat, sehingga memerlukan semangat kerja yang tinggi dari pegawainya. Nitisemito (2008:96) menyatakan bahwa “Semangat kerja merupakan satu kegiatan untuk melaksanakan satu pekerjaan lebih giat lagi sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih baik”. Sedangkan Moekijat (2009:39) menyatakan bahwa “Karyawan yang memiliki semangat kerja yang tinggi yaitu karyawan yang mempunyai sikap positif seperti kesetiaan, kegembiraan, kerjasama, kebanggaan dalam tugas dan ketaatan kepada kewajiban akan cenderung mempunyai produktivitas dan efesiensi yang tinggi sangat diperlukan dalam setiap usaha untuk mencapai tujuan organisasi”.
Banyak faktor yang bisa mempengaruhi semangat kerja pegawai dalam bekerja, kualitas Hidup kerja adalah multidimensi dan telah dipengaruhi oleh banyak variabel (Swamy, et all, 2015), salah satunya adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja baik lingkungan kerja fisik maupun non fisik yang nyaman dan kondusif memiliki peran yang besar dalam meningkatkan semangat kerja pegawai, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dan adanya hubungan yang baik dengan atasan maupun rekan kerja akan memudahkan pegawai dalam bekerja. Selain itu juga akan mengurangi kejenuhan pegawai dalam bekerja, karena apabila ada kejenuhan otomatis tingkat absensi pegawai akan menjadi tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka dengan terciptanya lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif akan dapat menciptakan semangat kerja pegawai, pada gilirannya semangat kerja pegawai dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang menyebutkan bahwa, pengaruh lingkungan dalam ruangan yang buruk berhubungan dengan kesehatan yang buruk, absensi, moral, dan masalah produktivitas (Krishnamoorthy, et all, 2016).
Desi (2010:23) menyatakan Lingkungan kerja organisasi dikatakan baik apabila dapat memotivasi dan memberi kegairahan kerja atau semangat kerja karyawan untuk dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik lagi dan memiliki dampak pada kinerja karyawan yang semakin baik juga. Lebih lanjut Ahyari (2007:122) menyatakan bahwa “Lingkungan kerja yang memuaskan bagi para karyawan organisasi yang bersangkutan akan dapat meningkatkan gairah kerja di dalam organisasi”.
Berdasarkan temuan awal pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng dapat diketahui bahwa lingkungan kerja fisik terutama fasilitas yang disediakan pada tahun 2014 sedikit bertambah dari pada tahun 2013. Pertambahan fasilitas hanya berupa laptop sebanyak 1 buah, Printer 3 dan kendaraan 2 buah. Seharusnya penambahan fasilitas dilakukan di semua aspek mengingat semakin kompleksnya kegiatan. Karena jika tidak segera ditambah hal ini dapat menyebabkan ketidaklancaran pekerjaan mengingat banyaknya kegiatan yang ada di Bagian Kesra. Setda. Kabupaten Buleleng. Oleh sebab itu fasilitas yang ada mesti lebih ditingkatkan lagi demi kelancaran dalam bekerja. Peningkatan fasilitas kantor akan dapat membuat pegawai lebih bersemangat dalam bekerja, karena pegawai akan merasa lebih mudah mengerjakan pekerjaan yang ada dengan teknologi yang tersedia.
Berkaitan dengan semangat kerja pegawai pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng diketahui bahwa tingkat absensi pegawai terbilang tinggi yaitu lebih dari 5% di mana selama periode tahun 2013 s/d 2014 masih banyak tingkat absensi pegawai di atas batas tingkat absensi yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 adalah sebesar 5%, hal ini tentu saja mencemaskan, karena Organisasi publik harus sigap memberikan pelayanan kepada masyarakat setiap hari dan hal ini menunjukkan menurunnya semangat kerja pegawai.
Melihat fakta tersebut di atas dengan masih tingginya tingkat absensi pegawai, di sini peneliti menduga adanya lingkungan kerja yang kurang mendukung dalam pengembangan semangat kerja yang kondusif, maka dari itu yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah lingkungan kerja fisik dan non fisik pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng dan sebagai masalah 2) bagaimana semangat kerja pegawai pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui lingkungan kerja fisik dan non fisik pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng serta untuk mengetahui semangat kerja pegawai pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng.

2.        Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2014:21) Menyatakan “Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu kejadian di mana data yang diperoleh adalah data yang berbentuk kalimat, kata atau gambar kemudian dilakukan reduksi data dengan membuat rangkuman dan diperoleh kesimpulan hasil penelitian dimana data diperoleh berdasarkan hasil kenyataan tanpa diubah”.  Metode deskriptif ini digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai seluruh variabel penelitian secara independen.
Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan rumusan masalah, di mana rumusan masalah penelitian dijadikan acuan dalam menentukan fokus penelitian. Bungin (2011:41) menyatakan “fokus penelitian mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta kelak dibahas secara mendalam dan tuntas”.  Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah lingkungan kerja baik fisik maupun non fisik dan semangat kerja pegawai bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Buleleng.
Fokus ini diambil karena untuk mengetahui lingkungan kerja  dalam mendukung semangat kerja pegawai yang terdapat di bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng. Fokus dalam penelitian ini adalah Lingkungan Kerja Fisik Pegawai yang meliputi luas ruang kerja, pencahayaan, kebisingan, kebersihan, sirkulasi udara di ruang kerja, keadaan ruang umum, keadaan ruang khusus, dan teknologi pendukung. Lingkungan Kerja Non Fisik Pegawai yang meliputi jam istirahat, hubungan kerja sesama rekan kerja, struktur tugas dan keamanan kerja. Semangat Kerja Pegawai yang menjadi penilaian adalah tingkat absen, tingkat keterlambatan pegawai, tingkat perputaran pegawai, penyelesaian pekerjaan dan pemberian reward.
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng yang beralamat di Jalan Pahlawan No. 1 Singaraja. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, metode wawancara dan metode Studi Dokumentasi

3.        Metode Analisis Data
Dalam penelitian deskriptif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Berikut tahap-tahap analisis data Miles Huberman (Sugiyono, 2014) adalah sebagai berikut
1.      Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dari informan secara langsung, maupun dari dokumen dan arsip yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
2.      Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data. Pada waktu pengumpulan data berlangsung, reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan dari catatan data yang diperoleh di lapangan.
3.      Penyajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami.
4.      Penarikan Kesimpulan
Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat, mungkin sebagai akibat pikiran kedua yang melintas pada peneliti pada waktu menulis sajian data dengan melihat kembali sebentar pada catatan lapangan. Keseluruhan proses analisis interaktif seperti gambar berikut.

4.        Hasil Dan Pembahasan
4.1.          Lingkungan Kerja Fisik Pada Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan kerja fisik bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng sudah memiliki fasilitas yang memadai untuk mendukung program kerja dari bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng. Namun yang menjadi permasalahan dalam lingkungan kerja fisik pegawai ini adalah kapasitas atau daya tampung ruangan yang seharusnya pada ruang Kasubag POR adalah sebanyak 9 orang namun ditempati oleh 14 orang, begitu juga pada ruangan Kasubag APK dan Kesra yang seharusnya ditempati oleh 15 orang saja namun ditempati oleh 18 orang. Kemudian pada ruangan Kasubag APK dan Kesra seharusnya sudah menyendiri namun pada kenyataanya masih digabung sehingga menimbulkan kesan yang ramai pada satu ruangan tersebut. Penerangan dan luas ruangan dirasakan sudah memadai namun fasilitas meja dan kursi masih kurang sedangkan fasilitas komputer hanya beberapa orang saja yang bisa mengoperasikannya. Dilihat dari kebisingan bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng jauh dari keramaian atau jalan besar sehingga masih dikatakan aman dan jauh dari kebisingan.
Lebih lanjut pada bagian Kesra Setda kabupaten Buleleng terletak pada lantai 2 dimana tidak terdapatnya kamar mandi (toilet) sehingga apabila pegawai ingin ke kamar kecil harus turun karena fasilitas umum atau bersama kemudian tidak terdapat ruang khusus untuk merokok di mana beberapa pegawai laki-laki adalah perokok sehingga beberapa orang harus kena razia dari pengawas karena merokok di lobi. Berdasarkan kondisi tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kerja cukup nyaman namun masih terdapat fasilitas-fasilitas ruangan yang masih kurang sehingga menyebabkan semangat kerja pegawai menurun.
Hasil ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Haryani (2009:23) menyatakan “Pegawai tidak akan bekerja secara optimal apabila kondisi lingkungan tempatnya bekerja seperti penerangan tidak terpenuhi, suara gaduh, suhu udara terlalu lembab dan panas. Selain itu juga perlu diperhatikan setiap organisasi bisa mengelola tata ruang kantor secara efektif sehingga pegawai bisa bekerja secara optimal” serta menghasilkan kualitas kerja “quality of work life (QWL)” yang baik. Kualitas Kehidupan Kerja (QWL) dapat didefinisikan sebagai sejauh mana seorang karyawan puas dengan kebutuhan pribadi dan bekerja melalui berpartisipasi di tempat kerja demi mencapai tujuan organisasi (Swamy et all. 2015). Lingkungan kerja fisik merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan seorang pimpinan. Lingkungan fisik tersebut meliputi keadaan seperti pencahayaan, warna, suara, udara dan musik yang ada didalam kantor yang penerapannya sesuai dengan kebutuhan pegawai. Lingkungan kerja fisik yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

4.2.     Lingkungan Kerja Non Fisik Pada Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng
Keseimbangan aktif tingkat aktivitas yang beragam, baik yang diwujudkan dalam lingkungan kerja dan dalam kehidupan pribadi (keluarga, sosial, pendidikan, rekreasi, dll agama) dan menciptakan kebijakan pribadi yang koheren bertujuan membentuk keseimbangan dan dengan menghilangkan penyebab konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (Tomaszewska, 2015). Hal demikian dapat dipengaruhi oleh lingkungan kerja non fisik.
Lingkungan kerja non fisik dapat dilihat dari banyaknya jenis penghargaan dan jenis sanksi yang diberikan pimpinan kepada staf pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng, di mana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 25 orang mendapatkan penghargaan berupa kenaikan pangkat dan pengangkatan dalam jabatan struktural sedangkan belum ada pegawai yang diberikan pengangkatan dalam jabatan fungsional dan Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya. Selanjutnya pada jenis sanksi yang diberikan kepada pegawai terdapat 10 orang yang diberikan pernyataan secara tertutup kemudian 5 orang diberikan pernyataan secara terbuka oleh pimpinan sedangkan teguran lisan mencapai 9 orang dan teguran tertulis mencapai 4 orang. Pernyataan dan teguran tersebut masih dalam kategori yang ringan sedangkan pelanggaran yang bersifat sedang maupun berat seperti penundaan kenaikan gaji, penundaan kenaikan pangkat, penurunan jabatan setingkat lebih rendah, sampai dengan pemberhentian belum pernah dilakukan oleh pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng.
Sesuai dengan data tersebut menunjukkan bahwa lingkungan kerja non fisik pegawai masih dikatakan rendah karena pegawai yang rajin tidak mendapatkan perhatian yang khusus dari pimpinan sedangkan pegawai yang malas hanya diberikan teguran yang berupa sanksi yang sangat ringan sehingga menyebabkan pegawai yang rajin terpengaruh menjadi malas dan menyebabkan semangat kerjanya kian hari semakin rendah. Hendaknya pemimpin dalam hal ini kepala bagian kesejahteraan rakyat memiliki ketegasan dalam memberikan sanksi dan melirik pegawai yang rajin agar kedapatan penghargaan berupa pengangkatan dalam jabatan fungsional atau diberikan penghargaan berupa Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya sehingga pegawai yang teladan tersebut menjadi contoh atau acuan bagi pegawai yang lain sehingga mampu meningkatkan semangat kerja pegawai.
Hubungan kerja sesama rekan kerja dan hubungan kerja antara atasan dengan bawahan masih dirasakan nyaman namun struktur tugas yang terkadang dirasakan timpang membuat semangat kerja pegawai menurun. Pemberdayaan pegawai dinilai terlalu berlebihan dimana pada saat jam istirahat ada beberapa pegawai yang masih bekerja sedangkan pada saat jam bekerja malah beberapa pegawai mulai beristirahat sehingga tidak sesuai dengan esensinya.
Hasil ini didukung oleh Hasibuan (2009:94) menyatakan bahwa “salah satu faktor yang mempengaruhi semangat kerja pegawai adalah suasana dan lingkungan pekerjaan”. Lebih lanjut Sukanto dan Indriyo (2008:151) menyatakan bahwa “kondisi lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi pengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja. Kondisi kerja yang baik meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan pegawai yang dapat mempengaruhi semangat kerja”.

4.3.          Semangat Kerja Pegawai Pada Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng
Semangat kerja pegawai bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng dapat diukur dengan menggunakan tingkat absensi pegawai di mana pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 mengalami peningkatan dan penurunan di mana tingkat absensi paling tinggi terjadi pada tahun 2014 tepatnya pada bulan November sebesar 11,36% sedangkan ingat absensi paling rendah selalu ada pada setiap tahunya dengan persentase sebesar 2,27%. Rata-rata absensi pas tahun 2012 adalah sebesar 4,91% kemudian rata-rata absensi pada tahun 2013 adalah sebesar 4,58% sedangkan pada tahun 2014 rata-rata absensi sebesar 4,36%. Pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 terdapat absensi pegawai yang melebihi rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa semangat kerja pegawai masih rendah. Rendahnya semangat kerja disebabkan oleh faktor lingkungan kerja fisik pegawai dan lingkungan kerja non fisik yang kurang mendukung. Hal ini tentu harus mendapatkan perhatian dari pihak pimpinan agar semangat kerja pegawai meningkat demi kinerja instansi.
Selain tingkat absensi, rendahnya semangat kerja pegawai ini juga bisa dilihat dari rekapitulasi pegawai yang datang terlambat dan pulang medahului yang menunjukkan bahwa rata-rata pegawai yang datang terlambat pada tahun 2014 mencapai rata-rata sebesar 5,68% sedangkan rata-rata pegawai yang pulang mendahului sebesar 7,77%. Tingkat persentase pegawai yang datang terlambat paling tinggi terjadi pada bulan Mei dan Juli mencapai sebesar 9,09% sedangkan paling rendah terjadi pada bulan April dan Oktober sebesar 2,27%. Pegawai yang pulang mendahului paling tinggi terjadi pada bulan Februari, Agustus dan Desember sebesar 11,36% sedangkan paling rendah terjadi pada bulan September sebesar 2,27%. Sesuai dengan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pegawai yang datang terlambat maupun pulang mendahului masih terbilang cukup tinggi karena masih banyak memiliki persentase di atas rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa semangat kerja pegawai masih rendah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperlukan peran serta semua pihak agar lingkungan kerja fisik maupun non fisik lebih mendukung lagi sehingga semangat kerja pegawai bisa meningkat untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan pada bagian Kesra Setda kabupaten Buleleng. Hal terpenting yang perlu dipertimbangkan oleh pimpinan adalah model lingkungan kerja fisik macam apakah yang sebaiknya dilakukan untuk mendorong kepuasan kerja pegawai. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Desi (2010:23) menyatakan Lingkungan kerja organisasi dikatakan baik apabila dapat memotivasi dan memberi kegairahan kerja atau semangat kerja pegawai untuk dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik lagi dan memiliki dampak pada kinerja pegawai yang semakin baik juga.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (2009:21), “Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Pendapat ini juga didukung hasil penelitian “the impact of work environment and air quality on employee productivity and performance of the organization” (Krishnamoorth, et all, 2016)
Menurut Nitisemito (2008:97) organisasi hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di organisasi. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri.  Membina hubungan yang baik antara sesama rekan kerja, bawahan maupun atasan harus dilakukan karena kita saling membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis pegawai

5.        Penutup
Berdasarkan pembahasan yang sudah dipaparkan diatas berkaitan dengan lingkungan kerja fisik dan non fisik pegawai dalam rangka meningkatkan semangat kerja pegawai maka dapat disimpulkan bahwa Lingkungan kerja fisik pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng kurang mendukung dalam meningkatkan semangat kerja pegawai. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dan didukung dengan data dokumentasi yang menunjukkan bahwa lingkungan kerja fisik belum memadai. Lingkungan kerja non fisik pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng berupa hubungan kerja antara pimpinan dengan pegawai dan  hubungan kerja sesama rekan kerja masih nyaman dan suasana kantor masih kondusif namun belum mendukung semangat kerja pegawai. Semangat kerja pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng dilihat dari kedisiplinan pegawai masih ada berapa orang pegawai yang kurang mematuhi peraturan kerja pegawai, seperti pulang kerja sebelum jam kerja berakhir, sering terlambat masuk kantor serta keluar kantor tanpa izin dari pimpinan kemudian tingginya tingkat absensi pegawai.

Daftar Pustaka
Ahyari, Agus. 2007. Manajemen Produksi. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.
Desi, Arisanti. 2010. Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Semangat Kerja Pegawai Kantor Administrator Pelabuhan utama di Belawan. Tesis. Http://repository.usu.ac.id. Di unduh tanggal 1 April 2015
Haryani, Yulia Sri. 2009 Mengelola Sumber Daya Manusia dan Hubungan Pegawai. Jakarta : Gramedia
Hasibuan, H. Malayu SP. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Krishnamoorthy, Anand, Maria A. Kronenburg, David R. Shetterly dan  Franklin Gaillard, 2016. “Exploring The Relationship Between Indoor Work Environment And Employee Perception Of Health-Related Symptoms In An Office Environment”. IJMRR/Jan. 2016/ Volume 6/Issue 1/Article No-7/44-58
Moekijat. 2009. Pengembangan Manajemen dan Motivasi. Bandung : Penerbit Pionir Jaya.
Nitisemito, Alex S. 2008. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghaila Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV. Mandar Maju.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Administrasi Dan Bisnis. Cetakan ke-22. Bandung: CV Alfabeta.
Sukanto Rekshadi dan Indriyo Gito Sudarmo. 2008. Manajemen Produksi. Yogyakarta. BPFE
Swamy, Devappa Renuka, T S Nanjundeswaraswamy, & Srinivas Rashmi, 2015. “Quality of Work Life: Scale Development and Validation”. International Journal of Caring Sciences May-August 2015 Volume 8 Issue
Tomaszewska-Lipiec, Renata, 2015. “The Changing Role Of Work Environment In Balancing Workers’ Personal And Work Life”. European Scientific Journal October 2015 /SPECIAL/ edition Vol.1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah






Tidak ada komentar:

Posting Komentar