Selasa, 08 Desember 2015

FIGUR KEPEMIMPINAN “METAKSU” DALAM PERSPEKTIF REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK



Oleh : Ida Ayu Putu Sri Widnyani*
(Staf Pengajar MIA FISIP Universitas Ngurah Rai Denpasar)

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 3 No. 1- Agustus 2014, hal 37-54)



Abstrak

Kepemimpinan secara tidak sadar dimiliki oleh setiap orang, kepemimpinan merupakan performa seseorang di dalam memanage diri sendiri dan orang lain. Mendalami kepemimpinan bukan saja menjadi daya tarik politisi atau akademisi, namun setiap orang wajib mengetahui tentang kepemimpinan. Tulisan ini menganalisa beberapa teori kepemimpinan yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain ketika kita mulai melakukan pengaturan. Tujuan dari tulisan ini adalah: pertama untuk mengenal beberapa teori kepemimpinan termasuk sifatnya, kedua diharapkan dapat membandingkan beberapa sifat kepemimpinan, ketiga mereview  sifat kepemimpinan yang kita miliki merupakan warisan adiluhung yang patut dilestarikan dan diterapkan yaitu kepemimpinan Pancasila dan kepemimpinan Astabrata dan terakhir mampu menjadi figure kepemimpinan yang “Metaksu”, sebagai sebuah inovasi dan reformasi kepemimpinan dari persepktif Administrasi Publik.

Kata Kunci: Kepemimpinan Metaksu, Reformasi Administrasi Publik

1.    Pendahuluan        
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas serta di analisis tentang teori dan gaya kepemimpinan dalam perspektif administrasi publik yang nantinya bisa menjadikan masukan untuk merumuskan karakteristik figur kepemimpinan sektor publik di Indonesia. Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain. Kajian Teori Kepemimpinan pada hakekatnya untuk menjawab :
  1. Why Individual become leaders ?
  2. Why Leaders are more effective than others ?
Dalam hubungan ini dapat dikemukakan beberapa teori kepemimpinan sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli. Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain:

2.    Teori Timbulnya Kepemimpinan
Di antara berbagai teori yang menjelaskan sebab-sebab timbulnya kepemimpinan terdapat tiga teori yang menonjol, yaitu:
1.        Teori Keturunan (Heriditary Theory)
2.        Teori Kejiwaan (Psychological Theory)
3.        Teori Lingkungan (Ecological Theory)

Masing – masing teori dapat dikemukakan secara singkat:
1. Teori Keturunan
Inti daripada teori ini, ialah : (a) Leaders are born not made; (b) Seorang pemimpin menjadi pemimpin karena bakat – bakat yang dimiliki sejak dalam kandungan; (c) Seorang pemimpin lahir karena memang ditakdirkan. Dalam situasi apapun tetap muncul menjadi pemimpin karena bakat-bakatnya.
2. Teori Kejiwaan
Inti dari teori kejiwaan ialah : (a) Leaders are made and not born; (b)  Merupakan   kebalikan atau lawan dari teori keturunan; (c) Setiap orang bisa menjadi pemimpin    melalui        proses pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis
Inti teori ini adalah : (a) Timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan           teori sosial; (b) Seseorang hanya akan berhasil menjadi seorang pemimpin, apabila pada waktu lahir telah memiliki bakat, dan bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui proses pendidikan yang teratur dan pengalaman; (c) Teori ini memanfaatkan segi-segi positif  teori genetis   dan teori social; (d) Teori yang mendekati kebenaran.

3. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Sifat
           Di tinjau dari segi sejarah, pemimpin atau kepemimpinan lahir sejak nenek moyang, kepemimpinan lahir bersama – sama timbulnya peradaban manusia. sejak terjadinya hubungan kerjasama atau usaha bersama antara manusia yang satu dengan dengan manusia yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
          1. Machiavelli
Ia terkenal tentang nasehatnya mengenai kebijaksanaan yang harus dimiliki oleh seorang Perdana Mentri, yaitu antara lain harus mempunyai keahlian dalam : (a) Upacara – upacara ritual, kebaktian keagamaan, (b) Peraturan dan perundang – undangan, (c) Pemindahan dan pengangkutan, (d) Pemberian honorium/pembayaran dan kepangkatan, (e) Upacara – upacara dan adat kebiasaan, (f) Pemindahan pegawai untuk menhindarkan kegagalan, (g) Bertani dan pekerjaan lainnya.
2    2. Empu Prapanca
Terkenal dengan bukunya Negara Kertagama menyebut 15 sifat yang baik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu: a. Wijana, sikap bijaksana b. Mantri wira, sebagai pembela negara sejati, c. Wicaksaning naya, bijaksana dalam arti melihat masa lalu, kemampuan analisa, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, d. Matanggwan, mendapat kepercayaan yang tinggi dari yang dipimpinnya, e. Satya bakti haprabu, setia dan bakati kepada atasan (loyalitas), f. Wakjana, pandai berpidato dan berdiplomasi, g. Sajjawopasama, tidak sombong, rendah hati, manusiawi. h. Dhirrottsaha, bersifat rajin sungguh- sungguh kreatif dan penuh inisiatif, i. Tan-lalana, bersifat gembira, periang, j. Disyacitra, Jujur terbuka, k. Tancatrisan, tidak egoistis, l. Masihi Samastha Bhuwana, bersifat penyayang, cinta alam, m. Ginong Pratidina, tekun menegakkan kebenaran, n. Sumantri, sebagai abdi negara yang baik, o. Ansyaken musuh, mampuh memusnakan setiap lawan.
3       3. Ajaran Asta Brata.
Asta Bhrata (delapan pedoman pilihan) yang terdapat dalam kitab Ramayana berisi sifat - sifat positif sebagai pedoman bagi setiap pemimpin adalah:
a.    Sifat matahari (surya) Yaitu: - Menerangi dunia dan memberi kehidupan pada semua mahluk.
- Menjadi penerang seluruh rakyat.
- Jujur dan rajin bekerja sehingga negara aman dan sentosa.
b. Sifat bulan (candra) yaitu:
- Memberi penerangan terhadap rakyat yang sedang dalam kegelapan (kesulitan)
- Menerangkan perasaan dan melindungi rakyat sehingga terasa tentram untuk   menjalankan tugas masing- masing.
c. Sifat Bintang (kartika) yaitu:
- Menjadi pusat pandangan sumber susila dan budaya, dan menjadi suri tauladan
d. Sifat Awan yaitu :
 - Dapat menciptakan kewibawaan
 - Tindakan mendorong agar rakyat tetap taat.
e. Sifat Bumi yaitu:
    - Ucapanya sederhana.
    - Teguh, dan kokoh pendiriannya.
f. Sifat Samudera,yaitu:
   - mempunyai pandangan yang luas
    - membuat rakyat seia sekata.
g. Sifat Api (Agni) yaitu:
    - Menghukum siapa saja yang bersalah tanpa pandang bulu
h. Sifat Angin (Bayu) yaitu:
     - terbuka dan tidak ragu – ragu terhadap semua masalah

     - Bersikap adil terhadap siapa pun. 
4. The Traits and abilities Theory
Teori ini dikemukakan oleh Stogdill dengan menekan pada kwalitas individu dan terdapat relevansi yang erat antara sifat dan kepemimpinan (capacity, status, participation, responsibility,achievement). Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
a.    Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengikutnya.
b.     Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.
c.    Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
d.   Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya

4. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Tingkah Laku
Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi, berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan ke arah dua hal sebagai berikut.
a.       Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
b.      Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula. Dengan memusatkan pada ciri-ciri dan gaya yang dimiliki oleh setiap pemimpin yang bersangkutan, mereka yakin akan berhasil dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Sehingga gaya dan ciri-ciri tersebut akan menimbulkan berbagai tipe. Ada beberapa tipe kepemimpinan.
1. Tipe Otoriter
Tipe ini mempunyai sifat-sifat: a. Semua kebijaksanaan ditentukan oleh pemimpin, b. Organisasi dianggap milik pribadi pemimpin, c. Segala tugas dan pelaksanaannya ditentukan oleh pemimpin , d. Kurang ada partisipasi dari bawahan, e. Tidak menerima kritik, saran dan pendapat bawahan. Otoriter atau Otokratis juga merupakan kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
2. Tipe Demokratis
Tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Semua kebijaksanaan dan keputusan dilakukan sebagai hasil diskusi dan musyawarah, b. Kebijaksanaan yang akan datang ditentukan melalui musyawarah dan diskusi, c. Anggota kelompok, bebas bekerjasama dengan anggota yang lain, dan berbagai tugas diserahkan kepada kelompok, d. Kritik dan pujian bersifat objektif dan berdasarkan fakta-fakta, e. Pemimpin ikut berpartisipasi dalam kegiatan sebagai anggota biasa, f. Mengutamakan kerjasama. Tipe Demokrasi Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
3. Tipe Semuanya
Tipe ini menunjukkan karakteristik antara lain: a. Kebebasan diberikan sepenuhnya kepada kelompok atau perseorangan di dalam pengambilan kebijaksanaan maupun keputusan, b. Pemimpin tidak terlibat dalam musyawarah kerja, c. Kerjasama antara anggota tanpa campur tangan pemimpin, d. Tidak ada kritik, pujian atau usaha mengatur kegiatan pemimpin.
Di samping ketiga gaya kepemimpinan diatas Siagian, mengemukakan tipe pemimpin yang lain, ialah:
4. Tipe Militeristis memiliki ciri seperti : a. Lebih sering mempergunakan perintah terhadap bawahan, b. Perintah terhadap bawahan sangat tergantung pada pangkat dan jabatan, c. Menyenangi hal-hal yang bersifat formal, d. Sukar menerima kritik, e. Menggemari berbagai upacara.
5. Tipe Paternalistik karakteristiknya sebagai berikut: a. Bersikap melindungi bawahan, b. Bawahan dianggap manusia yang belum dewasa, c. Jarang ada kesempatan pada bawahan untuk mengambil inisiatif, d. Bersikap maha tahu.
6. Tipe Karismatis dimana seorang pemimpin a. Mempunyai daya tarik yang besar, oleh karenanya mempunyai pengikut yang besar, b. Daya tarik yang besar tersebut kemungkinan disebabkan adanya kekuatan gaib (supernature) .
Disamping teori yang telah dikemukakan diatas, ada teori lain yang Dikemukakan oleh W.J. Reddin dalam artikelnya yang berjudul “What Kind of Manager”. Ada tiga pola dasar yang dapat dipakai untuk menentukan watak atau tipe seorang pemimpin. Ketiga pola dasar tersebut :
1.      Berorientasi tugas (task orientation).
2.      Berorientasi pada hubungan kerja (Relationship orientation).
3.      Berorientasi pada hasil (effectiveness orientation).
     Berdasarkan sedikit banyaknya orientasi atau penekanan ketiga hal diatas pada diri seorang pemimpin akan dapat ditentukan delapan tipe pemimpin masing-masing ialah: 1. Deserter, 2. Bureaucrat, 3. Missionary, 4. Developer, 5. Autocrat, 6. Benevolent autocrat, 7. Compromiser, 8. Executive.
Ada juga teori lain tentang kepemimpinan yaitu :
1.    Teori Kewibawaan Pemimpin. Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin. Teori kewibawaan ini hampir mirip dengan tipe kepeimpinan karismatik.
2.    Teori Kepemimpinan Situasi. Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
3.    Teori Kelompok. Dimana agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu. Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis) berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.
a.       Partisipasif
Lebih banyak mendesentralisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
b.      Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideral dan struktur, atau dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang – orang sibuk dan mendesak mereka untuk berproduksi.
Pemimpin yang positif, partisipatif dan berorientasi konsiderasi, tidak selamanya merupakan pemimpin yang terbaik. Fiedler telah mengembakan suatu model pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas, yakni model kepemimpinan kontigennis. Model ini nyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung pada situasi dimana pemimpin bekerja. Dengan teorinya ini fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan 3 variabel yang berkaitan dengan pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara pemimpin dengan anggota ( Leader – member relations), struktur tugas (task strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power). Variabel pertama ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang melekat pada posisi pemimpin.
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity) pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut dapat menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing – masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah :
~ Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
~ Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
~ Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
~ Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.
Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
a.       Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
b.      Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.
c.       Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan.
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).
Peran pertama meliputi :
a.       Peran Figurehead,  Sebagai simbol dari organisasi
b.       Leader, berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya
c.       Liaison, Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi.
Sedangkan peran kedua terdiri dari 3 peran juga yakni :
a.       Monitior, Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan.
b.      Disseminator, Menyampaikan informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.
c.       Spokeman,  Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar organisasinya.
Peran ketiga terdiri dari 4 peran yaitu :
a.       Enterpreneur, mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi.
b.      Disturbance Handler, Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun.
c.       Resources Allocator, Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan.
d.      Negotiator, Melakukan perundingan dan tawar – menawar.
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :
a.       Alighting, Menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya.
b.      Aligning, Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju ke arah yang sama.
c.       Allowing, Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja mereka.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.


5. Kepemimpinan Dalam Perspektif Reformasi Administrasi Publik
            Periode reformasi di Indonesia menggemborkan reformasi di segala bidang, ada reformasi administrasi, reformasi kebijakan, reformasi organisasi yang menyangkut reformasi pada kelembagaan dan sumber daya manusia. Belum pernah terpikirkan untuk reformasi kepemimpinan. Semangat reformasi tidak akan pernah tercapai jika hanya satu pihak yang direformasi. Misalnya : mereformasi kelembagaan termasuk sumber daya manusianya tanpa melibatkan kepemimpinan, semangat reformasi tak akan tercapai. Karena antara pimpinan dan yang dipimpin serta resourcesnya adalah satu kesatuan yang sistemik.
            Mengapa kepemimpinan di Indonesia perlu direformasi ?  diketahui bersama bahwa yang dipimpin adalah manusia, masyarakat pluralis dengan kepentingan, kebutuhan yang berbeda. Sungguh sangat susah apalagi dengan karakteristik masing-masing daerah yang dimiliki tentu memiliki persepsi yang berbeda-beda pula terhadap kepemimpinan. Kepemimpinan sangat menentukan kehidupan masyarakat dalam sebuah negara. Banyak teori maupun gaya kepemimpinan tercetuskan oleh para ahli. Namun, teori tersebut tidak bisa diterapkan sama diseluruh wilayah karena karakteristik masing-masing daerah adalah berbeda-beda.
            Teori-teori kepemimpinan yang tertera diatas kalau dilihat dari perspektif Administrasi Publik sekarang sudah berganti paradigma yang dulu berorientasi pada pendekatan negara apapun yang dilakukan adalah untuk negara,  sekarang lebih kepada pendekatan masyarakat atau customer’s Oriented atau consumer’s approach. Orientasinya menjadi oleh, untuk dan kepada masyarakat. 
 Birokrasi pemerintah tentunya dituntut makin maju dan proaktif kepada pasar bisa diupayakan berada pada rel humamtariannya, tetap berpihak pada rakyat kecil dan terjaga akuntabilitasnya. Dengan cara itu, fungsi kepemimpinan publik tidak akan gampang diselewengkan dan digunakan oleh para birokrat publik sebagai alat represif.
Setidaknya  ada 3 (tiga) kelompok pemikiran yang berpengaruh terhadap upaya reformasi kepemimpinan publik, khususnya yang berkaitan dengan pembangkitan kesadaran diri para administrator publik agar mereka makin sensitif terhadap persoalan kualitas dan keadilan. Pertama, munculnya pemikiran baru dalam studi ilmu politik / pemerintahan yang menekankan perlunya ditegakkan prinsip pemerintahan yang berpusat pada warganegara (citizen - centered government) dan pemerintahan yang jujur (fair) dan adil (equity) sebagai terpantul lewat konsep Total Quality Polities-TQP (Frederickson, 1994).
Kedua, gerakan pemikiran reformasi administrasi publik yang disebut New Public Administration movement yang dipelopori oleh Marim (1971) dan Frederickson (1980) sejak dekade 1960-an dan masih berlanjut hingga sekarang.
Ketiga, gerakan reformasi administrasi publik yang lebih radikal, yakni Reinventing Government movement (dipelopori oleh Osborne dan Gaebler pada 1992) yang oleh banyak kalangan dinilai berhasil dengan cukup gemilang mengkombinasikan antara Total Quality Management (TQM) dan entrepreneurial management (Johnston, 1996; Hackman and Wageman, 1995).
            Proses, sistem, prosedur, hierarkhi atau lawfull state tidak lagi merupakan acuan yang utama meskipun tetap erlu diketahui dan memerlukan skill. Tetapi result, teamwork, fleksibilitas haruslah lebih dikedepankan, disebabkan oleh tekanan, pengaruh adanya differentiated public demand. Sedangkan sebagai seorang administrator atau pemimpin dalam sektor publik atau mereka yang mendalami administrasi publik  dituntut untuk memiliki pengetahuan, skill, kemampuan, profesionalism, kapabilitas untuk mengembangkan konsep organisasi dan manajemen serta mengorganisir dan memanage aktivitas dan infrastruktur dalam memahami tuntutan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Itulah sebabnya mengapa mereka ini dituntut untuk tidak saja memiliki responsibility dan accountability tetapi juga harus memiliki responsiveness, transparant, integrity dan impartiality.

6. Harapan Kepemimpinan Nasional Masa Depan
            Telah sempat diuraikan diatas bahwa kepemimpinan nasional Indonesia membutuhkan figur-figur yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia. Figur yang mampu menyatukan ratusan perbedaan sosial budaya ekonomi dan politik dari berbagai daerah nusantara  Indonesia. Mampu menetapkan keputusan berdasarkan kepentingan bersama bukan pada desicion making karena kepentingan.
            Jika penulis analisis impian seorang figur kepemimpinan Nasional bangsa Indonesia agar mampu seperti kepemimpinan mahapatih Gajah Mada pada jaman kerajaan Majapahit. Dengan menggabungkan 15 sifat kepemimpinan dalam buku Nagara Kartagama oleh Mpu Prapanca dan Asta Brata dalam Kitab Ramayana. Sifat yang kuat, teguh dan tegas tidak terlepas dari teori hereditas (keturunan). Tidak cukup berdasarkan keturunan tanpa diimbangi dengan pengetahuan, ketrampilan dan wawasan yang luas. Tidak kalah penting  seorang pemimpin harus memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi. Penggabungan ketiga  hal ini akan menambah kesempurnaan seorang pemimpin. Walaupun ada bakat sebagai pemimpin dan intelektual yang bagus tetapi tanpa diimbangi dengan spiritual yang tinggi, tentu akan goyah.
            Contohnya  telah banyak di Indonesia pemimpin  yang pintar background pendidikan tinggi entah punya bakat memimpin atau tidak, tetapi moralnya tidak teguh, tidak kuat dengan berbagai macam godaan duniawi. Hingga banyak pemimpin yang korupsi, skandal perselingkuhan.
            Kita telusuri kepemimpinan di Indonesia mulai jaman kemerdekaan Indonesia. Presiden Sukarno tipenya karismatik tetapi memiliki banyak istri, Presiden Suharto tipe militer dan juga demokratis terlalu lama mempertahankan jabatan, Presiden Habibie tidak begitu kelihatan karena meneruskan kepemimpinan presiden Soeharto, Gus Dur terlalu demokratis, Megawati tidak memiliki visi, SBY menurut penulis karismatik tetapi kurang tegas. Banyak permasalahan nasional yang belum tuntas terutama keamanan negara terancam dengan menjamurnya teroris di Indonesia. Kepemimpinan Jokowi masih perlu diikuti jejaknya.  Kita sadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, akan tetapi jika menjadi seorang pemimpin tertinggi di suatu negara memang harus memiliki kelebihan dari masyarakat yang dipimpinnya.
            Model kepemimpinan Bali membutuhkan figur pemimpin yang berlandaskan pada ajaran asta brata, berdasarkan keturunan ditambah dengan intelektual (teori ekologis). Pemimpin menurut orang Hindu Bali akan mendapatkan karisma dan kewibawaan selain hal diatas dimiliki juga harus “Metaksu”. Metaksu bisa diuraikan dengan memelihara kesehatan indria agar dapat berfungsi secara sempurna merupakan upaya hidup sehari-hari yang wajib dilakukan. Indria tersebut adalah alat untuk dapat kita merasakan adanya suka dan duka dalam kehidupan ini. Cuma indria yang sehat sempurna itu harus digunakan di bawah kendali pikiran yang cerdas. Kecerdasan pikiran itu dilandasi oleh kesadaran budhi yang bijaksana. Struktur diri yang demikian itulah yang akan dapat mengimplementasikan kesucian Atman dalam wujud perilaku.
Indria, pikiran dan kesadaran budhi yang mampu menjadi media kesucian Atman itulah yang menyebabkan orang disebut mataksu dalam hidupnya. Kata ''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya melihat. Melihat itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang disebut mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan mata fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah menyebabkan orang mataksu.
            Secara ringkas harapan kepemimpinan nasional di Indonesia adalah orang yang memang mempunyai kriteria seperti : bakat memimpin, memiliki wawasan yang luas intelektualitas yang tinggi, mempunyai tingkat spiritualitas yang tinggi, tegas, mempunyai visi, memiliki rasa pengabdian kepada bangsa, negara dan masyarakat. Kriteria tersebut tercantum dalam nilai-nilai Pancasila sehingga bisa kita simpulkan bahwa kita membutuhkan figur Kepemimpinan Pancasila Yang Metaksu di sektor Publik, yang berpedoman pada 15 sifat dalam buku Nagara Kartagama dan Asta Brata.

7. Simpulan
            Pentingnya memahami teori kepemimpinan agar mampu memimpin diri sendiri dan orang lain secara efektif dan efisien. Jangan meninggalkan teori warisan leluhur dan silau dengan teori luar yang belum tentu sesuai dengan kondisi kita. Pentingnya mencari taksu dalam untuk performa kepemimpinan dengan meningkatkan SQ (Spiritual Question), E (Emotional Question) dan IQ (Intelektual Question).
           
DAFTAR PUSTAKA 
Anonim, 2003. Membangun Kembali Karakter Bangsa. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Parisada Hindu Dharma Indonesia, 2011. Makna Pelinggih Taksu di Mrajan. https://blogibelog.wordpress.com/2011/01/03/makna-pelinggih-taksu-di-merajan/
Recardo S. Morse and Terry F. Buss, 2008. Innovations In Public Leadership Development. National Academy Of Public Administration. ME Sharpe, New York
Sukiyat, 2008.  Studi Reformasi Kepemimpinan Pada PDAM Kabupaten Gresik, digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15467-3306100034-Paper. pdf
Suryadi, 2008, Transformasi Paradigma Kepemimpinan. Surabaya, CV. Putra Media  Nusantara
Titib I Made, 2006. “Ajaran Kepemimpinan Dalam Kakawin Gajah Mada”, Makalah disampaikan dalam Seminar Model Kepemimpinan Bali diselenggarakan oleh IKAYANA, Denpasar.
Warsito Utomo, 2006. Administrasi Publik Baru Indonesia. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Wawan Junaedi, 16 Januari 2010. Teori Kepemimpinan. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/01/teori-teori-kepemimpinan.html.
Widnyani, Ida Ayu Putu Sri, 2011. Hasil Diskusi dalam Perkuliahan Kepemimpinan Sektor Publik Mahasiswa PDIAP Universitas Brawijaya Malang tahun 2011, bimbingan Dosen Dr. Suryadi, MS.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar