Senin, 14 November 2016

Realisasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pada Kantor Camat Seririt Tahun Anggaran 2014

Oleh : I Putu Arsana Bawa*1 dan I Gde Made Metera*2
*1Alumni FISIP UNIPAS *2Staf  Pengajar FE Universitas Panji Sakti

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 5 No. 1-Pebruari 2016, hal 51-62)

Abstrak. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) merupakan dokumen yang memuat pendapatan dan belanja yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran atas program dan kegiatan yang telah direncanakan. Setiap Instansi Pemerintah membutuhkan penyusunan anggaran yang baik, dan persoalan penyusunan anggaran perlu dipecahkan agar instansi mampu memprediksi dengan tepat mengenai penyusunan DPA, sehingga apa yang menjadi target realisasi dalam DPA yang dibagi per Triwulan dapat dicapai. Penyusunan dan Pelaksanaan DPA yang tepat dapat dilihat dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA). LRA merupakan wujud kinerja suatu instansi lembaga pemerintah dalam menjalankan program dan kegiatan yang telah direncanakan.
Dalam pelaksanaannya, walaupun berbagai regulasi dan perangkat pendukung untuk menunjang hal tersebut di atas telah dibuat, namun dalam kenyataannya hampir disemua SKPD Kabupaten Buleleng, dan pada Kantor Camat Seririt khususnya, pada akhir tahun atau Triwulan IV, hal yang berkaitan dengan proses dan tahapan realisasi DPA terlihat sangat sibuk. Intensitas lembur para pegawai untuk membuat SPJ, penandatanganan pada rekanan atau pada pihak lain yang terkait terlihat meningkat dari triwulan-triwulan sebelumnya, yang tujuannya tidak lain adalah untuk mencapai target realisasi anggaran yang telah ditetapkan dalam DPA. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat realisasinya baik faktor internal maupun ekternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hambatan pelaksanaan DPA, yaitu: (1) faktor internal yaitu minimnya sarana dan prasarana pendukung serta sumber daya manusia yang kurang baik secara kuantitas dan juga kualitas dan (2) faktor eksternal yaitu hambatan waktu, regulasi, dan perubahan perencanaan, serta teknologi informasi. Perencanaan yang lebih baik dapat disarankan untuk memperbaiki kelancaran pelaksanaan DPA di masa mendatang, pelatihan teknis terhadap SDM pelaksana perlu dilaksanakan secara terus menerus, perbaikan dan penyempurnaan dari aspek peraturan dan teknologi informasi dibidang pengelolaan keuangan daerah.


Kunci: Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Anggaran Kas
1. Pendahuluan
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan untuk dapat melaksanakan otonomi daerah dengan baik adalah keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan dari seluruh masyarakat di daerah, dan peningkatkan pelayanan publik, hal ini sepadan dengan pendapat berikut: “the level of governance one can move away from the real interests of the citizens and the mission of the public sector” (Rakšnys, et all.2015). Otonomi daerah dalam bidang organisasi, diatur dengan berlakunya UU Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.  Berdasarkan Undang-undang tersebut, maka pemerintah daerah diberi keleluasaan dalam membentuk berbagai macam organisasi perangkat daerah sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing untuk melaksanakan otonomi, dengan menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas dalam rangka kemajuan dan kesejahteraan rakyat pada daerah itu sendiri.
Dalam kedudukan, tugas, dan fungsi perangkat daerah kabupaten/kota, Kantor Camat Seririt merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai Rencana Strategis SKPD yang disingkat dengan Renstra SKPD.  Renstra SKPD merupakan dokumen perencanaan SKPD yang berorientasi pada tujuan atau hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun secara sistematis dan berkesinambungan, dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Renstra SKPD memuat Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Kebijakan, Program, dan Kegiatan yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT).  RKT atau Renja Tahunan merupakan dokumen yang berisi informasi tentang tingkat atau target kinerja berupa output dan outcome yang ingin diwujudkan oleh suatu organisasi pada satu tahun tertentu.  Dalam pelaksanaannya, RKT tersebut semuanya dituangkan dalam satu dokumen yang disebut Dokumen Pelaksanaan Anggaran.
Meskipun DPA telah dibuat sedemikian rupa untuk tercapainya kinerja dan keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan yang tertuang di dalamnya, khususnya di Kecamatan Seririt, ada beberapa masalah klasik yang muncul dari tahun ke tahun.   Masalah itu antara lain adalah realisasi fisik dan keuangan yang terkadang tidak sejalan, realisasi fisik dan keuangan yang rendah di awal tahun, dan sisanya baru terealisasi di akhir tahun, hal ini dapat dilihat dari kesibukan yang luar biasa pada masing-masing seksi di akhir tahun dalam menyelesaikan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) maupun laporan keuangannya.  Pada kantor Camat Seririt data yang tercantum dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun 2014, khusus pada belanja langsung, realisasi DPA pada Triwulan I terserap baru mencapai 7,50%, pada Triwulan II baru mencapai 33,27%, Triwulan III mencapai 83,26% dan realisasi pada Triwulan IV melonjak menjadi 98,02%, yang idealnya setiap Triwulan anggaran yang terserap sesuai dengan pembagian anggaran kas yang tertuang dalam DPA.
Dengan melihat data tersebut, idealnya program dan kegiatan belanja berkesinambungan dengan realisasi yang merata pada setiap triwulannya sesuai DPA.  Hal tersebut mengindikasikan tidak efektifnya kinerja kecamatan yang menyebabkan pelaksanaan pelayanan, dan fasilitas sebagai tugas pokok kecamatan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.  Melihat permasalahan-permasalahan yang muncul tersebut penulis ingin meneliti lebih jauh tentang faktor-faktor penghambat apa saja yang menjadi penghambat realisasi DPA pada Kantor Camat Seririt Tahun Anggaran 2014.

2.    Hasil Dan Pembahasan
Penelitian di laksanakan di Kantor Camat Seririt dengan melibatkan seluruh pegawai Kantor Camat Seririt khususnya para Pejabat Struktural yang meliputi Camat, Sekretaris Kecamatan, para Kepala Seksi, dan para Kepala Sub Bagian, serta staf pada Kantor Camat Seririt sebagai informan, melalui metode kualitatif dengan teknik analisi mengikuti teknik analisis Miles dan Hubernan, ditemukan berbagai hambatan dalam realisasi DPA sebagai berikut. Serapan Anggaran DPA Kantor Camat Seririt Tahun Anggaran 2014 berdasarkan LRA per Triwulan menunjukkan Belanja Tidak Langsung untuk Triwulan I (januari s/d maret 2014) realisasi anggaran mencapai Rp. 682.474.985,-  Triwulan II (april s/d juni 2014) mencapai Rp. 1.363.130.746,- Triwulan III (juli s/d September 2014) mencapai Rp. 2.352.831.035,- dan Triwulan IV (oktober s/d desember 2014) mencapai Rp. 3.077.362.588,- sedangkan untuk Belanja Langsung untuk Triwulan I (januari s/d maret 2014) realisasi anggaran mencapai Rp. 130.712.610,-  Triwulan II (april s/d juni 2014) mencapai Rp. 449.378.909,- Triwulan III (juli s/d September 2014) mencapai Rp. 871.850.725,- dan Triwulan IV (oktober s/d desember 2014) mencapai Rp. 1.709.328.066,-
Hasil realisasi tersebut di atas jika dilihat dan dibandingkan dengan tolak ukur target dan kinerja yang tertuang dalam DPA, terlihat bahwa target realisasi yang ada pada masing-masing triwulan tidak dapat tercapai sesuai dengan rencana, dari data yang ada dapat dibandingkan dimana pada Triwulan I dari Rp. 391.443.249,98 yang ditargetkan hanya mampu direalisasikan sebesar Rp. 130.712.610,00 sehingga realisasi kurang sebesar Rp. 260.730.639,98 atau baru terealisasi sebesar 7,50% dari 22,45% yang direncanakan.  Pada Triwulan II, ditargetkan Rp. 782.885.999,96 namun hanya mampu direalisasikan sebesar Rp. 580.091.519,00 sehingga realisasi kurang sebesar Rp. 202.794.980,96 atau terealisasi sebesar 33,27% dari 44,90% yang direncanakan. Begitu juga pada Triwulan III, dari Rp. 1.171.021.429,94 yang direncanakan hanya mampu direalisasikan sebesar Rp. 871.850.725,00 atau kurang sebesar Rp. 299.170.704,94 dan jika diprosentasekan hanya mampu direalisasikan sebesar 50,00% dari 67,15% yang direncanakan. Triwulan IV dari Rp. 1.743.773.000,00 keseluruhan anggaran yang direncanakan masih juga terdapat kurang realisasi sebesar Rp. 34.444.934,00 atau terealisasi sebesar Rp. 1.709.328.066,00 dari yang direncanakan dan jika dihitung dalam prosentase hanya mampu direalisasikan sebesar 98,02% dari rencana 100,00% anggaran.
Menurut Simanjuntak (2004) pada saat anggaran direalisasikan ke dalam satuan kerja departemen atau instansi ternyata apa yang direncanakan dengan apa yang menjadi realitas keseharian sering kali tidak sesuai dengan target.  Dengan demikian daya serap anggaran bisa dikatakan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan.  Sehingga daya serap anggaran lebih rendah dari apa yang telah direalisasikan sesuai dengan satuan kegiatan masing-masing per departemen atau instansi.  Sedangkan menurut Indra Bastian (2006) pengukuran kinerja akan membandingkan antara hasil dan perencanaan sehingga terdapat gambaran terhadap pelaksanaan program atau kegiatan.  Lebih lanjut Indra Bastian (2006) menjelaskan tiga indikator kinerja sebagai berikut :
1.        Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.  Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijaksanaan atau perundang-undangan.
2.        Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik maupun non fisik.
3.        Indikator hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka panjang (efek langsung).
Dengan hasil yang tersebut di atas, dapat diartikan bahwa anggaran yang direncanakan untuk membiaya program dan kegiatan di Kantor Camat Seririt tidak dapat direalisasikan sesuai rencana atau ada sisa pekerjaan yang belum terselesaikan pada Triwulan I, begitu juga pada Triwulan II, dan Triwulan III, dan kemudian menumpuk pada Triwulan IV. Jika dilihat dari prosentase realisasi, dapat dikatakan realisasi pada Triwulan I ditambah dengan Triwulan II, dan III sebanding dengan pekerjaan pada Triwulan IV, hal ini berarti juga beban kerja menumpuk pada Triwulan IV. Terkait dengan hal tersebut, dari hasil oebservasi dan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa realisasi anggara yang terdapat dalam DPA dan tidak bisa direalisasikan sesuai rencana, hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor penghambat internal dan eksternal sebagai berikut :

1.1.  Faktor Internal :
Menurut Simanjuntak (2005), rendahnya daya serap anggaran dikarenakan beberapa faktor.  Namun yang paling utama dan mendasar adalah faktor internal. Faktor internal yang dimaksud seperti kinerja organisasi yang tidak professional dalam mengelola anggaran yang sudah direalisasikan dapat menjadi kendala utama pada saat membuat SPJ.  Selain itu faktor penghambat adalah lambatnya birokrasi merevisi anggaran, tidak akurasi revisi anggaran sesuai dengan instansi terkait yaitu bagian keuangan sehingga terpaksa dilakukan beberapa kali revisi. 
Negara-negara berkembang menghadapi perubahan besar dalam meningkatkan pendapatan, serta kemampuannya mengelola pendapatan dan anggaran. Namun terlepas dari kompleksitas yang terlibat dalam pembuatan kebijakan pajak, pengumpulan dan akuntansi pengelolaan pendapatan adalah landasan dari anggaran belanja tanpa kerjasama pemerintah di semua tingkatan tidak dapat memenuhi kewajiban mereka untuk warga Negara dengan baik (Kayaga, 2007 dalam Nwogwugwu, 2015). Demikian juga di Negara Indonesia terkait dengan pelaksanaan desentralisasi di bidang anggaran masih banyak terdapat kendala yang perlu dicarikan solusi dengan baik, menjadi faktor-faktor yang penting dalam pengelolaan DPA. Faktor-faktor internal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan realisasi DPA Kantor Camat Seririt Tahun 2014 antara lain :

1.1.1.      Perencanaan Anggaran Itu Sendiri
Keberhasilan penganggaran berkaitan dengan tujuan organisasi, alokasi tanggungjawab untuk mencapai tujuan dan tanggungjawab pelaksanaannya (Shah 2007; Robinson; Drake & Fabozzi 2010). Oleh karena itu, kegagalan dalam perencanaan penganggaran akan berdampak pada tidak berjalannya program kerja pemerintah yang secara tidak langsung tentunya akan berdampak buruk terhadap kinerja pemerintah. Kewajiban pengeluaran dari berbagai tingkatan, biasanya berbeda dari alokasi kekuasaan pajak dan sumber pendapatan, yang merupakan alasan mengapa sistem alokasi pendapatan diperlukan sebagai mekanisme untuk menebus ketidakcocokan konsekuen antara belanja, kewajiban dan sumber pendapatan. Tujuan keseluruhan dalam sistem seperti alokasi pendapatan akan meningkatkan pembangunan ekonomi sekaligus meminimalkan konflik antar pemerintah (Nwogwugwu, et all 2015). Faktor kurang baiknya perencanaan penyusunan anggaran yang berimbas pada program kerja adalah beberapa program dan kegiatan yang mungkin sampai Triwulan terakhir belum dikerjakan karena mungkin ketidakcermatan perencanaan sehingga kegiatan tidak jadi dilaksanakan.

1.1.2. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penghambat. Hambatan sarana dan prasarana yaitu kurangnya perangkat yang memadai untuk melaksanakan proses/tahapan pelaksanaan DPA. Diantaranya jumlah computer dan printer yang sedikit, dimana staf yang dibebani tugas untuk membuat SPJ harus bergantian menggunakan satu perangkat komputer dan printer untuk membuat SPJ, dan terkadang komputer bisa dipakai akan tetapi printer yang tidak ada atau bermasalah. Pada Tahun 2014 terdapat 2 (dua) Seksi yang belum memiliki perangkat komputer, yaitu Kasi Linmas Trantib dan Kasi Pelayanan Umum, jadi dalam membuat SPJ masih meminjam perangkat komputer dan printer dari Seksi atau Bagian lainnya. Begitu juga dengan printer, seperti pada Bagian Keuangan dengan Seksi Kesejahteraan Sosial hanya terdapat 1 (satu) printer yang dipergunakan untuk 2 (dua) komputer, sehingga tidak ada cadangan yang bisa digunakan ketika salah satu printer rusak.  Dan apabila terjadi kerusakan maka pekerjaan administrasi menjadi mandeg dan terhambat, dan terkadang pula harus ke Toko Photo Copy hanya untuk mencetak satu lembar surat.

1.1.3. Sumber Daya Manusia
Sumber daya organisasi pemerintah bisa berupa staf, informasi, kewenangan, fasilitas dan lain-lain. Kapasitas sumber daya manusia merupakan  kemampuan dari eksekutif maupun legislatif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dan pelaksanaankebijakan  pengelolaan keuangan daerah. Peran sumberdaya manusia semula hanya sebagai penunjang harus di rubah menjadi strategic, dimana SDM diharapkan sejalan dengan strategi organisasi. Dengan demikian kegiatan sumberdaya manusia harus bersatu dan sejalan dengan operasional organisasi sehingga dapat mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Sebab menurut Hutapea bahwa sumberdaya manusia yang memiliki nilai yang kuat, fleksible, dan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan (Hutapea & Nurianna,  2008).
Secara kualitas, kurangnya kemampuan dalam administrasi keuangan dan pemahaman yang tepat mengenai proses SPJ, hal ini dikarenakan tidak ada pelatihan secara khusus yang menyasar PPTK maupun stafnya yang membantu PPTK dalam hal pelaksanaan administrasi keuangan. Meskipun dari pihak keuangan Kabupaten selama ini secara rutin melaksanaan bimbingan teknis setiap tahunnya, akan tetapi bimbingan teknis ataupun pelatihan yang dilaksanakan hanya sampai pada Bendahara, Pejabat Pengadaan Barang/Jasa, dan Pejabat Penatausahaan Keuangan saja dan itupun terkadang pelaksanaannya terlambat yaitu baru dilaksanakan setelah 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan proses pelaksanaan anggaran pada tahun berkenaan.
Secara kuantitas jumlah staf di masing-masing PPTK selaku pelaksana teknis anggaran jumlahnya kurang ideal, untuk tahun 2014 bahkan terdapat kepala seksi yang tidak memiliki staf PNS dan hanya dibantu beberapa orang tenaga kontrak yang secara kualitas kemampuan dalam bidang administrasi keuangan maupun dalam hal penggunaan perangkat komputer masih minim.  PPTK sebagai orang yang bertanggungjawab secara langsung terhadap pelaksanaan realisasi anggaran sesuai dengan SK Camat Seririt tentang Penunjukan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan adalah para Kasi dan Kasubag, dimana para Kasi dan Kasubag terkadang lebih banyak waktunya digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan di lapangan, sehingga tidak sempat untuk mengerjakan pekerjaan administrasi. Sedangkan staf yang ada sangat terbatas dan juga tidak mampu melaksanakan pekerjaan administrasi dengan baik.

1.2.  Faktor Eksternal :
Faktor eksternal adalah hubungan pemerintah pusat dan daerah, anggaran yang ditunda realisasikan dikarenakan instabilitas kondisi ekonomi yang berimplikasi pada kondisi keuangan dan lainnya (Simanjuntak 2005). Kemampuan sumberdaya manusia dalam menghasilkan keputusan-keputusan pengelolaan anggaran juga dapat berpengaruh, dalam percepatan realisasi anggaran. Reformasi fiskal telah dilaksanakan guna mencapai tujuan (i) mengurangi defisit dan (ii) belanja yang lebih baik di bidang-bidang prioritas serta (iii) mengurangi pengeluaran pendapatan yang tidak terencana, karena peningkatan kuantitas pelayanan publik (Vadra, 2015).  Berikut temuan menunjukkan terdapat faktor penghambat ekternal, yang berpengaruh terhadap pengelolaan DPA, yang berkaitan langsung dengan kemampuan sumberdaya perumus kebijakan pengelolaan DPA. Faktor-faktor penghambat eksternal yang menjadi penghambat dalam realisasi anggaran pada Kantor Camat Seririt Tahun Anggaran 2014 antara lain :

1.2.1.      Lambatnya Pengesahan DPA
Faktor lambatnya pengesahan DPA menjadi penghambat realisasi, dimana meskipun penyusunan anggara sudah dimulai dari tahun sebelumnya dan RKA sudah disusun pada awal tahun, tetapi proses dari RKA sampai dengan disahkannya DPA membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat pada proses tersebut banyak yang harus dilalui mulai dari asistensi, penyempurnaan hasil asistensi, penandatanganan, sampai pada pengesahan menjadi DPA dari PPKD. Dalam hal asistensi dan penandatanganan, harus dilakukan beberapa kali karena harus menemui Tim Anggaran yang terkadang Pejabat yang kami dicari tidak di tempat atau ada agenda lainnya.
Selain hal tersebut, hambatan berupa lambatnya pengesahan DPA dikarenakan anggaran pada Kantor Camat Seririt merupakan bagian dari APBD Kabupaten Buleleng dimana sudah bukan rahasia lagi dalam pengesahan atau perubahan anggaran memerlukan persetujuan dari DPRD.  Pada proses tersebut, sudah pasti Anggota Dewan perlu waktu untuk membahas dalam Sidang Paripurna beberapa kali.  Selain persetujuan dari Anggota Dewa yang dibahas pada Badan Anggaran DPRD, proses pengesahan DPA/DPPA juga memerlukan verifikasi dan penandatanganan dari Tim Anggaran Kabupaten. Seperti hasil wawancara sebelumnya, untuk mendapatkan pengesahan atau penandatanganan dari Tim Anggaran saja memerlukan waktu yang lama.

1.2.2.      Regulasi
Teori Tindakan Logis yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Bilson Simamora (2008) memodelkan prilaku nyata seseorang sebagai fungsi keinginan berprilaku. Keinginan berprilaku seseoarng itu sendiri ditentukan oleh sikap orang tersebut terhadap prilaku dan juga ditentukan seperangkat norma-norma subjektif tentang prilaku dimaksud. Perubahan regulasi atau aturan yang dilakukan pemerintah Kabupaten pada saat pelaksanaan realisasi anggaran sudah berjalan pada tahun berkenaan juga menjadi sebab terlambatnya realisasi anggaran, seperti misalnya SPJ yang sudah selesai dibuat bulan Maret sesuai dengan regulasi yang ada, menjadi salah dan bahkan harus dibuat ulang lagi dari awal ketika ada regulasi baru terlebih pada regulasi yang baru tersebut ditetapkan mulai berlaku bulan Pebruari sedangkan regulasi tersebut dibuat bulan Maret.
Kemudian regulasi kelengkapan atau dokumen berkas SPJ yang kurang efektif dan efesien menjadi salah satu penghambat realisasi dikarenakan perlakuan yang sama terhadap SPJ yang harus disiapkan untuk meng SPJ kan setiap belanja. Misalnya adalah, untuk membuat SPJ belanja yang nominalnya sangat kecilpun semisal senilai seratus ribu rupiah, kelengkapan SPJ yang harus disiapkan sama dengan SPJ yang nilai nominalnya 10 juta. Dalam pelaksaannya, belanja yang nominalnya sangat kecil tersebut kadang diabaikan oleh PPTK karena nilai SPJ yang harus dibuat lebih kecil dari biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat SPJ, hal seperti ini sudah barang tentu menjadikan realisasi anggaran tidak sesuai atau kurang dari yang telah direncanakan sebelumnya.

1.2.3.      Sistem Informasi dan Teknologi
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang berbasis komputer secara online antar unit SKPD pada SKPD Kabupaten Buleleng yang dikembangkan dan diharapkan menjadi aplikasi yang mempermudah dan mempercepat pelaksanaan pengelolaan keuangan. Namun teknologi yang digunakan tersebut terkadang menjadi bumerang dalam pelaksanaan realisasi anggaran ketika system yang menggunakan server tersebut mengalami masalah pada server di Kabupaten, ketika bermasalah proses input data menjadi lambat sehingga mengganggu proses administrasi keuangan, hal tersebut bisa terjadi manakala semua SKPD di lingkup Kabupaten Buleleng melakukan input data secara bersamaan yang sudah pasti membuat server yang di Kabupaten atau beban yang dalam sistem tersebut bertambah.

2.    Simpulan Dan Implikasi
Bertitik tolak dari pembahasan yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa reaslisasi DPA Kantor Camat Seririt Tahun Anggaran 2014 tidak dapat direalisasikan sesuai dengan perencanaan dalam DPA dikarenakan beberapa faktor penghambat sebagai berikut :
1.      Faktor internal yaitu kurang baiknya perencanaan dalam penyusunan anggaran, sarana dan prasarana pendukung dalam proses realisasi yang kurang memadai, dan sumber daya manusia yang kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
2.      Faktor eksternal yaitu lambatnya pengesahan DPA karena harus melalui banyak proses dan tahapan, perubahan regulasi yang terlalu cepat dan kurang efesien, dan masih lambatnya sistem informasi pengelolaan keuangan daerah
Implikasi penelitian, bahwa dalam fungsi anggaran, keterlambatan tersebut yang pertama dalam fungsi alokasi anggaran pengadaan barang-barang publik oleh sektor-sektor pemasok barang-barang dan jasa-jasa kebutuhan pemerintah.  Sektor pemasok kebutuhan barang dan jasa pemerintah juga memerlukan berbagai input berupa bahan mentah dan bahan setengah jadi dari sektor-sektor lain yang apabila hal tersebut terlambat juga akan menyebabkan kuantitas produksi ikut menurun.  Kemudian dalam fungsi distribusi pendapatan yang diperoleh para pemasok barang dan jasa pemerintah, sehingga pembayaran atas upah dan gaji para pekerja di sektor ini juga mengalami hambatan.  Dan fungsi stabilitas juga menjadi tidak berjalan semestinya ketika fungsi alokasi dan distribusi menjadi digulirkan dalam jumlah yang besar-besaran karena terlambat, dan bisa mengakibatkan terjadi inflasi, pengangguran, serta penurunan pendapatan masyarakat.  Keterlambatan realisasi anggaran (APBN dan/atau APBD) dapat mengakibatkan tertundanya pembentukan produksi domestik. Ketepatan waktu realisasi anggaran dapat membuat perekonomian daerah menerima multiplier effects dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk penerimaan pendapatan dan pembukaan lapangan kerja.  Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan upayanya menjaga agar keterlambatan realisasi anggaran tidak terulang.

Daftar Pustaka
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta. PT.Raja Grafindo
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (2006), Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia (2007), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Hutapea, Parulian dan Nurianna Thoha, 2008. Kompetensi Plus. Teori , Design, Kasus, dan Penerapan untuk HR serta Organisasi Yang Dinamis.PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Indra Bastian.2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta. Erlangga
Ismainar. 2015. Manajemen Unit Kerja. Yogyakarta. CV.Budi Utama
Nwogwugwu, Ngozi, Kelechi Lilian Wabeke, dan David Oladimeji Ala, 2015.  “Revenue Mobilization Allocation And Fiscal Commission (RMAFC) And Salaries Of National Assembly Members: An Ethical Examination (2007 – 2013)”. Arabian Journal of Business and Management Review (OMAN Chapter). Vol. 5, No.5; December 2015
Rakšnys, Adomas Vincas, Arvydas Guogis, Aleksandras Minkevičius, 2015. “The Problem Of Reconciliation Of New Public Governance And Postmodernism: The Conditions Of Returning To Communitarianism”. TRAMES, 2015, 19(69/64), 4, 333–353
Simamora, 2008. Panduan Riset Prilaku Konsumen. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama
Simanjuntak. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta. Grasindo
Vadra, Ratna, 2015. “State Level Fiscal Reforms in India: Issues and Remedies. Journal of Management & Public Policy, Vol. 7, No. 1, December 2015

1 komentar:

  1. boleh minta contoh tentang realisasi yang keluarannya 12 dokumen

    BalasHapus