Senin, 14 November 2016

Pelayanan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) ”Sidi Amerta” di Desa Sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng

Oleh : Luh Susanti*1, dan Dewa Made Joni Ardana*2
(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 5 No. 1- Pebruari 2016, hal 1-12)

Abstraksi, Pemerintah Bali menyelenggarakan program Gerbang Sadu Mandara dalam menangani kemiskinan masyarakat Bali, melalui salah satu Programnya yaitu BUMDes yang bertujuan untuk  pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat, pemberian bantuan hibah dan dan bergulir bagi masyarakat. Penelitian ini memfokuskan pada pokok permasalahan  1) tentang bagaimana pelayanan yang diberikan BUMDES 2) kendala-kedala yang dihadapi serta cara penyelesaiannya pada BUMDES “Sidi Amerta” Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Teknik analisis data menggunakan penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu gejala atau keadaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BUMDES memberikan pelayanan Unit Usaha Simpan Pinjam, Unit Usaha Perdagangan, Unit Usaha Ternak dan Unit Usaha Air Bersih/ UPS kepada masyarakat dan  sudah berjalan baik. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi adalah kurangnya sarana dan prasarana dan kurang memahaminya masyarakat tentang BUMDES.  Saran yang dapat peneliti berikan pada Manajemen Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) untuk meningkatkan pelayanan adalah perlu adanya sarana dan prasarana yang memadai serta sosialisasi kepada masyarakat, agar masyarakat mengerti apa itu BUMDES.
Kata kunci: Kemiskinan, BUMDES, Pelayanan Masyarakat

*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf  Pengajar Fisip Universitas Panji Sakti

1. Pendahuluan
Kemiskinan merupakan masalah yang secara umum masih belum dapat diselesaikan oleh negara-negara dunia ke tiga, meskipun telah ada berbagai upaya penanggulangan yang dilakukan. Kemiskinan bersifat multi dimensi yang ditandai adanya keterbelakangan dan pengangguran yang kemudian menjadi pemicu ketimpangan pendapatan dan kesenjangan antar golongan penduduk. Kesenjangan antara penduduk kaya dengan miskin tidak mungkin dibiarkan karena akan menimbulkan berbagai persoalan baik sosial maupun politik. Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. World Bank mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan ukuran kemampuan/daya beli, yaitu US $1 atau US $2 per kapita per hari. Sementara itu, BPS mendefinisikan kemiskinan didasarkan pada garis kemiskinan (poverty line). Nilai garis kemiskinan yang digunakan untuk menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum yang dibutuhkan oleh seseorang yaitu 21,00 kalori per kapita per hari, ditambah dengan kebutuhan minimurn non-makan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi: papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasatinya. Menurut BPS, seseorang/individu yang pengeluarannya lebih rendah dari garis kemiskinan maka seseorang/individu tersebut dikatakan miskin.
Dari pandangan konvensional kemiskinan dipandang dari sisi moneter, di mana kemiskinan diukur dengan membandingkan pendapatan/konsumsi individu dengan beberapa batasan tertentu, jika berada di bawah batasan tersebut, maka dianggap miskin. Pandangan mengenai kemiskinan berikutnya adalah bahwa kemiskinan tidak hanya sebatas ukuran moneter, tetapi juga mencakup miskin nutrisi yang diukur dengan memeriksa apakah pertumbuhan anak-anak terhambat. Selain itu, juga bisa dari miskin pendidikan, misalnya dengan menggunakan indikator angka buta huruf. Selanjutnya pandangan yang lebih luas mengenai kemiskinan adalah kemiskinan ada jika masyarakat kekurangan kemampuan dasar, sehingga pendapatan dan pendidikan yang dimiliki tidak memadai atau kesehatan yang buruk, atau ketidakamanan, atau kepercayaan diri yang rendah, atau rasa ketidakberdayaan, atau tidak adanya hak bebas berpendapat. Berdasarkan pandangan ini, kemiskinan adalah fenomena multi dimensi, dan solusi untuk mengatasinya tidaklah sederhana (Kementerian Sosial dan BPS, 2011: 4). Indikator utama kemiskinan menurut Bank Dunia adalah kepemilikan tanah dan modal yang terbatas, terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, pembangunan yang lebih mementingkan perkotaan, perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat, perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi, rendahnya produktivitas, budaya hidup yang jelek, tata pemerintahan yang buruk, dan pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan. Sistem dan mekanisme kelembagaan ekonomi di pedesaan tidak berjalan efektif dan berimplikasi pada ketergantungan terhadap bantuan Pemerintah sehingga mematikan semangat kemandirian (Depdiknas, 2007:1).
Bali yang dikenal sebagai daerah wisata yang maju dan terkenal di seluruh dunia juga memiliki masalah kemiskinan. Hal demikian merupakan sesuatu yang ironis, bahwa di balik majunya industri pariwisata di Pulau Dewata, terdapat sebuah daerah yang mayoritas warganya miskin. Daerah yang dimaksud adalah Kabupaten Buleleng, wilayah utara Bali (Kompas, 2014). Kabupaten Buleleng merupakan salah satu Kabupaten Di Bali yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak, sehingga wajar jika Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Sosial Kabupaten Buleleng merencanakan dan melaksanakan 5 program pokok yang menjadi skala prioritas, yaitu pertama masalah kemiskinan, kedua masalah kecacatan, ketiga masalah keterlantaran,  keempat masalah ketunaan sosial dan kelima masalah bencana alam dan sosial. Strategi pengentasan kemiskinan di masa depan harus dirancang dengan mempertimbangkan hubungan antara pembangunan ekonomi, ketimpangan dan serangkaian kebijakan yang harus membuat pertumbuhan ekonomi terutama bermanfaat bagi masyarakat miskin. Kebijakan tersebut meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, kredit dan hak milik dan mereka dikenal sebagai "faktor pro-poor" setelah Besley dan Burgess (Amini, & Bianco, 2016)
Sejak Tahun 2012 Pemerintah Provinsi Bali mengembangkan Program/ Kegiatan Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara/Gerbang Sadu Mandara (GSM) menjadi wadah bersama masyarakat Perdesaan dan Kelurahan dalam membangun diri dan lingkungannya secara mandiri, yang mencangkup Pembangunan Sarana dan Prasarana serta Sosial Ekonomi Perdesaan dan Kelurahan, menjadi salah satu program Inti dalam percepatan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Bali.
Kegiatan pengembangan usaha ekonomi masyarakat perdesaan dalam Program Gerbang Sadu Mandara (GSM) dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Menurut Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, yang dimaksudkan dengan Badan Usaha Milik Desa adalah  badan  usaha  yang  seluruh  atau sebagian  besar  modalnya  dimiliki  oleh  desa  melalui penyertaan  secara langsung  yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna  mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Dalam Pasal 89 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 dinyatakan bahwa hasil usaha Badan Usaha Milik Desa Sangsit dimanfaatkan untuk: 1) Pengembangan usaha; dan 2) Pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Desa Sangsit Kecamatan Sawan merupakan salah satu desa yang mendapat bantuan dana lewat Program Gerbang Sadu Mandara pada tahun 2013. Desa Sangsit meskipun letaknya tidak begitu jauh dengan kota Singaraja, tetapi jumlah Rumah Tangga Miskinnya (RTM) terbilang cukup besar yakni sekitar 13,1 %  atau tepatnya 404 RTM dari 3079 Kepala Keluarga (KK) yang ada di Desa Sangsit. Dengan adanya bantuan dari Pemerintah Propinsi Bali melalui program Gerbang Sadu Mandara, diharapkan jumlah RTM tersebut bisa dikurangi. Di Desa Sangsit, pemahaman  masyarakat terhadap Program Gerbang Sadu Mandara masih rendah, masyarakat beranggapan bahwa Program Gerbang Sadu Mandara adalah bantuan Pemerintah Propinsi Bali kepada Masyarakat yang tidak perlu di kembalikan lagi.
Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta Desa Sangsit didirikan dengan Peraturan Desa Sangsit Nomor: 04 Tahun 2014, yang ditetapkan pada tanggal 15 Januari 2014. Tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta adalah: 1) Meningkatkan  pendapatan asli desa dalam rangka meningkatkan kemampuan pemerintah desa dalam  penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan  serta  pelayanan masyarakat; 2) Mengembangkan potensi perekonomian di wilayah pedesaan untuk mendorong tumbuhnya usaha perekoniman masyarakat desa secara keseluruhan dalam  rangka  pengentasan kemiskinan; dan 3) Menciptakan Lapangan Kerja, Penyediaan dan jaminan Sosial.
Ditinjau dari sisi dasar dan tujuan pembentukan tampak bahwa Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin, untuk memberdayakan diri keluar dari belenggu kemiskinan. Di sisi lain, sebagai sebuah unit usaha Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta” dituntut tidak hanya memenuhi tujuan imateriil (ideal), tetapi juga dituntut untuk mencapai tujuan materiil, yaitu memperoleh keuntungan untuk keberlanjutan dan pengembangan usaha.
Dalam pelaksanaan pemberian pelayanan kepada masyarakat di berbagai bidang, masih terdapat anggapan bahwa pelayanan tersebut belum sepenuhnya dapat memenuhi asas-asas pelayanan publik. Masih terdapat anggapan bahwa dalam pemberian pelayanan masyarakat ada kesenjangan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lain, termasuk dalam pemberian pelayanan sehubungan dengan upaya pemberantasan kemiskinan. Dari uraian tersebut dapat diketahui adanya permasalahan dalam pemberian pelayanan oleh Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta”, di antaranya tentang pelayanan yang harus menyeimbangkan antara kepentingan ideal (pengentasan kemiskinan) dan pemberdayaan masyarakat dengan kepentingan untuk memperoleh benefit. Untuk itu, prinsip-prinsip umum mengenai pemberian pinjaman tidak boleh di kesampingkan. Selain, itu Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta” dituntut pula untuk memberikan pelayanan terhadap terhadap masyarakat secara baik.
Hal demikianlah yang mendorong peneliti tertarik untuk meneliti masalah ini, yang pada akhirnya diharapkan dapat memberikan sumbangan secara teoritis maupun praktis dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa secara umum, maupun pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta”, secara khusus. Dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pelayanan yang diberikan oleh Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta Desa Sangsit?; 2) Kendala-kendala apakah yang dihadapi serta cara penyelesaiannya pada Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta dalam memberikan pelayanan di Desa Sangsit?

2.  Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang hanya menggambarkan, mendeskripsikan, dan meringkas berbagai kondisi dan situasi tentang jawaban atas masalah penelitian (Moleong, 2013). Dalam hal ini peneliti tidak melakukan pengujian hipotesis, melainkan berusaha menelusuri, memahami, menjelaskan gejala, serta kaitan hubungan antara segala sesuatu yang diteliti. Metode penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting) yang lebih menekankan makna dari pada generalisasi hasil penelitian (Sugiyono, 2013). Lokasi penelitian adalah di Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) “Sidi Amerta” di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng.
Adapun yang menjadi informan penelitian ini adalah Ketua BUMDES “Sidi Amerta” Desa Sangsit Nengah Sucita, Sekretaris I Kadek Puja Antara, Bendahara Ni Nyoman Yeni, Kepala Unit Usaha Simpan Pinjam Ketut Sadiarna, Kepala Unit Usaha Toko Yadnya/Perdagangan Gede Karuniawan, Kepala Unit Usaha Ternak Made Soma dan Kepala Unit Usaha Air Bersih Mangku Tamba. Oleh karena itu, dalam memilih dan menentukan informan, peneliti mengacu pada teknik “purposive sampling”. Pilihan diberikan pada informan yang dianggap memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang Bumdes dan dikaitkan dengan permasalahan penelitian.
Untuk dapat memberikan batasan terhadap penelitian maka menentukan focus penelitian sangat diperlukan, di samping itu dapat juga mempermudah dalam proses pengumpulan data Bungin (2009:4). Adapun fokus penelitian yang peneliti tekankan dalam penelitian ini yaitu: 1) Pelayanan yang diberikan oleh Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta Desa Sangsit meliputi a) bentuk-bentuk program pelayanan: 1) Unit Usaha Simpan Pinjam, 2) Unit Usaha Toko Yadnya/ Perdagangan, 3) Unit usaha ternak, 4) Unit Usaha Air Bersih; b) Standar yang menjadi acuan  pemberian pelayanan kepada masyarakat dan c) Pelaksanaan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dan sebagai fokus kedua Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Kepada Masyarakat serta ketiga adalah Kendala-kedala yang dihadapi yang dihadapi Badan Usaha Milik Desa Sidi Amerta dalam memberikan pelayanan di Desa Sangsit serta penyelesaiannya.

3. Hasil Dan Pembahasan Penelitian
1.    Keadaan Topografi dan Penduduk Desa Sangsit
Desa Sangsit merupakan salah satu dari 14 Desa di wilayah Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Sesuai dengan keadaan alam, Desa Sangsit berada pada ketinggian 0 – 500 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah sekitar 845 hektar, dengan batas-batas wilayah desa yaitu : 1) Utara : Laut Bali; 2) Timur : Desa Giri Mas; 3) Selatan : Desa Suwug; 4) Bara : Desa Kerobokan.
Desa Sangsit memiliki jumlah penduduk sebanyak 10.252 jiwa dengan rincian 5.159 jiwa laki-laki (50,3 %) dan 5.093 jiwa perempuan (49,68 %). Bila dilihat dari data tersebut. Desa Sangsit termasuk desa yang memiliki jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga adalah 3.079 KK. Ditinjau dari segi pendidikannya, penduduk Desa Sangsit memiliki tingkat pendidikan yang beragam, dimana penduduk yang berpendidikan setingkat SLTA/sederajat memiliki jumlah cukup  banyak yakni 513 orang ( baik yang sedang sekolah maupun yang sudah tamat ) dan yang berpendidikan Sarjana dan Pasca Sarjana yakni sebanyak 101  orang dari jumlah keseluruhan penduduk Desa Sangsit.

2.    Pelayanan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) “Sidi Amerta” Desa Sangsit
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, bahwa pelayanan BUMDES “Sidi Amerta” Desa Sangsit sudah dilakukan dengan cukup baik dan dapat memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan kesejahteraan serta penanganan kemiskinan di Desa Sangsit. Penelitian ini mendukung hasil penelitian Wijanarko bahwa, “upaya BUMDes dalam memberi pinjaman kepada anggota telah membantu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, hal ini tujuan BUMDes untuk mencapai kesejahteraan masyarakat telah tercapai” (Wijanarko, 2013).
Pelaksanaan kegiatan BUMDES dilakukan dengan memperhatikan kriteria penerima pinjaman bumdes adalah dengan memperhatikan karakter seseorang, apakah orang tersebut memiliki kemauan untuk memenuhi kewajiban, kemauan untuk melunasi kewajiban dan melakukan penilaian terhadap suatu usaha dengan memperhatikan komposisi permodalannya. Sedangkan tata pelaksanaan proses pengajuan kredit adalah dengan mengisi blangko permohonan kredit yang dilengkapi dengan photo copy KK, KTP dan KPS yang ditandatangani oleh Kadus dan anggota BPD, dengan menerapkan struktur baku pelayanan baik dibidang kredit, usaha perdagangan dan air bersih. Setelah itu diverifikasi oleh tim kredit dari BUMDES. Setelah diverifikasi maka tinggal menunggu jadwal pencairannya.
Dengan berbagai jenis pelayanan yang diberikan menyangkut penanganan berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat pedesaan, dibidang ekonomi pedesaan dilayani melalui usaha simpan pinjam dan pertokoan, dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Di bidang konsumsi  masyarakat, dalam pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, bidang kesehatan dan pendidikan juga dapat dilayani melalui penyediaan kredit konsumtif, dan bantuan sosial bagi masyarakat tidak mampu.  Adalah menjadi tanggungjawab pemerintah dalam mengatasi masyarakat miskin, yang langsung pada tingkat pedesaan, sebagai wujud percepatan penyelesaian kemiskinan, sebagai “the common responsibility of the political” (Gaisbauer  & Sedmak, 2014).

3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta cara penyelesaiannya
Pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, agar lebih mudah tercapai adalah dengan menerapkan konsep desentralisasi, dari pemerintah pusat kepada daerah, bahkan sampai pada tingkat pedesaan. Dengan demikian layanan dilakukan langsung menyasar pada kelompok masyarakat miskin, guna memperoleh akses yang lebih cepat pada sumberdaya ekonomi dan permodalan. Menurut Bank Dunia, pembangunan pedesaan adalah strategi yang telah diterapkan di kedua misi regional dan nasional untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan, proses pertumbuhan ekonomi yang mudah dari desa oleh penghapusan hambatan, meningkatkan akses ke kredit, dan lain-lain sesuai dengan tantangan global dan kebijakan daerah (Bank Dunia, 2010 dalam Falsafi, et all, 2013). Untuk pengembangan konteks terpisahkan berkelanjutan lingkungan, ekonomi, sosial, budaya, politik dan kelembagaan dari pembangunan pedesaan, partisipasi masyarakat sebagai modal manusia adalah dasar perubahan (Khanh, 2011 dalam Falsafi, et all, 2013).
Dari hasil wawancara di atas bahwa kendala yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang kredit BUMDES. Mereka menganggap BUMDES merupakan bantuan cuma-cuma dari pemerintah sehingga kredit menjadi macet.  Namun sebenarnya secara teori BUMDES tersebut ditujukan pada 1) Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan, bahwa dengan Bumdes desa dinas menjadi lebih kuat, secara organisasi, permodalan dan perluasan pelayanan pada masyarakat; 2) Penguatan kapasitas (capacity building). Mencakup pemberdayaan, pelatihan, dan fasilitasi secara berjenjang.; 3) Penguatan Pasar. Setelah Badan Usaha Milik Desa berdiri diharapkan melakukan kerja sama dengan pihak, memperluas jangkauan usaha dan layanan; 4) Keberlanjutan. Mencakup pengorganisasian, forum advokasi, dan promosi sehingga mendapatkan wujud Badan Usaha Milik Desa yang ideal serta semakin mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan terutama  masyarakat dan dunia usaha (Risadi, 2014).
Namun pelaksanaan BUMDES dalam penelitian menemui banyak kendala, akibat dari ketidak pahaman masyarakat, pengurus dan para pelaksana kebijakan di pedesaan. Upaya-upaya penyelesaian masalah terus dilakukan antara lain  dengan memberi pembinaan dan teguran apabila 3x tidak membayar. Apabila pembinaan tidak dihiraukan, maka dikenakan sanksi tidak mendapat pelayanan administrasi pada kantor desa dan tidak diberikannya beras untuk masyarakat miskin yang pencairannya melalui KPS. Menurut Tjiptono (2001:51) bahwa “kualitas merupakan suatu kondisi yang dinamis yang berhubungan langsung dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Jadi baik tidaknya layanan sangat tergantung kepada si penerima layanan atau pelanggan, oleh karena itu keinginan atau kebutuhan pelanggan yang menjadi perhatian utama kalau menginginkan kualitas pelayanan. Sedangkan menurut Sinambela (2011), Pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Dengan demikian, pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara.

4.    Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebgai berikut: 1) Pelayanan yang diberikan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) “Sidi Amerta” di Desa Sangsit adalah dengan memberikan pelayanan Unit Usaha Simpan Pinjam, Unit Usaha Perdagangan, Unit Usaha Ternak dan Unit Usaha Air Bersih/ UPS kepada masyarakat; 2) Kendala-kendala yang dihadapi dalam memberikan pelayanan adalah: a) Belum terpenuhinya sarana dan prasarana BUMDES yang belum terpenuhi dan belum memadainya ruangan tempat kerja BUMDES itu sendiri. Cara mengatasinya adalah dengan memenuhi sarana dan prasarana; b) Kurangnya wawasan dari masyarakat dan menganggap bahwa bantuan BUMDES itu gratis serta  jenis usaha dari masyarakat yang dilakukan masih bersifat monoton. Cara mengatasinya adalah dengan memberikan sanksi kepada masyarakat yang tidak mampu membayar kreditnya.
Saran yang dapat disampaikan adalah : 1) Pelayanan yang diberikan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) “Sidi Amerta” di Desa Sangsit sudah baik dan dipertahankan, bila perlu ditingkatkan lagi; 2) Pengurus tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan yang berlaku, sehingga masyarakat paham dan mengerti tentang maksud dan tujuan BUMDES “Sidi Amerta” di Desa Sangsit.

Daftar Pustaka
Amini, Chiara & Silvia Dal Bianco 2016. “Poverty, Growth, Inequality And Pro-Poor Factors: New Evidence From Macro Data”. The Journal of Developing Areas50.2 (Spring 2016): 231-254.
Bungin, Burhan, 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Prenada Media Group, Jakarta
Dwiyanto, Agus, 2011, Manajemen Pelayanan Publik : Peduli,Inklusif, dan Kolaboratif, Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Falsafi, Peyman; Kashani, Somayeh Jangchi; & Parsmehr, Marjan, 2013. “Sustainable development of rural as a strategy to achieve social cohesion and reinforce of concrete entities (Case study: Hesarbala rural, Javadabad rural district of Varamin city)”.  International Journal of Agriculture and Crop Sciences6.16 (2013): 1114-1122.
Gaisbauer , Helmut P. & Clemens Sedmak, 2014. “Neglected futures. Considering overlooked poverty in Europe”. European Journal of Futures Research2.1 (Dec 2014): 1-8.
Kementrian Sosial dan Badan Pusat Statististik, 2011. Analisis Data Kemiskinan Berdasarkan Data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011.
Moleong, L. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010  tentang Badan Usaha Milik Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Risadi, Aris Ahmad. 2014. “UU Desa Spirit Baru BUMDes”, http://www.kemenegpdt.go.id. Diakses 20 Januari 2014.
Sinambela, Lijan Poltak, 2011. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan dan Implementasi.  Bumi Aksara, Jakarta
Tjiptono, Fandi, 2001, Manajemen Jasa, Yogyakarta : Andi.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Penerbit Alfa Beta : Bandung.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Wijanarko, Agung Septian,  2013. “Peran Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Pandankrajan Kecamatan Kemlagi Kabupaten Mojokerto”. Skripsi FISIP Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur  Surabaya













Tidak ada komentar:

Posting Komentar