Jumat, 27 Desember 2013

TANTANGAN DAN HAMBATAN DALAM IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DI INDONESIA



Luh Widiartini
Mahasiswa Semester VIII Fisip Unipas Singaraja

Abstrak
Saat ini banyak instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengembangkan pelayanan publik melalui Teknologi Komunikasi Dan Informasi (TIK/ICT) yang disebut dengan e-government. Tetapi ada tiga hal persoalan mendasar di dalam penyelenggaran e-government tersebut yaitu ; inisiatif dan pemaknaan implementasi e government oleh pemerintah daerah otonom masih bersifat sendiri-sendiri. Kedua, implementasi melalui situs web daerah tersebut belum didukung oleh sistem manajemen dan proses kerja yang efektif karena kesiapan peraturan, prosedur dan keterbatasan sumber daya manusia. Ketiga, banyak pemerintah daerah meng-identikkan implementasi e-government hanya sekadar membuat situs web pemda saja (web presence), sehingga penyelenggaraan e-government hanya berhenti ditahap pematangan saja dari 4 tahap yang harus dilalui.

Kata Kunci : e-government,  e-gov, Good Governance, dan Sumber daya manusia

Pendahuluan

E-government (e-gov) intinya adalah proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efisien. “in utilizing information and communication technologies for delivering government services online (Nkwe, 2012: 39) atau  menurut (OECD, 2003: 63) “E-government is defined as a capacity to transform public administration through the use of ICTs or indeed is used to describe a new form of government built around ICTs” (e-government diartikan sebagai kapasitas dalam melakukan transformasi administrasi publik melalui penggunaan ICT atau memungkinkan mengembangkan form baru terkait ICT) .

Menurut bahwa “menerapkan e-government  merupakan sebuah terobosan untuk memangkas prosedur dan proses yang berbelit-belit” (Pramusito & Kumorotomo, 2009: 9.  Karena itu, ada dua hal utama dalam pengertian e-gov di atas ; yang pertama adalah penggunaan teknologi informasi (salah satunya adalah internet) sebagai alat bantu, dan yang kedua tujuan pemanfaatannya sehingga pemerintahan dapat berjalan lebih efisien. Hal ini sepadan dengan pendapat Rahmayanty yang menyebutkan bahwa, “kemajuan tekonologi infomrasi juga merupakan solusi dalam memenuhi aspek transfaransi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat” (Rahmayanty, 2013: 84).
Kendati demikian, e-gov bukan berarti mengganti cara pemerintah dalam berhubungan dengan masyarakat. Dalam konsep e-gov, masyarakat masih bisa berhubungan dengan pos-pos pelayanan, berbicara melalui telepon untuk mendapatkan pelayanan pemerintah, atau mengirim surat. Jadi, e-gov sesuai dengan fungsinya, adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Simpulannya e-gov adalah upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Hal ini terungkap dalam tulisan Zhiyuan Fang sebagai berikut : “higher quality, cost-effective,
government services and a better relationship between citizens and government” (Fang, 2002 : 1).
Mengapa e-gov menjadi perlu dan penting untuk dilaksanakan ? alasannya adalah : secara tradisional biasanya interaksi antara seorang warga negara atau institusi sosial dengan badan pemerintah selalu berlangsung di kantor-kantor pemerintahan. Namun seiring dengan pemunculan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), semakin memungkinkan untuk mendekatkan pusat-pusat layanan pemerintah kepada setiap klien. Sebagai contoh ; jika ada pusat layanan yang tak terlayani oleh badan pemerintah, maka ada kios-kios yang didekatkan yang dapat memberikan pelayanan kepada para klien atau dengan penggunaan komputer di rumah atau di kantor-kantor. E-gov memberikan peluang baru untuk meningkatkan kualitas pemerintahan, dengan cara ditingkatkannya efisiensi, layanan-layanan baru, peningkatan partisipasi warga dan adanya suatu peningkatan terhadap global information infrastructure. Dengan demikian e-gov akan meningkatkan kualitas pelayanan informasi publik sebagai jalan untuk mewujudkan good government dan tata kelola yang baik “good governance” yaitu : partisipasi, transfaransi, berorientasi kesepakatan, kesetaraan, efektifitas dan efisien, akuntabilitas, serta visi misi (Sedarmayanti, 2009: 282). Governance  “bukanlah suatu yang dilakukan Negara (pemerintah) terhadap warga masyarakat, namun juga cara masyarakat itu sendiri dan individu di dalamnya mengatur semua aspek kehidupan bersama mereka” (Rewansyah, 2101: 82).  Melalui e-government, pelayanan pemerintah akan berlangsung secara transparan, dapat dilacak prosesnya, sehingga dapat memenuhi akuntabilitasnya. Unsur penyimpangan dapat dihindarkan dan pelayanan dapat diberikan secara efektif dan efisien.
Membicarakan e-government (e-gov) di Indonesia maka banyak pendekatan keilmuan yang bisa dilakukan apakah melalui pendekatan teknologi komunikasi dan informasi, manajemen, politik dan pemerintahan ataukah sosial. Namun yang paling banyak mewacanakan adalah dari pihak kaca mata teknologi dan manajemen pemerintahan. Aspek yang lain masih kurang terlihat dan sedikit sekali terlibat dalam isu e-government. Padahal, e-government merupakan suatu penerapan konsep dan teknologi yang membutuhkan banyak pendekatan keilmuan, sehingga aplikasi yang dilakukan oleh pihak penyelenggara ( pemerintah ) dapat terwujud secara ideal dan komprehensif. Oleh karena itu, maka tidak heran bila penerjemahan e-gov masih sangat dangkal, yang selanjutnya berpengaruh pada pelaksanaanya masih kurang optimal. Oleh karenanya maka dalam tulisan ini dirumuskan satu permasalahan yaitu “bagaimana tantangan dan hambatan dalam implementasi e-government di Indonesia ?”

Kajian Pustaka

Beberapa faktor penyebab penerapan e-governmentmengalami kendala, yang semua bermuara pada beberapa prinsip sebagai berikut :
a.       Konsep e-governmentmemiliki prinsip-prinsip dasar yang umum, tetapi karena setiap negara implementasi atau penerapannya berbeda-beda, maka konsep e-government-pun menjadi beraneka ragam.
b.      Wahana aplikasi e-government sangatlah lebar mengingat sedemikian banyaknya tugas dan tanggung jawab pemerintah sebuah negara yang berfungsi untuk mengatur masyarakatnya melalui berbagai jenis interaksi dan transaksi.
c.       Pengertian dan penerapan e-government di sebuah negara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi internal baik secara makro maupun mikro dari negara yang bersangkutan, yang menyebabkan pemahamannya teramat sangat ditentukan oleh sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, dan kondisi ekonomi dari negara yang bersangkutan.
Secara umum, e-gov di definisikan sebagai : Pemerintahan elektronik (juga disebut e-gov, digital government, online government atau transformational government) adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian yang utama adalah Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business (G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.
Konsep e-government berkembang didasarkan atas tiga kecenderungan, yaitu:
1.      Masyarakat bebas memilih bilamana dan darimana yang bersangkutan ingin berhubungan dengan pemerintahnya untuk melakukan berbagai transaksi atau mekanisme interaksi yang diperlukan selam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (non-stop);
2.      Untuk menjalankan mekanisme interaksi tersebut masyarakat dapat dan boleh memilih berbagai kanal akses (multiple channels), baik yang sifatnya tradisional/konvensional maupun yang paling moderen, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun kerja sama antara pemerintah dengan sektor swasta atau institusi non komersial lainnya
3.      Seperti layaknya konduktor dalam sebuah orkestra, pemerintah dalam hal ini berperan sebagai koordinator utama yang memungkinkan berbagai hal yang diinginkan masyarakat tersebut terwujud, artinya yang bersangkutan akan membuat sebuah suasana yang kondusif agar tercipta sebuah lingkungan penyelenggaraan pemerintahan seperti yang dicita-citakan rakyatnya tersebut. (Indrajit: 2002 ).

Manfaat e-government

Dari konsep yang secara komprehensif telah diketahui di atas maka dapat disampaikan beberapa manfaat dari pelaksanaan e-gov antara lain :
a.       Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat, kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.
b.      Meningkatkan transfaransi, kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan konsep Good Corporate Governance.
c.       Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari.
d.      Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
e.        Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada.
f.       Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
g.      Menciptakan masyarakat berbasis komunitas informasi yang lebih berkualitas ( indrajid, 2005: 4 )
 Situs web pemerintah daerah merupakan salah satu strategi di dalam melaksanakan pengembangan e-government secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan terukur. Pembuatan situs web pemerintah daerah merupakan tingkat pertama dalam pengembangan e-government di Indonesia dengan sasaran agar masyarakat Indonesia dapat dengan mudah memperoleh akses kepada informasi dan layanan pemerintah daerah, serta ikut berpartisipasi di dalam pengembangan demokrasi di Indonesia dengan menggunakan media internet. Dengan e-government dapat mendukung berbagai inovasi baru dalam melakukan sejumlah tranformasi dalam pemerintahan, “Many innovative models to support the visualization of numerous dimensions of transformed egovernment” (Khori, 2011: 23).

 

Implementasi e-government

Beberapa implementasi yang bisa diterapkan pada penyelenggaraan e-government diantaranya adalah :
a.       Penyediaan sumber informasi yang sering dan banyak dicari masyarakat seperti potensi daerah, pendapatan daerah, komoditas daerah serta kualitas sumber daya masyarakat di suatu daerah.
b.      Penyediaan mekanisme akses melaui kios informasi yang tersedia di kantor pemerintahan dan tempat publik sehingga menjamin keseteraan kesempatan mendapat informasi
c.        E-procurement ; pemerintah dapat melakukan tender secara on line dan transparan

Pembahasan

Ada perubahan yang mencolok seiring istilah e-gov diberlakukan di kalangan pemerintah di Indonesia. Salah satunya adalah semakin banyaknya situs pemerintah daerah (pemda) dan situs departemen/ lembaga yang bermunculan di internet baik itu mulai tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Menurut data Departemen Komunikasi dan Informatika, sampai saat ini jumlah situs pemda telah mencapai 472 situs. Sayangnya, masih ada situs-situs pemda yang dibuat dengan tampilan halaman depan / home page dan isi berita yang seadanya. Mulai dari isi berita di dalamnya yang sudah kadaluarsa, atau kalau sudah diperbarui/ update isinya kurang begitu greget. Desain dan tata letak home page situs pemda kadangkala juga terkesan monoton. Akhirnya, seperti yang sering dipaparkan bahwa ada situs pemda yang hanya menjadi “hiasan”, ada situs pemda yang statusnya aktif, tapi kurang ada tanda-tanda “kehidupan”, tidak ada interaksi dari pengunjungnya hingga kurang optimal. Padahal ketika dibuat, tentunya harapannya sesuai dengan konsep e-government yang ideal.
Saat ini banyak lembaga pemerintah yang menyatakan dirinya sudah mengaplikasikan e-government padahal pada kenyataannya lembaga-lembaga pemerintahan tersebut baru dalam tahap web presence, masih belum terlihat adanya penerapan e-government yang benar-benar dijalankan secara mendalam.  Pada jajaran lembaga tinggi dan lembaga non departemen, secara faktual kuantitatif dan kualitas maka nampak sekali perbedaannya dengan situs web pemda. Umumnya hampir setipa lembaga non pemerintahan telah memiliki situs web dan rata-rata optimalisasi fasilitas di dalamnya sudah mampu mendahului jenjang tingkatan situs pemda. Indikator tersebut dapat dilihat dari berbagai fasilitas link dan layanan yang ada pada situs lembaga yang mendekati kesempuranaan fase ke tiga yang terdiri dari aplikasi formulir dan sebagainya. Salah satu contoh situs lembaga yang telah mengoptimalkan situs web nya adalah www.ristek.go.id. Dari web ristek tersebut saat ini sudah mampu membuat aplikasi pendaftaraan online dalam rangka hibah maupun tawaran bantuan pembiayaan dalam riset dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa implementasi e-gov di Indonesia lebih banyak didominasi oleh situs milik pemprov, pemkab dan pemkot. Namun, situs-situs yang melayani masyarakat dalam urusan umum tersebut masih belum optimal dalam pelaksanaannya baik kuantitas maupun kualitasnya. Artinya ada kendala dan hambatan yang dialami oleh pihak pemda dalam hal mewujudkan implementasi e-gov yang ideal. Oleh karenanya di bawah ini diuraikan faktor-faktor penyebab beserta elemen penjelasnya yang menyebabkan “mandeg” dan kurang optimalnya impelementasi e-gov di Indonesia. Dari sisi aturan dan pedoman nampaknya Beberapa pemkab dan pemkot masih “meraba-raba” tentang gambaran yang jelas tentang implementasi e-government akibat belum adanya standardisasi dan sosialisasi yang jelas tentang bagaimana penyelenggaraan situs pemerintah daerah yang riil dan ideal. Artinya walapun undang-undang, peraturan pemerintah dan petunjuk pedoman sudah ada namun masing-masing pemda masih menerjemahkannya secara sendiri-sendiri karena persoalan petunjuk teknis dan operasionalnya yang tidak jelas dan “ngambang’. Maka tidak heran bila masih banyak pegawai pemda yang ditugaskan dalam mengelola e-gov bertanya-tanya seperti apakah e-gov yang ideal itu dari sisi back office maupun front office. Jika pun tidak bertanya umumnya pihak pemda akan mengambil bantuan tenaga dari luar (outsourcecing) yang pada akhirnya terjemahan implementasinyapun belum tentu sesuai. Dalam banyak kasus bentuk keluaran situs web pemda hanya sekedar situs lembaga yang berisi layanan informasi saja tanpa ada manfaat lain dari situs tersebut.
Faktor lain yang memiliki kaitan dengan poin di atas adalah belum tersediannya sumber daya manusia (SDM) yang memadai atau minim dari segi skill dan manajerial dalam pengelolaan situs pemda, hal ini menjadikan banyak pemkab dan pemkot yang ragu menerapkan e-gov. Konteks di sini memperlihatkan bahwa pelaksanaan e-gov tidak sejalan dengan ketersediaan dan kesiapan dari pihak pemda dalam penyediaan sumber daya yang handal untuk mengelola situs e-gov. Lebih jauh lagi pada akhirnya mereka memaksa sumber daya yang ada untuk melaksanakan kegiatan e-gov dengan keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan. Apabila SDM diambilkan dari pihak luar maka akan terjadi kurangnya rasa memiliki karena anggapan bahwa implementasi situs web pemda merupakan “proyek”, yang pada akhirnya begitu selesai proyek, maka kegiatan tersebut dianggap telah selesai, tanpa memuncul kesadaran untuk melakukan pemeliharaan dan menegakkan keberlanjutannya.
Faktor ke tiga yang menjadi penghambat dalam implementasi e-government di Indonesia adalah penetrasi pasar hardware dan provider layanan jasa teknologi komunikasi dan informasi belum merata sampai daerah-daerah, sehingga bukan hanya masalah dalam suprastrukturnya saja tetapi dalam infrastrukturnya juga masih kurang memadai. Masalah tersebut juga diperparah dengan masih mahalnya sarana dan prasarana teknologi ICT. Di beberapa daerah terpencil di Indonesia masih belum tersedia saluran telekomunikasi atau bahkan aliran listrik. Jika fasilitasnya sudah ada, harga yang ditawarkan masih relatif mahal. Bila melihat kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan serta kondisi alam yang berstruktur banyak bukit serta pegunungan, maka hal ini juga merupakan kendala yang perlu dipertimbangkan, untuk dapat mempersiapkan pendanaan (budget) dapat dipastikan akan memakan biaya yang banyak.
Secara faktual sebagian besar kantor pemerintah daerah sudah memiliki koneksi LAN dan sebagian kecil yang telah memiliki koneksi LAN. Meskipun sudah memiliki koneksi LAN di kantor pemerintah daerah, tetapi pertukaran data melalui komunikasi data belumlah banyak dilakukan, mengingat ketiadaan data dan informasi yang diharapkan karena masih rendahnya konsepsi basis datanya. Hal ini disebabkan karena kultur mendokumentasikan belum lazim. Bahkan arsip atau dokumen pribadi belum terkelola dengan baik, dapat menjadi hambatan dalam integrasi dan pertukaran data. Pada sisi lain dalam hal koneksi ke internet instansi pemerintah di daerah secara sekilas kadang tidak mempunyai pilihan yang terlalu banyak untuk dapat melakukan koneksi ke internet, mengingat di beberapa daerah hanya tersedia sedikit provider internet, berakibat pada sering ditemui pemda yang hanya bergantung pada satu provider saja tanpa ada pilihan lain.
Kenyataan di atas tentunya memiliki keterkaitan pada terbatasnya tempat akses informasi. Tempat akses informasi (khususnya internet) jumlahnya masih terbatas, bila tersedia umumnya mengelompok hanya di sekitar lembaga perguruan tinggi berupa warnet dan penyediaan layanan wi-fi ( area hot spot ). Selain perguruan tinggi beberapa sekolah menengah atas telah mulai mengembangkan fasilitas tempat akses informasi, namun di instansi pemerintah belum atau masih sangat terbatas. Saat ini mulai muncul embrio cyber government seperti fi provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Sragen.
Faktor yang keempat ; Masih belum meratanya literacy masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan e-gov karena mayoritas penduduk berada pada garis golongan menengah ke bawah. Ini menjadi faktor yang menyebabkan keraguan dalam mengimplemtasikan e-gov di jajaran pemkab dan pemkot.  Bagaimana menjawab tantangan dan hambatan implementasi e-gov di Indonesia yang telah diuraikan di atas ? berikut beberapa rekomendasi alternatif untuk memecahkan permasalahAn hambatan-hambatan dalam implementasi e-gov:
a.       Untuk hambatan di bidang regulasi dan pedoman penyelenggaran situs web pemda maka pemerintah pusat perlu membuat master plan dan grand strategy e-gov yang dituangkan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah beserta petunjuk pelaksanaan teknisnya karena implementasi membutuhkan tindakan dan penyediaan sarana dan bukan hanya konsep belaka. Selain itu pihak pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu memikirkan anggaran operasional serta anggaran pemeliharaan yang memadai. Oleh karenanya perlu penekanan bagi pemerintah daerah untuk memasukkan anggaran e-gov pada Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah serta menempatkan program e-gov sebagai skala prioritas di dalam pembangunan daerahnya.
b.      Untuk hambatan SDM maka perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan SDM di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang terintegarsi. Secara pragmatis hendaknya pelatihan tersebut bersifat “inhouse” di tingkat penyelenggara pemerintah daerah agar diperoleh pemahaman dan literacy yang menyeluruh dikalangan pegawai pemerintah daerah. In house training tersebut dapat melibatkan para pakar di daerah maupun di lain daerah serta kerjasama dengan pihak perguruan tingi yang ada. Sementara di tingkat pusat perlu diselenggarakan secara sentralisasi (oleh Depkom info melalui Diklat terpadu) dan secara desentralisasi dengan membuat pusat-pusat diklat di lembaga pendidikan milik Depdagri atau Lembaga Pendidikan milik swasta yang bekerjasama dengan Depkominfo, maupun perguruan tinggi. Selain itu diklat ini dapat dilaksanakan sendiri oleh masing-masing pemda yang lebih tahu kebutuhannya sendiri berkaitan dengan implementasi e-government. Peningkatan SDM pegawai untuk implementasi e-government perlu penanganan yang serius dan dilakukan bersama oleh pemerintah, Perguruan Tinggi, dan pihak swasta. Yang paling penting dan utama untuk disampaikan dalam pelatihan tersebut adalah perlu diubah pandangan tentang keberhasilan pelaksanaan e-gov, bukan terletak pada teknologinya tetapi bergantung pada kemampuan manusia yang mengelolanya pada sisi manajerial perlu dibuat suatu model pengelolaan e-government, baik untuk tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada struktur organisasi yang ada di departemen, kementerian dan Lembaga pemerintah Non Departemen perlu dipertegas bagian dari organisasi yang menangani e-government disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dari struktur organisasi yang telah ada agar tidak terjadi kerancuan di dalam pengelolaan dan implementasi e-government di pemerintahan daerah. Hal lain yang perlu diingat, bahwa di dalam manajemen e-gov kepedulian pimpinan baik dalam anggaran, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi adalah penting. Situs web pemda akan kelihatan lebih “cantik” bila bupati dan walikota bukan sekedar nampang fotonya tetapi memberikan akses ruang publik untuk berinteraktif melalui situs web pemda tersebut tanpa diwakilkan oleh admin. Fenomena ini akan menjadikan akuntabilitas pemda beserta jajaran struktur di mata publik. Berdasarkan pengamatan penulis, ada korelasi yang signifikan antara kemajuan penyelenggaraan e-gov dengan IT literacy kepala daerah. Kepala daerah yang memahami dan mengetahui kemampuan teknologi komunikasi dan informasi, umumnya pembangunan e-gov di daerahnya relatif lebih maju dan lebih berprestasi ( situs web pemkot Yogyakarta ( www.jogja.go.id ).
c.       Dalam hal keterbatasan sarana dan prasarana; maka diperlukan suatu solusi dalam bentuk kebijakan pemerintah untuk merangkul pihak swasta, khususnya provider ITC dalam bentuk kerjasama terpadu yang tentunya menguntungkan ke dua belah pihak. Sebagai contoh misalnya MOU yang dibuat oleh pemerintah dengan pihak Microsoft yang menuangkan kebijakan bahwa akan dilakukan pemutihan bagi aplikasi software yang “bukan resmi” yang digunakan lembaga pemerintah adalah merupakan terobosan dalam mengatasi infrastruktur yang mahal. Selain itu, secara teknis pihak pemerintah daerah perlu membuat masterplan e-government yang bisa melibatkan semua satker yang mencakup aspek pembangunan infrastruktur, aplikasi, sumber daya manusia, perundang-undangan dan anggaran. Bila di perlukan maka pihak pemda bisa melibatkan pihak ketiga (konsultan) dalam membuat masterplan yang bisa memfasilitasi kebutuhan dan keinginan semua satker. Akan tetapi harus diingat jangan sampai peran konsultan tersebut hanya "menginduk" pada salah satu satker karena tidak menjadikan e-gov komprehensif, selain itu perlu dipertimbangkan pilihan konsultan yang bukan money and bussiness oriented tetapi lebih yang mengutamakan pada profesionalisme kerja. Di dalam masterplan tersebut harus mendahulukan hal-hal yang bersentuhan dan yang memiliki dampak langsung pada publik seperti masalah perizinan, pajak, kependudukan dan sebagainya. Setelah hal tersebut terpenuhi baru dipikirkan\ hal-hal kebijakan lain yang akan dituangkan dalam implementasi e-gov. Yang terakhir dalam kasus ini, pihak pemerintah pusat maupun daerah dibantu pihak swasta harus melakukan penambahan akses dan jangkauan infrastruktur telematika bagi semua kalangan masyarakat dari atas hingga bawah. Termasuk dalam hal ini adalah menetapkan tarif yang transparan dan terjangkau untuk semua kalangan. Kalau perlu pihak pemerintah sedikit memberikan tekanan agar tercapai deferensiasif tarif khusus untuk menunjang pelaksanaan e-gov.
d.      Untuk mengatasi belum meratanya literacy masyarakat tentang penggunaan e-gov maka diperlukan strategi sosialisasi kepada masyarakat dengan beberapa tahapan yaitu ;
·         Tahapan sosialisasi yang pertama adalah ditujukan kepada pimpinan lembaga pemerintah. Karena secara kultur faktor pemimpin sangat memegang peranan dalam implementasi e-government. Banyak contoh keberhasilan pelaksanaan e-gov di berbagai negara, daerah atau kantor pemerintah disebabkan karena faktor skill dan kepedulian manajemen para pemimpinnya.
·         Tahapan ke dua adalah memberikan penekanan dalam sosialisasi e-government di kalangan para pimpinan tentang manfaat yang bisa diperoleh dari penggunaan ICT dalam tata pemerintahan. Baik itu dari segi politis, ekonomi, produktivitas kerja pegawai dan juga image di mata masyarakat.
·         Tahapan ke tiga, adalah melibatkan semua bagian dalam lembaga pemerintah termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam merumuskan dan membuat rencana induk (masterplan) pelaksanaan e-government daerah dan instansi. Keterlibatan DPR memiliki peran penting dalam kesuksesan pembangunan e-gov semua elemen pemerintahan harus terlibat di dalamnya.
·         Tahapan ke empat dalam sosialisasi e-gov adalah memberikan brand awarness kepada para masyarakat luas tentang manfaat dan kegunaan bentuk-bentuk layanan dalam e-gov. Mengingat beragamnya status sosial dan ekonomi masyarakat maka yang pertama diberikan penekanan sosialisasi adalah golongan masyarakat yang memiliki status sosial ekonomi menengah ke atas terlebih dahulu, karena mereka lebih dekat dengan teknologi internet dan konsep e-gov. Selain itu cara ini juga akan mampu menjadikan mereka untuk menjadi stimulan pendorong bagi golongan masyarakat lain tentang manfaat dan kegunaan e-gov.

 

Kesimpulan dan saran

Paparan di atas memberikan beberapa simpulan yang penting diperhatikan dalam implentasi e-gov di Indonesia yaitu ; bahwa implementasi e-gov di Indonesia masih separuh jalan dan masih jauh di bawah standar yang ideal dan yang diinginkan. Kekurangan idealnya bukan saja dalam konteks lokal namun juga dalam konteks global. Capaian secara kuantitatif menunjukkan progress yang cukup berarti namun dari sisi kualitas belum memadai karena kekurangan di dalam SDM, infrastruktur serta regulasinya. Oleh karena itu maka harus dilakukan penyempurnaan konsep dan strategi pelaksanaan e-gov dari berbagai sisi. Adanya regulasi dan standard pembangunan e-gov perlu dibuat agar tidak terjadi pendefinisian dan pemaknaan e-gov secara sendiri-sendiri oleh pihak penyelenggara yaitu pemerintah daerah.
Secara manajerial, e-gov yang dilaksanakan oleh pemda meski mengikuti parameter panduan dari depkominfo namun secara nyata masih berorientasi pada web presence saja, dua tahapan lainnya yaitu transaksi, dan transformasi masih di abaikan untuk dijalankan . Oleh karenanya perlu dilakukan sosialisasi ulang secara komprehensif melalui diklat, kursus dan workshop kepada para penyelenggara situs web daerah. Sosialisasi ulang penyelenggaran e-gov tidak saja membenahi masalah back office nya atau segi manajerialnya tetapi juga membenahi front office nya yaitu content yang disediakan bagi publik untuk diakses dan digunakan.
Secara teknis, pihak pemerintah daerah sebagai penyelenggara e-gov tidak memiliki blue print atau masterplan penyelenggaraan dan pengembangan e-gov. Kalaupun ada, nampaknya masih menggunakan pendekatan teknis telematika saja dan mengabaikan aspek lain seperti ekonomi, sosial dan budaya. Hal ini juga menjadi alasan tuduhan mengapa e-gov di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Oleh karenanya diperlukan satu blue print atau master plan e-gov di Indonesia yang sejalan dengan arah pembangunan nasional baik untuk jangka panjang dan jangka pendek yang menghampiri aspek pemerintahan, politik, budaya, manajemen, ekonomi, antropologi, filsafat, agama, pertanian, industri, perdagangan, pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Karena sesungguhnya hakekat menyelenggarakan e-gov adalah identik dengan menyelenggarakan kebijakan pemerintahan untuk kemaslahatan masyarakat dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayan publik secara menyeluruh.

Daftar Pustaka

Dizard, Wilson, Old Media New Media, 1994, Longman Inc, New York
Fang, Zhiyuan, 2002. “E-government in Digital Era: Concept, Practice, and Development”. In International Journal of The Computer, The Internet and Management, Vol. 10, No.2, 2002, p 1-22. School of Public Administration, National Institute of Development Administration (NIDA), Thailand
Indrajit, Richardus E., 2002, Electronic Government, Penerbit Andi, Yogyakarta
Khouri, Ali M. Al. 2011.  “An Innovative Approach For E-government Transformation”,  In International Journal of Managing Value and Supply Chains (IJMVSC) Vol. 2, No. 1, March 2011
Nkwe, Nugi,  2012.   E-government:Challenges and Opportunities in Botswana”. In  International Journal of Humanities and Social Science Vol. 2 No. 17; September 2012
OECD, 2003,  The Case for E-government: Excerpts from the OECD Report The E-government Imperative”. In OECD Journal On Budgeting ISSN 1608-7143 OECD Journal on Budgeting – Vol. 3, No. 1  – Vol. 3, No. 1 – ISSN 1608-7143 – © OECD
Pramusinto, Agus & Wahyudi Kumorotomo, edt., 2009.  Governace Reform di Indonesia. Gava Media dan UGM Yogyakarta
Rahmayanty, Nina, 2013. Manajemen Pelayanan Prima: Mencegah Pembelotan dan Membangun Custumer Loyality. Graha Ilmu, Yogyakarta
Rewansyah, Asmawi, 2010. Reformasi Birokrasi dalam Rangka Good Governance. CV Yusaintanas Priman, Jakarta
Sedarmayanti, 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan: Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan Yang Baik.  Aditama, Bandung
Sosiawan, Edwi Arief, 2003, Penggunaan Ruang Komunikasi Virtual pada Websites Pemerintah Daerah di Wilayah Yogyakarta, Penelitian Semi Que
Sosiawan, Edwi Arief, 2003, Teori Komunikasi Virtual, Jurnal Ilmu Komunikasi, UPNVY
Sosiawan, Edwi Arief, 2004, Implementasi E-governmentPada pemerintah Daerah di Indonesia, Penelitian Semi Que V
Sosiawan, Edwi Arief, 2005, , Penggunaan isi, bentuk dan desain komunikasi virtual pada websites pemerintah daerah di wilayah Yogyakarta, Penelitian LPPM UPN
Suryadi MT, 2002, TCP/IP dan Internet, Elex Media Computindo, Jakarta
www.cert.or.id/~budi/articles/e-gov-makassar.doc tanggal 12 Maret 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar