Senin, 14 November 2016

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BULELENG

Oleh : I Komang Budiwartama*1 dan I Nyoman Suprapta*2
*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf  Pengajar Fisip Universitas Panji Sakti

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 6 No. 1- Agustus 2016, hal 47-59)

Abstraksi. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sia-sia yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan.Masyarakat pada pengelolaan sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe) yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemerosesan akhir sampah.Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemerosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberi kontribusi terhadap pemanasan global. Hal tersebut mendorong pemerintah Kabupaten Buleleng menerbitkan dan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah.Masalah sampah menjadi masalah besar di Kabupaten Buleleng yang setiap tahun terus meningkat.Belum maksimalnya peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah.
Berdasarkan temuan dan hasil pembahasan tentang Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng makadapat disimpulkan dilakukan dengan cara pendekatan persuasif non yustisia dan yustisial adapun kendalanya yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah adalah datangnya dari luar lembaga SatPol PP, masyarakat belum semua mengetahui keberadaan Perda tersebut dan dari dalam Satpol PP SDM belum mumpuni dalam melakukan penegakan yustisial dan upaya untuk mengatasi kendala yang dilakuakan Polisi Pamong Praja :melakukan patroli untuk sosialisasi, pengarahan dan pembinaan sesuai fungsi satpol pp yang mengutamakan tindakan perpentif non yustisial, dan evaluasi terhadap kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja.


Kata kunci : SatPol PP, Penegakan Perda, pengelolaan sampah
1.        PENDAHULUAN
Tujuan Nasional Negara Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serrta ikut memelihara perdamaian dunia yang berdasarkan Pancasila, adalah tujuan yang sangat mulia dan sangat idiealis. Dalam tujuan itu tidak akan tercapai bila kita hanya berpangku tangan saja tanpa mau berusaha berjuang dalam mengisi kemerdekaan. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 dan diperbaharui dengan Undang - Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintah, melalui otonomi dan desentralisasi. Sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten,dan Kotaberwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah guna menyelenggarakan urusan Otonomi Daerah dan tugas Pembantuan.
Peraturan Daerah (Perda) di tetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di mana subtansi atau muatan materi Peraturan daerah adalah penjabaran dari Peraturan Perundang-undanganyang lebih tinggidengan memperhatikan ciri khas masing- masing daerah, dan subtansimateri tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi.’’Suatu Peraturan Daerah memiliki hak yuridiksi setelah diundangkan ke dalam lembaran daerah di mana masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan maupun tertulisdalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.(Pamungkas Baut, 2011).
Sebagaimana yang diamanatkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi dasar pijakan Pemerintah untuk mengatur tentang otonomi diDaerah  yang menjadi landasan yuridis dalam pembentukan Peraturan Daerah. Untuk menegakan Peraturan Daerah di bentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas membantu Kepala Daerah untuk penegakan Peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan berubahnya pola komsumsi dan gaya hidup masyarakat, telah meningkatkan jumlah timbulan berbagai jenis sampah yang menjadi permasalahan serius di berbagai Daerah. Laju timbulan sampah berkaitan erat dengan kegiatan masyarakat di suatu wilayah setiap harinya (Nurdjaman, 1993).Sampah merupakan salah satu biomassa yang ketersedianya dari hari ke hari cukup berlimpah yang menjadi perhatian berbagai pihak, karena berhubungan langsung dengan kebersihan dan keindahan (estetika). Masalah sampah merupakan dua sisi mata uang yang sangat berbeda jika pengelolaannya bagus dan bener maka akan menjadi sebuah keutungan yang positif bagi kehidupan masyarakat misalnya akan menjadi energi alternatif karena Negara kita masih sangat kurang akan energi, akan tetapi jika pengelolaannya salah atau bahkan sampah itu diabaikan akan menjadi bomerang dan akan berdamfak negatif  seperti misalnya akan menjdi bibit - bibit penyakit yang baru bagi kehidupan masyarakat, karena dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari yang namanya sampah.
Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sia - sia yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan.Masyarakat pada pengelolaan sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe) yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemerosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemerosesan akhir sampah berpoyeksi melepas gas metan yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan member kontribusi terhadap pemanasan global, agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar. Hal tersebut mendorong pemerintah Kabupaten Buleleng menerbitkan dan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah.
Setelah Peraturan Daerah tersebut ditetapkan dan diberlakukan malah semakin meningkatnya bentuk-bentuk pelanggaran Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang  Penggelolaan Sampah yang terjadi di masyarakat. Belum maksimalnya peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah tersebut.Satuan Polisi Pamong Praja yang memiliki tanggung jawab penuh untuk melakukan penegakan dan memberikan pembinaan secara preemtif, preventif dan refresif bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran.
Namun kenyataan di lapangan penegakan Peraturan DaerahNomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah terkait dengan ketertiban dan ketentraman umum serta bersinggungan dengan kepentinggan masyarakat banyak,dalam hal inibetapa banyak hal-hal dan kegiatan masyarakat yang diwarnai dengan pelanggaran,namun pelanggaran itu sendiri tidak di rasakan oleh pelanggarnya, dan bahkan jauh dari itu masyarakat yang melanggar malah meyakini bahwa tindakan yang dilakukan mereka bukan suatu pelanggaran, walau sudah ada aturan yang menggaturnya.
Memang dirasakan oleh berbagai kalangan bahwaPeraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah yang sudah diberlakukan secara  efektif  kurangnya disosialisasikan oleh Pemerintah Daerah atau instansi terkait sehingga pemahaman masyarakat akan pentingnya memahamiPeraturan DaerahNomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah menjadi dangkal, di lain pihakpenegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah terkadang tidak begitu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,dimana aparat bertindak setelah pelanggaran tersebut sudah terakumulasi sehingga dalam penegakanya memerlukan tenaga, biaya dan pikiran yang cukup berat karena  bagaimanapun dengan sudah banyaknya pelanggaran akan menjadi suatu resiko yang cukup berat dalam penegakan Peraturan DarahNomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah dan akan berpotensi menimbulkan masalah yang serius yangmembahayakan kepentingan masyarakat luas/kepentinganumum.
Hal yang berbeda terjadi di Kota Denpasar, menurut Bali Tribune (2016) 30 masyarakat Denpasar yang membuang sampah semberangan di sejumlah titik di Kota Denpasar di denda satu juta hingga dua juta karena telah melanggar perda Nomer 3 Tahun 2000 tentang kebersihan dan ketertiban umum. Sidang yustisia atau sidang tipiring tersebut digeler di balai banjar kedaton jalan Hayam Wuruk, Desa Sumerta Kelod Denpasar Timur.Menurut I Dewa Gede Anom Sayoga yang juga penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kota Denpasar, mengatakan sidang yutisia atau sidang tipiring ini guna member efek jera kepada masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan sidang yang diadakan diluar pengadilan sekaligus mensosialisasikan kepada masyarakat agar sadar dan ikut menjaga kebersihan lingkungannya sendiri. Suyoga menambahkan selain dikenakan denda dan di sidangkan, pelanggar yang tertangkap tanggan lansung di tempat oleh Satuaan Polisi Pamong Praja dan Satgas kebersihan DKP Kota Denpasar juga diberikan hukuman langsung ditempat dengan disuruh menyapu, membersihkan sampah dan menyiram ruas jalan yang ada di Kota Denpasar, tujuannya agar masyarakat malu akan pelanggarannya dan tidak melakukannya lagi. Salah satu pelanggar kebersihan membuang sampah sembarangan, Sunaryo mengaku sangat kaget atas denda yang diberikan kepadanya sebesar dua juta itu, dan saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi, saya kapok kata Sunaryo.Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini merumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1.         Bagaimana peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng?
2.         Apa kendala yang dihadapi dan upaya apa yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja khususnya di bidang Penegakan Perda Nomor 1 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng ?

2.    METODE PENELITIAN
Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan pada situasi dan kondisi obyek yang dialami dengan sasaran untuk mendapatkan sebuah jawaban dan juga pengungkapkan berbagai persoalan yang menyangkut Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng. Informan ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pada tahap awal data di kumpulkan bersumber dari orang yang dapat memberikan informasi dan pandangannya tentang peran SatPol PP. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Kepala satuan polisi pamong praja, Kepala bidang Ketentraman dan Ketertiban, Kabid Penegakan Perundang-undangan Badan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng sertaanggota Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng dan Anggota masyarakat yang mempuyai kapasitas dan memahami tentang permasalahan tersebut.Selain itu untuk memperkaya data yang diolah, maka peneliti juga menggambil informan partisipan yang dianggap mengetahui dan paham tentang permasalahan peneliti yang mengarah pada jawaban yang sah dalam penelitian ini dan dapat dipertimbangkan dalam penarikan kesimpulan. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
1          1.     Peran Satuan Polisi pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013                 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng mencakup  :
a.       Menindak warga masyarakat.
b.      Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat.
c.       Perumusan prioritas dalam kegiatan penegakan Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah.
  1.  Kendala dan Upaya yang dilakukan Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng
a.       Kendalanya : Internal : minimnya anggota  dan SDM satuan polisi pamong praja, dan minimnya sarana perasana dalam mendukung penegakan perda, dan external : Kesadaran masyarakat masih kurang.
b.      Upaya : melakukan sosialisasi dan melakukan patroli.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
(1) Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan DaerahNomor 1 Tahun 2013  Tentang Pengelolaan Sampah.
Kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretariat Daerah.Jika melihat keberadaan Satpol PP bisa dikaji dari dua aspek.Yang pertama adalah aspek sosiologis. Satuan Polisi Pamong Praja, dari pilihan kata untuk penyebutan sudah jelas bahwa dimaksudkan instusi ini adalah polisi milik pamong praja atau polisi untuk pamong praja. Pamong Praja adalah kata lain dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka Satpol PP adalah penegak hukum di kalangan pamong praja. Dari unsur kata-kata pembentukannya, Satpol PP mempunyai tugas pembinaan ke dalam atau dalam lingkup internal aparatur pemerintahan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pada pasal 5 bahwa kewenangan Polisi Pamong Praja adalah : a. Menertibkan dan menindak warga masyarakat atau badan hukum yang mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. b. Melakukan pemeriksaan terhadap warga atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah. c. Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala.

(2) Fungsi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2013Tentang Pengelolaan Sampah
Dari semua data yang didapat dipahami Satuan polisi pamong Praja yang merupakan sebuah organisasi yang di bentuk untuk menegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah sudah melaksanakan fungsinya dengan cukup baik tapi belum maksimal dalam urusan menegakan Peraturan Daerah Nomer 1 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah karena, semua itu dilihat dari satuan polisi pamong praja sudah menyusun program dan pelaksanaan penegakan. Polisi Pamong Praja juga sudah menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Di dalam Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat Polisi Pamong Praja juga melaksanakan koordinasi penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, TNI, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah, kejaksaandan atau pengadilan. Dari pencernaan peneliti sudah melaksanakan tugas  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 5, PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

(3) Pelaksanaan Fungsi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
Berdasarkan data yang didapat tersebut dapat dimaknai bahwaSatuan Polisi Pamong Praja sebuah organisasi yang dibentuk untuk menegakan Perda maupun Peraturan Kepela Daerah yang berupaya dengan maksimal dalam menjalankan fungsinya dengan baik karena  menurut Robbins dan Judge, (2008:5) “organisasi adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama”. Sedangkan menurut Wibowo, (2007:1) “organisasi adalah suatu wadah yang dibentuk untuk mencapai tujuan bersama secara efektif”. Di dalam menegakan perturan daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah karena sudah turun langsung dengan masyarakat akan tetapi belum bisa menyentuh semua masyarakat yang ada di Kabupaten Buleleng, karena dalam strategi yang di pergunakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja menurut penulis kurang efektif, harus menunggu masyarakat yang membuang sampah ke TPS pasti masyarakat yang membuang sampah ke TPS tersebut masyarakat yang sama setiap hari.
Jadi menurut penulis upaya satuan polisi pamong praja dalam melaksanakan fungsinya kurang inovatif dan kreatif, justru membuang-buang tenaga dan waktu, begitu pula mengenai sosialisasi melalui sepanduk yang di tempel diruas-ruas jalan, balae banjar juga kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat karena sudah kurun waktu dua tahun lebih sesudah Peraturan Daerah tersebut ditetapkan sosialisasi yang dilakukan oleh pemda maupun oleh Satuan Polisi Pamong Praja banyak dari masyarakat yang belum mengetahi tentang keberadaan peraturan daerah tersebut. Dalam Pelaksanaan penegakan Satuan Polisi Pamong Praja juga melaksanakan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

(4) Penegakan Non Yustisial Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
Di dalam melaksanakan penegakan peraturan daerah Nomer 1 tahun 2013 tentan Pengelolaan Sampah, penegakan secara non yutisial yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah tertuang di dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Polisi Pamong Praja.Adapun bunyi dari Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Polisi Pamong Praja Mengatur di dalam penegakan perda meliputi: 1). Melakukan pengarahan kepada masyarakat dan badan hukum yang melanggar peraturan daerah, 2). Melakukan pembinaan dan sosialisasi, dan 3). Penindakan preventif non yustisial.

(5) Penegakan Yustisial Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Samapah
Dari semua informasi yang diterima peneliti dapat menelaah semua informasi tersebut sehingga peneliti mendapatkan gambaran bahwa penegakan perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah tersebut oleh SatPol PP sudah berjalan dengan ketentuan yang ada meskipun mengalami sedikit kendala tapi Satuan Polisi Pamong Praja tetep komitmen untuk menegakan perda tersebut karena peranSatuan Polisi Pamong Prajaadalah sebagai Eksekutor Lapangan maupun yang melibatkan Tim Yustisi sebagai Tim khusus dalam melakukan Penyidikan untuk menjaring para pelanggar yang pada nantinya berproses sampai pada tahapan Peradilan dalam proses Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang tentu saja semakin menambah  optimalnya pelaksanaan penegakan Perda yang telah di lakukan Polisi Pamong Praja sebagai ujung tombak Pemerintah Daerah khusunya dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kabupaten Buleleng.
Karena menurut Shakespeare (dalam Robias, 2001) peran adalah seprangkap pola prilaku yang diharapkan, yang dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu unit sosial, sedangkan Pengertian peran menurut Soekanto, (2002:243), yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban satuaan polisi pamong praja dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh, (Soekanto,2002:220) Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan tersebut.Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.
Di dalam ketentuan Umum Pasal 1 ayat (5) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang KepolisianNegara Republikindonesia menyatakan bahwa Ketentraman dan ketertiban  masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses Pembangunan Nasional dalam rangka tercapainya tujuan Nasional yang di tandai oleh terjaminya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina dan mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk - bentuk pelanggaran hukum lainya yang dapat meresahkan masyarakat.

(6) Kendala Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng
Kendala yang dihadapi satuan polisi pamong praja dalam menegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah masih banyak mengalami kendala baik dari dalam Satuan Polisi Pamong Praja dan juga dari luar. Kendala yang datangnya dari dalam SatPol PP yang peneliti amati saat pengambilan data terlihat kurangnya kordinasi dan kerjasama diantara pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja, karena dalam pengamatan peneliti terjadinya ego sektor yang sangat kental diantara pimpinan selain itu peneliti juga menganalisi pimpinan SatPol PP tidak memiliki perencaaan disetiap menjalankan suatu intruksi dan perintah yang datangnya dari atasan yaitu Bupati. Sedangkan tugas dan fungsi Polisi Pamong Praja sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dinyatakan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat Pemerintah Daerah dengan tugas pokok menegakkan Perda, dan peraturan kepala daerah menyelenggarakan ketertiban umum, ketenteraman dan perlindungan masyarakat.Dalam rangka optimalisasi kinerja Satuan Polisi Pamong Praja maka diterbitkan Peraturan Pemerintah yang baru sebagai pedoman bagi Satuan Polisi PamongPraja yang merupakan landasan hukum tupoksi dalam pelaksanaan tugasnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

(7)  Upaya yang dilakukan Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng.
Upaya yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja untuk mengatasi kendala selama ini sudah cukup maksimal untuk menegakan peraturan daerah Nomor 1 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng karena SatPol PP sudah menjalankan apa yang diatur dalam Peraturan Mentri dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur yang mengatur seluruh anggota Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai kewajiban moral untuk menyampaikan informasi dan himbauan yang terkait dengan peraturan daerah. Metode yang digunakan dalam pembinaan adalah dengan membina saling asah, asih dan asuh antara aparat penertiban dengan masyarakat tanpa mengabaikan kepentingan masing-masing dalam rangka peningkatan ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dengan demikian harapan dari pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat dalam proses pembangunan dalam keadaan tertib dan tentram didaerah dapat terwujud. Selain itu dalam pembinaan, ketertiban umum dan ketentraman masyarakat juga dapat dilakukan dengan mamanfaatkan sarana dan fasilitas umum.

PENUTUP
Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng dilakukan dengan carapendekatan persuasif non yustisia dan yustisial.
2.      Kendala dan upaya yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng : a). Kendalanya adalah datangnya dari luar SatPol PP masyrakat belum semua mengetahui keberadaan perda tersebut dan dari dalam SatPol PP SDM belum cukup mumpuni dalam melakukan penegakan. b). Untuk mengatasi kendala ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten buleleng : melakukan patroli untuk sosialisasi, pengarahan dan pembinaan sesuai fungsi SatPol PP yang mengutamakan tindakan perpentif non yustisial, dan terus melakukan evaluasi terhadap kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja.
Berdasarkan simpulan penelitian, maka peneliti merekomendasikan berupa saran sebagai berikut:
1.      Polisi Pamong Praja disamping sebagai aparat daerah juga sangat terkait dengan kepentingan pemerintah Pusat, sehingga disini kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perekat kesatuan bangsa, karenanya langkah dibidang ketentraman dan ketertiban tidak boleh bersifat kedaerahan, akan tetapi bersifat nasional.
2.      Memperbanyak pengiriman personil Polisi Pamong Praja dalam diklat-diklat teknis fungsional dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan teknis operasional mereka di lapangan.
3.      Untuk meningkatkan profesionalisme Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng disamping adanya jabatan struktural, perlu dikembangkan Job fungsional.        

DAFTAR PUSTAKA
Bali Tribune.2016. Pembuang Sampah Didenda Dua juta. Hariaan Bali Tribune, 04 Maret 2016. Hal 04.
Baut Pamungkas. 2011. Prinsip - prisip pembentukan peraturan. http://khafid-sociality.blogspot.com/2011/12/prinsip-prinsip-pembentukan-peraturan.html diakses tgl 10/4/2015.
Nurjdaman. 1993. Pengelolaan Sampah Padat Kota Melalui ” Kawasan Industri Sampah (KIS).Lembaga Penelitian ITB.Bandung
Peraturan pemerintah Nomor 6 tahun 2010 tentang Polisi Pamong Praja PP 542011tentang standar operasional prosedur Polisi Pamong Praja.http//www.birohukum.pu.go.id/ rumahnegeri/pp06-2010.pdf.diiaksestanggal 10 januari 2016.
Robbins. Stephen P, dan Jugde. 2008. Perilaku Organisasi. Buku kedua, Edisi ke-12. Salemba Medika. Jakarta.
Soekanto, Suerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Persada. Jakarta.
Undang - Undang Nomer 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. http//www.birohukum.pu.go.id/rumahnegeri/uu18-2008.pdf.diiaksestanggal 10 januari 2016.
Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. http//www. kemendagri.go.id/0/15/uu23-2014.pdf.diiakses tanggal 10 januari 2016.
Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian Republik Indonesia.  http//www.birohukum.pu.go.id/rumahnegeri/uu02-2002.pdf.diiakses tanggal 10 januari 2016.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Parsada. Jakarta.


PERAN KADER PPTI DALAM PEMBERANTASAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN BULELENG

Oleh  Ni Wayan Sariani*1 dan I Nyoman Suprapta*2
*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf  Pengajar Fisip Universitas Panji Sakti

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 6 No. 1- Agustus 2016, hal 37-46)

Abstraksi. Propinsi Bali merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang masih mengalami masalah dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis. Khusus untuk kabupaten Buleleng, data terakhir menyebutkan bahwa jumlah penderita tuberculosis sebanyak 583 orang. Disinlah peran kader PPTI ( Perhimpunan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia ) dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis sangat diperlukan. Dengan jumlah kader sebanyak 120 orang, berarti rasio jumlah kader dengan jumlah penderita TB adalah 1 : 6 orang.
Dari hasil penelitian ditemukan fakta cara kader PPTI Cabang Buleleng dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis adalah : (1) dengan memberikan penyuluhan tentang tuberculosis, pencegahan dan pengobatannya kepada masyarakat; (2) meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit tuberculosis; dan (3) melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sebagai kader, penyuluh dan pengawas minum obat.
Juga ditemukan bahwa sebagai motivator, kader PPTI Cabang Buleleng melaksanakan peran yakni memberikan pendampingan kepada pasien tuberculosis, melakukan pengawasan secara rutin kepada pasien tuberculosis, serta memotivasi penderita tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh. Kader PPTI yang tidak mendapatkan bayaran, dengan sukarela menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai ujung tombak penanggulangan penyakit tuberkulosis


Kata Kunci : sosialisasi, motivasi, penyakit tuberkulosis

1.    PENDAHULUAN
Penyakit Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan  masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shorcourse Chemotherapy) telah diterapkan di banyak Negara sejak tahun 1995 (Kemenkes RI,2014). Saat ini diperkirakan terdapat 9 juta pen­duduk dunia terserang penyakit TB dengan kematian 3 juta jiwa (Thu A, Ohnmar, dalam Wijaya, 2013). Penyakit TB ini menjadi masalah terutama di negara-negara berkem­bang termasuk Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia meru­pakan negara dengan kasus TB terbesar ketiga di dunia, setelah Cina dan India. WHO mem­perkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 539.000 kasus baru TB (semua tipe) sedangkan TB Paru sebesar 236.029 kasus dengan ke­matian karena TB sekitar 250 orang per hari (WHO 2009).
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis ( 15 – 50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30 %. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Kemenkes RI, 2014)
Propinsi Bali yang merupakan salah satu propinsi di Indonesia juga masih mengalami masalah dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis. Berdasarkan hasil riset Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013 untuk kejadian TB, dari sembilan kabupaten/kota yang ada di Bali, prevalensi penyakit TB tertinggi di Kabu­paten Buleleng. Jadi penyakit Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian, hal ini ditambah lagi dengan semakin meningkatnya kasus HIV/AIDS yang diderita oleh masyarakat Buleleng. dari data terakhir didapatkan Buleleng menempati urutan ke dua dalam jumlah penderita HIV/AIDS setelah kota Denpasar ( Wijaya, 2013 : 138)
Keberadaan kader PPTI di masyarakat dalam pengendalian kasus TB khususnya TB paru sangat strategis karena kader dapat berperan sebagai penyuluh, membantu menemukan tersangka penderita secara dini, merujuk penderita dan sekaligus pengawas menelan obat bagi penderita TB paru secara langsung  ( Trisnawati, 2008 : 57).
Masalah yang muncul di lapangan, khususnya di lingkungan PPTI Kabupaten Buleleng, adalah adanya beberapa hal yang berpengaruh terhadap peran kader PPTI dalam pengendalian TB di wilayah kerjanya. Sesuai dengan data dari PPTI Kabupaten Buleleng pada tahun 2015, diketahui jumlah kader PPTI adalah 120 orang. Sedangkan jumlah  penderita TB yang sudah mendapat penanganan dari PPTI adalah sebanyak 583 orang. Dengan demikian rasio jumlah kader dengan jumlah penderita TB yang harus ditangani adalah 1 : 6 orang ( PPTI Buleleng, 2015).
Keaktifan seorang kader PPTI dalam menjalankan perannya sebagai penyuluh dan pendamping penderita TB, sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku, pengetahuan, sikap dan motivasi dari kader itu sendiri ( Wijaya, 2013 : 138). Faktor perilaku dibentuk dari tiga faktor, yaitu : (1) faktor-faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang; (2) faktor-faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan; dan (3) Faktor-faktor pendorong atau faktor penguat adalah faktor mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
Faktor pengetahuan, sikap dan motivasi kader kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungannya dengan keaktifan dan peran seorang kader dalam pengendalian kasus tuberkulosis ( Awusi,dkk,2009 : 43). Dan berdasarkan hasil wawancara awal dengan beberapa petugas atau kader PPTI di Kabupaten Buleleng, dapat diketahui bahwa dari sejumlah kader kesehatan/PPTI yang ada di Kabupaten Buleleng, sebagian besar tidak melaksanakan tugas/aktivitasnya secara maksimal. Hal tersebut tentu saja akan dapat mengganggu pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis di Kabupaten Buleleng.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang  dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
  1. Bagaimanakah cara kader PPTI memberikan sosialisasi tentang penyakit Tuberkulosis kepada masyarakat di Kabupaten Buleleng ?
  2. Bagaimanakah peran kader PPTI sebagai motivator dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng ?

2.        METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bungin (2012 : 32 ), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dpat diamati dari orang-orang yang diteliti. Sedangkan menurut Trianto (2009 : 179) penelitian kualitatif adalah penelitian yang percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka.
Yang menjadi informan dalam penelitian ini terutama adalah Ketua PPTI Buleleng, Para Kader PPTI Buleleng, Masyarakat Penderita Tuberkulosis, serta tokoh-tokoh masyarakat yang peduli terhadap penyakit TB. Informan tersebut ditunjuk secara purposive dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka tentang masalah yang ditelaah. Dalam hal ini jumlah informan tidak dibatasi, melainkan disesuaikan dengan tingkat kejenuhan data, dalam artian pengembangan informan dihentikan jika data yang terkumpul telah mampu memecahkan atau menjawab masalah penelitian secara tuntas.
Hal pertama yang dilakukan sebelum memulai seluruh tahapan penelitian kualitatif adalah menetapkan research question  atau fokus penelitian  ( Hendarso, 2007 : 170). Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : (1) Cara-cara para Kader PPTI dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat, seperti : Memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis, pencegahan dan pengobatannya kepada masyarakat; Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit tuberculosis; dan Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sebagai kader, penyuluh atau Pengawas Menelan Obat (PMO)    (2) Peran Kader PPTI sebagai Motivator dalam penangulangan Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng : memberikan pendampingan kepada pasien TB, melakukan pengawasan kepada pasien TB, dan memotivasi penderita TB agar mau berobat sampai sembuh
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor PPTI Kabupaten Buleleng dan lokasi penderita TB yang ada di Kabupaten Buleleng, dengan tujuan untuk mengetahui peran Kader PPTI dalam melaksanakan program penanggulangan penyakit tuberkulosis. Selanjutnya menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan pemanfaatan dokumen. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif. Dalam hal ini analisis dilakukan sepanjang berlangsungnya penelitian dan dilakukan secara terus menerus (sirkuler) dari awal sampai akhir penelitian.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1)    Cara Kader PPTI Memberikan Sosialisasi Tentang Penyakit TB kepada Masyarakat
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PPTI adalah mengadakan sosialisasi berupa penyuluhan tentang TB, pencegahan dan pengobatan kepada masyarakat, baik perseorangan, massal  secara langsung maupun melalui media cetak atau media elektronik. Penyuluhan kepada masyarakat ini diberikan langsung oleh kader PPTI. Pelaksanaan setiap sebulan sekali yang bertepatan dengan pelaksanaan kegiatan Posyandu yang bertempat di balai dusun atau balai banjar. Yang menjadi sasaran dalam penyuluhan ini adalah ibu-ibu balita yang datang ke Posyandu membawa anaknya, pengurus PKK, Kelian banjar, serta kader Posyandu. Saat penyuluhan itulah masyarakat diberikan pemahaman yang lebih jelas tentang penyakit tuberculosis.
Dari pendapat yang disampaikan oleh narasumber, dan sesuai dengan pengamatan secara langsung di lapangan, dalam hal ini di Posyandu, dapat dijelaskan bahwa kegiatan kader PPTI dalam memberikan penyuluhan tentang tuberculosis, pencegahan dan pengobatannya kepada masyarakat dilaksanakan dengan cara bertatap langsung tanpa menggunakan media. Dalam penyuluhan tersebut, dibangun komunikasi yang baik antara kader PPTI sebagai komunikator dengan masyarakat sebagai komunikan. Dalam kegiatan penyuluhan tersebut, biasanya digunakan bahasa yang mudah dan sederhana, yang dipahami oleh kedua pihak. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Effendy ( 2007 : 12 ) bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambing-lambang yang bermakna sama bagi kedua pihak.
Selanjutnya, seorang kader PPTI harus mampu meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit tuberculosis. Adapun cara yang dilakukan oleh kader PPTI untuk meningkatkan peran serta masyarakat agar ikut terlibat secara aktif dalam pemberantasan penyakit tuberculosis adalah lewat pemberdayaan masyarakat dengan cara membentuk kader dari warga masyarakat yang nantinya dapat mensosialisasikan tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat lainnya.
Peran serta masyarakat dalam program penanggulangan dan pemberantasan penyakit tuberculosis sangatlah diperlukan. Partisipasi masyarakat menjadi salah satu pendukung keberhasilan program pemberantasan penyakit tuberculosis. Hal ini sesuai dengan pengertian partisipasi yang disampaikan oleh Moekijat ( 2006 : 368 ), yang mengatakan bahwa partisipasi adalah baik rohani maupun perasaan dari seseorang dalam suatu kelompok untuk memberikan sumbangan kepada tujuan kelompok untuk memikul bagian tanggung jawab bersama.  
Cara selanjutnya yang dilakukan oleh kader PPTI dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat adalah dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sebagai kader, penyuluh dan Pengawas Minum Obat (PMO).   Pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan terhadap anggota masyarakat yang telah direkrut menjadi kader biasanya dilaksanakan selama 3 hari dan setelah selesai pendidikan dan pelatihan, kepada peserta diberikan Surat keputusan kader dari PPTI cabang untuk melaksanakan tugasnya.
Dari hasil penelitian ditemukan fakta bahwa pelaksanaan pelatihan dan pendidikan kepada calon kader maupun kepada kader PPTI yang telah aktif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para kader PPTI dalam penanggulangan penyakit tuberculosis. Hal ini sesuai dengan makna dari pendidikan dan latihan yang disampaikan oleh Jan Bella   ( Hasibuan, 2012 : 70 ) yang mengatakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, latihan berorientasi pada praktek dan dilakukan di lapangan.
Saat pelaksanaan diklat, selain penyampaian materi tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit tuberculosis, juga disampaikan tentang keberadaan atau status kader PPTI tersebut. Status kader PPTI adalah sukarelawan, tidak mendapatkan honor dan hanya mendapatkan uang transport. Tidak ada syarat-syarat khusus untuk bisa menjadi kader PPTI. Semua masyarakat yang bersedia, berminat dan memiliki kepedulian terhadap masalah kesehatan khususnya penyakit tuberculosis bisa menjadi kader PPTI. Usia seorang kader PPTI juga tidak dibatasi.
Menjadi kader PPTI bukanlah sebuah pekerjaan yang bisa menghasilkan materi. Menjadi kader PPTI adalah panggilan jiwa atas kepedulian terhadap masalah-masalah kesehatan khususnya penyakit tuberkulosis. Kader PPTI adalah sukarelawan yang tentunya bekerja secara sukarela. Hal ini sesuai dengan pengertian kader yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Kemenkes RI yang menyatakan bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela.
Sebagai seorang sukarelawan, seorang kader PPTI juga haruslah memenuhi beberapa persyaratan yakni : (1) seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain  itu harus disegani dan dihormati oleh pasien; (2) seseorang yang tinggal dekat dengan pasien; (3) bersedia membantu pasien dengan sukarela; dan (4) bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

2) Peran Kader PPTI sebagai Motivator dalam Penanggulangan Tuberkulosis
Motivasi berarti rangsangan atau dorongan untuk membangkitkan semangat kerja kepada seseorang atau kelompok. Motivasi menekankan pada bagaimana menggerakkan dan mengarahkan daya serta potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif sehingga berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditentukan. Sebagai seorang motivator, kader PPTI Cabang Buleleng melaksanakan beberapa kegiatan dalam rangka penanggulangan tuberculosis di kabupaten Buleleng. kegiatan tersebut adalah : memberikan pendampingan kepada pasien atau penderita tuberculosis, melakukan pengawasan kepada pasien atau penderita tuberculosis, serta memotivasi penderita tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh.
Pendampingan yang dilakukan oleh kader PPTI kepada penderita tuberculosis adalah dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke rumah penderita setiap satu bulan sekali. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melihat kondisi penderita tuberculosis, terutama bagi yang sudah mendapatkan penanganan medis yakni sudah mendapatkan pengobatan.
Motivasi yang diberikan oleh kader PPTI sebagai seorang motivator adalah dengan melakukan pendampingan berupa mengunjungi penderita TBC minimal sebulan sekali. Dalam pendampingan tersebut, seorang kader PPTI mendorong dan memberikan semangat kepada penderita TBC agar mau melakukan usaha penyembuhan dirinya dengan rutin berobat dan rajin minum obat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasibuan ( 2007 : 140 ) yang menyatakan bahwa motivasi bertujuan untuk mendorong atau merangsang seseorang atau kelompok agar orang atau kelompok tersebut lebih bergairah dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kasus ini motivasi bertujuan mendorong atau merangsang penderita TBC agar mau rutin berobat dan rajin minum obat.
Peran berikutnya yang dilakukan oleh kader PPTI sebagai motivator dalam penanggulangan penyakit TBC adalah dengan melakukan pengawasan kepada penderita TBC. Pengawasan yang dilakukan oleh kader PPTI kepada pasien atau penderita TBC adalah melakukan pengawasan secara langsung dengan mengunjungi pasien di rumahnya. Atau bisa juga dilakukan dengan memanfaatkan anggota keluarga penderita untuk mengawasi tentang keteraturan penderita dalam hal minum obat. Dalam hal ini keluarga juga dilibatkan sebagai pendamping minum obat. Proses pengawasan yang dilakukan terhadap pasien atau penderita TBC oleh kader PPTI biasanya juga melibatkan petugas TBC dari Puskesmas.
Peran kader PPTI dalam penanggulangan penyakit tuberculosis khususnya yang dilakukan oleh kader PPTI Cabang Buleleng adalah tugas yang sangat mulia, meskipun tidak mendapatkan imbalan materi terhadap apa yang dilakukannya. Menjadi kader PPTI besifat sukarela. Sebagai sukarelawan maka kader PPTI harus siap menerima segala macam resiko dan tantangan yang dijumpai di lapangan, terutama ketika berhadapan langsung dengan penderita tuberculosis. Dalam benak mereka hanya ada satu tujuan, yakni mensukseskan program penanggulangan tuberculosis sehingga suatu saat nanti Indonesia khususnya kabupaten Buleleng bisa terbebas dari penyakit TBC. Hal ini sesuai dengan pengertian motivasi yang disampaikan oleh Kuswata ( 2005 : 55 ) yang menyatakan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendasari seseorang untuk berbuat sesuatu; alasan-alasan mengapa seseorang berbuat sesuatu; dorongan seseorang yang berbuat sesuatu.

PENUTUP
Dari pemaparan lewat hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bebrapa hal, yaitu : (1)Cara-cara kader PPTI dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat adalah dengan memberikan penyuluhan tentang tuberculosis, pencegahan dan pengobatannya. Kemudian dengan menigkatkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan penyakit tuberculosis, dan juga dengan melaksnakan kegiatan pendidikan danpelatihan kepada masyarakat sebagai calon kader PPTI, penyuluh dan pengawas minum obat. (2) Peran kader PPTI sebagai motivator dalam penanggulangan tuberculosis di Kabupaten Buleleng adalah dengan memberikan pendampingan dan melakukan pengawasan kepada pasien atau penderita tuberculosis serta memotivasi penderita tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh.

DAFTAR PUSTAKA
Awusi RYE, Saleh YD & Hadiwijoyo D. 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi penemuan penderita TB paru di kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat, LPM Universitas Tadulako : Palu
Bungin,Burhan, 2012, Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Raja Grafindo Perkasa : Jakarta
Depkes RI. 2008. Situasi Epidemilogi TB Indonesia, Subdit TB Dekpes RI : Jakarta
Effendi, Onong Uchjana, 2007, Human Relations dan Public Relations, Mandar Maju : Bandung
Hasibuan, Malayu,S.P. 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, PT. Bumi Aksara : Jakarta
Hendarso,Emy Susanti.2007.Metode Kualitatif,Kencana Prenada Media Group: Jakarta
Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-1014. Kementerian Kesehatan RI  Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: Jakarta
Kemenkes RI. 2014.Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan: Jakarta
Kuswata, R. Agustoha, 2005, Management Pembangunan Desa, Grafindo Utama: Jakarta
Moekijat, 2006.Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT. Mandiri Maju : Bandung
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung
PPTI. 2010. Buku Saku PPTI, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia: Jakarta
Trianto, 2009,Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Jakarta : Kencana.
Trisnawati G. 2008. Pelatihan Peningkatan kemampuan kader dalam penanganan tuberculosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Gemolong II Sragen, Jurnal Warta,Universitas Negeri Semarang.
WHO.2009. Global tuberculosis control epidemiology, strategy, financing. World Health Organization
Wijaya, I Made Kusuma.2013. Pengetahuan,Sikap dan Motivasi Terhadap Keaktifan Kader Dalam Pengendalian Tuberkulosis, Jurnal



PERANAN TENAGA ADMINISTRASI SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN PRESTASI SISWA DI SMP NEGERI 4 GEROKGAK KABUPATEN BULELENG

Oleh : Putu Edi Agustina*1 dan I Nyoman Mudarya*2
*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf  Pengajar FKIP Universitas Panji Sakti

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 6 No. 1- Agustus 2016, hal 25-36)

Abstraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan tenaga administrasi sekolah dalam meningkatkan prestasi siswa di SMP Negeri 4 Gerokgak. Dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang hanya menggambarkan, mendeskripsikan, dan meringkas berbagai kondisi dan situasi yang ada dengan sasaran pokok adalah agar bisa menggambarkan secara rinci peranantenaga administrasi sekolah dalam meningkatan prestasi siswa di SMP Negeri 4 Gerogak, Kecamatan Gerogak, Kabupaten Buleleng. Dalam hal ini dalam proses pembelajaran sangat diperlukan peran tenaga administrasi sekolah, karena dalam setiap kegiatan pembelajaran yang berlangsung memerlukan sarana dan prasarana penunjang. Tenaga administrasi sekolah selalu berperan dalam menghasilkan sebuah iklim belajar yang kondusif sehingga peserta didik merasa nyaman untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Semua prestasi yang telah diraih oleh siswa SMP Negeri 4 Gerokgak dalam setiap kegiatan lomba khususnya lomba non akademik, tidak terlepas dari dukungan sarana dan prasarana, pembiayaan, pembinaan serta profesionalisme guru dan tenaga administtasi sekolah.  Tenaga administrasi sekolah selalu berperan dalam kegiatan tersebut guna menunjang segala kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan prestasi siswa.


Kata Kunci : Peranan, Tenaga Adninistrasi Sekolah, Prestasi Siswa

1.        PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan nasional yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang Dasar 1945. Sesuai dengan tujuan nasional bangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan menjadi sangatlah penting.  Menurut Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tetang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa  yang dimaksud dengan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar danproses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia.
Sekolah sebagai satuan pendidikan adalah tempat diselenggarakannya pendidikan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sekolah merupakan lembaga professional yang bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang berkepribadian yang matang dan bertanggung jawab terhadap masyarakat serta terhadap dirinya. Sekolah merupakan salah satu tempat proses pendidikan berlangsung. Di sekolah terdapat proses pembelajaran yang bertujuan untuk menciptakan sebuah prestasi. Suatu proses pendidikan dianggap berhasil baik jika mampu menghasilkan output peserta didik yang berprestasi dan mempunyai kompetensi serta mampu untuk berkompetisi dalam persaingan global.
Tenaga Kependidikan yang salah satunya adalah tenaga administrasi sekolah adalah sebagai penunjang dalam penyelenggaraan pendidikan. Tenaga Administrasi Sekolah adalah sumberdaya manusia di sekolah yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan belajar mengajar tetapi sangat mendukung keberhasilannya dalam kegiatan administrasi sekolah.  Menurut Mustofa (Ayu Wyantini, 2009:5) penilaian kesuksesan pendidikan seharusnya dilihat dari berbagai sudut pandang.  Mulai dari pengaturan jadwal pembelajaran yang teratur, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah yang memadai dan memenuhi standar, kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekolah yang selalu terjaga, manajemen sekolah yang tegas serta supervisi yang ketat. Semua faktor itu adalah peran strategis dari tenaga administrasi sekolah, baik itu staf pada bagian tata usaha, pustakawan, laboran, maupun pesuruh/penjaga sekolah.
Penghargaan terhadap pentingnya peranan dan fungsi tenaga administrasi sampai saat ini masih kurang disadari dan kurang mendapat perhatian baik oleh warga sekolah, masyarakat, ilmuwan, maupun pejabat. Padahal peranan tenaga administrasi sekolah sangatlah penting dalam proses pembelajaran di sekolah yang membantu dalam menyiapkan segala keperluan sarana dan prasarana yang menunjang dalam proses kegiatan belajar mengajar. Proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik jika sarana penunjang pembelajaran tidak dipersiapkan dengan baik.  Proses belajar mengajar yang kurang baik akan mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu prestasi siswa.
Mengingat begitu pentingnya peranan tenaga administrasi sekolahterhadap prestasi siswa, sebagaimana seperti yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai peranan tenaga administrasi sekolah dalam meningkatkan  prestasi siswa, khususnya pada jenjang pendidikan dasar, yaitu pada SMP Negeri 4 Gerokgak, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.

2.    METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bungin (2012 : 32 ), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Sedangkan menurut Trianto (2009 : 179) penelitian kualitatif adalah penelitian yang percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka.
Yang menjadi informan dalam penelitian ini terutama adalah Kepala Sekolah, Guru-Guru, Pegawai Administrasi, dan Siswa-Siswa di SMP Negeri 4 Gerokgak   Informan tersebut ditunjuk secara purposive dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka tentang masalah yang ditelaah.
Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
1.           Peranan tenaga administrasi sekolah dalam proses pembelajaran peserta didik (Siswa) di sekolah yang meliputi :
a. Pelaksana urusan administrasi sarana dan prasarana dalam melaksanakan administrasi inventarisasi dan kelengkapan sarana prasarana sekolah
b. Pelaksana urusan administrasi kesiswaan dalam melaksanakan pengelolaan administrasi kesiswaan
c.    Petugas laboratorium dan petugas perpustakaan sekolah dalam menunjang segala kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran
2.            Peranan pelaksana urusan admnistrasi sekolah dalam meningkatkan prestasi siswa, dalam hal ini bertugas melaksanakan pengelolaan administrasi di sekolah dan pelayanan teknis yaitu melaksanakan administrasi keuangan, administrasi kepegawaian dan administrasi persuratan dan pengarsipan.
Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Negeri 4 Gerokgak, kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, dengan tujuan untuk mengetahui tentang bagaimana peranan tenaga administrasi sekolah dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 4 Gerokgak.  Selanjutnya menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan pemanfaatan dokumen. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif. Dalam hal ini analisis dilakukan sepanjang berlangsungnya penelitian dan dilakukan secara terus menerus (sirkuler) dari awal sampai akhir penelitian.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1). Peranan Tenaga Administrasi Sekolah dalam Proses Pembelajaran Peserta Didik ( Siswa ) di SMP Negeri 4 Gerokgak

Seluruh keberhasilan kegiatan sekolah merupakan tanggung jawab semua warga sekolah dalam mencapai visi dan misi sekolah.  Keberhasilan pendidikan adalah menghasilkan lulusan yang berkualitas sehingga diperlukan kerjasama yang baik dari semua pihak.  Pelaksanan proses pembelajaran siswa disekolah berperan penting dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas.  Tenaga administrasi sekolah adalah tenaga kependidikan yang bertugas memberikan dukungan layanan administrasi guna terselenggaranya proses pendidikan di sekolah.  Untuk hal itulah, maka keberadaan tenaga administrasi sekolah sangat diperlukan demi kelancaran proses pembelajaran di sekolah.
Tenaga kependidikan atau tenaga administrasi sekolah berperan dalam menunjang penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan nasional bangsa yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945, tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) yang mengutamakan pencapaian dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Mendeskripsikan tenaga administratif atau tenaga non edukatif/non guru, yakni personal yang tidak langsung bertugas mewujudkan proses pembelajaran, antara lain meliputi pegawai tata usaha, pegawai laboratorium, keuangan, sopir, pesuruh, jaga malam, pegawai perpustakaan dan lain-lain ( Nawawi, 2008 : 65 ) Sedangkan menurut Asmani (2011:42) menyatakan bahwa tenaga administrasi atau tata usaha adalah staf yang melaksanakan tugas-tugas teknis ketatausahaan dengan latar belakang keahlian dan latar belakang pendidikan masing-masing.
Tugas tenaga adminsitrasi sekolah menurut Sagala (2010:176), menyatakan bahwa tenaga administrasi sekolah atau ketatausahaan bertugas membantu kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan dalam kelancaran kegiatan administrasi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan logistik sekretariat dan surat menyurat, kepeserta didikan, transportasi, dan sebagainya yang teknis administratif, sedangkan Menurut Asmani (2011 : 60) menyatakan bahwa tugas administrasi sekolah mencakup tugas-tugas pokok yang dilaksanakan di sekolah. Tugas-tugas tersebut meliputi a) Bidang Akademik, b) Bidang kesiswaan, c) Bidang personalia, d) Bidang keuangan, e) Bidang sarana dan prasarana, dan f) Bidang hubungan masyarakat.
Begitu pula dalam kegiatan pendidikan di SMP Negeri 4 Gerokgak, keberadaan tenaga administrasi sekolah menjadi sangat penting. Jumlah tenaga administrasi sekolah di SMP Negeri 4 Gerokgak sebanyak 7 (tujuh ) orang, tediri dari 5 orang dengan status tenaga tetap ( Pegawai Negeri Sipil ) dan 2 orang pegawai honor. Kualifikasi pendidikan yang dimiliki oleh tenaga administrasi sekolah di SMP Negeri 4 Gerokgak adalah 1 orang sarjana, 5 orang tamatan SMA/SMK, serta 1 orang tamatan SD yakni petugas kebersihan. Jumlah tersebut sebenarnya masih kurang bila dibandingkan dengan banyaknya beban tugas yang harus dilaksanakan. Sehingga beberapa orang tenaga administrasi sekolah di SMP Negeri 4 Gerokgak, ada yang merangkap tugasnya.
Peran tenaga administrasi sekolah dalam memperlancar proses pembelajaran di sekolah sangatlah penting.  Tenaga administrasi sekolah sebagai pelaksana urusan administrasi sarana dan prasarana mempunyai tugas dalam pengelolaan administrasi sekolah dan menyiapkan segala keperluan sarana dan prasarana dalam kegiatan belajar mengajar.  Selanjutnya, tenaga administrasi sekolah juga bertugas sebagai pelaksana urusan administrasi kesiswaan dalam melaksanakan pengelolaan administrasi kesiswaan. Dalam tugas ini, seorang tenaga administrasi sekolah, dalam setiap proses pembelajaran melaksanakan tugas diantaranya menyiapkan absensi untuk peserta didik (siswa) yang akan mengikuti proses pembelajaran, serta menyiapkan jurnal bagi guru yang akan mengajar.  Tugas tenaga administrasi sekolah dalam hal ini sudah sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sahertian ( 2005:32 ) bahwa tenaga administrasi sekolah membantu kegiatan administrasi sekolah yang menunjang proses pembelajaran yaitu pengelolaan pengajaran, pengelolaan kesiswaan, pengelolaan personaliaan, pengelolaan peralatan sekolah termasuk media pengajaran dan buku-buku sekolah, pengelolaan keuangan sekolah dan hubungan sekolah dan masyarakat.
Tenaga administrasi sekolah juga berperan dalam proses pembelajaran siswa, dalam hal ini sebagai petugas laboratorium dan sebagai petugas perpusatakaan.  Petugas laboratorium  dan petugas perpustakaan merupakan orang yang berperan penting dalam pengelolaan laboratorium dan perpustakaan, mereka bertugas dalam menyiapkan kondisi ruangan laboratorium dan perpustakaan yang harus selalu bersih, nyaman, alat-alat serta bahan-bahan untuk praktek agar selalu tersedia, kelengkapan koleksi buku pelajaran maupun buku penunjang sangat penting untuk membantu proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan prestasi siswa.

2).  Peranan Tenaga Administrasi Sekolah dalam Meningkatkan Prestasi Siswa di SMP Negeri 4 Gerokgak
Tenaga administrasi sekolah yang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut tenaga kependidikan ialah tenaga / pegawai yang bekerja pada satuan pendidikan yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Dalam hal ini seorang pegawai tenaga administrasi sekolah dituntut untuk memiliki kompetensi khusus agar dpat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi adalah kemampuan melaksanakan tugas yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan ( Junaidi dalam Syarifudin, 2011 : 17 ).  Kompetensi dapat pula dimaknai sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak Sedangkan tenaga administrasi sekolah adalah tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Dengan menggabungkan dua pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kompetensi tenaga administrasi sekolah adalah kemampuan yang diperoleh tenaga administrasi sekolah melalui pendidikan dan latihan untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Sedangkan menurut Syaefuddin (dalam Syarifudin,2011:18) memberikan pengertian kompetensi tenaga administrasi sekolah sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas, peran dan kemampuan mengintegrasikan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan dalam pelaksanaan pekerjaannya yang dituntut dalam kecakapan teknis operasional atau teknis administratif di sekolah.
Kompetensi standar yang harus dimiliki oleh tenaga administrasi sekolah diatur dalam pasal 1 permendiknas nomor 24 tahun 2008. Dalam lampiran permendiknas tersebut kompetensi tenaga administrasi sekolah dipetakan ke dalam empat dimensi kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, sosial, teknis dan manajerial. Masing-masing kompetensi ini dalam permendikas nomor 24 tahun 2008 kemudian dijabarkan dalam sub kompetensi yang lebih rinci agar dapat dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi dalam setiap jenis dan jabatan administrasi sekolah dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah.
Peran seorang tenaga administrasi adalah mendukung pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. Khusus pelaksana urusan kepegawaian adalah mengatur administrasi kepegawaian untuk guru-guru dan pegawai lainnya. Dalam hal ini bertugas menyiapkan data dan informasi guru dan pegawai. Data tersebut seperti data jumlah guru dan pegawai, data golongan/pangkat, daftar urut kepangkatan guru dan pegawai, absensi guru dan pegawai, data buku induk guru dan pegawai, dan lain sebagainya.  Selain itu juga bertugas dalam melayani guru yang akan mengurus administrasi kepangkatan seperti pelayanan dalam pembuatan kenaikan gaji berkala maupun dalam pengurusan kenaikan pangkat/golongan, sehingga pelaksanaan proses pembelajaran disekolah tidak terganggu.
Tenaga administrasi sekolah juga bertugas sebagai pelaksana urusan administrasi persuratan dan pengarsipan, dalam hal ini tenaga administrasi sekolah bertugas dalam distribusi surat masuk dan keluar, pengelolaan nomor agenda surat, dan penerusan disposisi dari kepala sekolah kepada guru atau pegawai yang ditunjuk sampai pada pengarsipan surat masuk dan keluar.
Selanjutnya, tenaga administrasi sekolah yang bertindak sebagai pelaksana administrasi keuangan, memiliki peran yang sangat penting sebagai penunjang terselengaranya segala kegiatan di sekolah, baik dalam kegiatan berupa proses pembelajaran maupun dalam kegiatan ekstra kurikuler atau lomba-lomba yang diikuti oleh siswa-siswa di SMP Negeri 4 Gerokgak. Tugas seorang tenaga administrasi sekolah sebagai pelaksana administrasi keuangan adalah membantu kepala sekolah menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), memproses pertanggung jawaban dan mengadministrasikan keuangan.
Berbagai prestasi yang diraih oleh siswa-siswa SMP Negeri Gerokgak dalam lomba khususnya lomba non akademik tidak terlepas dari dukungan yang diberikan oleh seluruh komponen yang ada di SMP Negeri Gerokgak, termasuk juga tersedianya sokongan dana yang memang sudah dianggarkan sebelumnya.
Terhadap prestasi-prestasi yang telah ditorehkan oleh siswa-siswi SMP Negeri 4 Gerokgak tersebut, peran tenaga administrasi sekolah ternyata tidak bisa diabaikan. Mulai dari menerima surat undangan untuk mengikuti sebuah lomba dari panitia lomba, kemudian penyiapan anggaran serta sarana dan prasarana pendukung untuk proses latihan sampai kepada pelaksanaan lomba, menyiapkan berbagai kelengkapan administrasi untuk mengikuti lomba, banyak melibatkan tenaga administrasi sekolah. Dengan kerjasama dan koordinasi yang baik diantara seluruh komponen yang ada di SMP Negeri 4 Gerokgak, baik itu dari pihak guru, peserta didik, serta tenaga administrasi sekolah, proses pendidikan dapat berlangsung dengan baik sesuai harapan.  Dengan demikian diharapkan prestasi siswa di SMP Negeri 4 Gerokgak dapat terus ditingkatkan, khususnya prestasi dalam lomba-lomba akademik yang sampai saat ini belum bisa dicapai.
Harus ada keseimbangan antara prestasi non akademik yang selama ini sudah banyak diraih dalam berbagi lomba dengan bidang akademik. Jangan sampai cap sebagi murid desa yang hanya hebat dalam bidang non akademik terus melekat pada siswa-siswi SMP Negeri 4 Gerokgak. Kedepan harus bisa dibuktikan bahwa murid didesapun bisa bersaing dan berprestasi di bidang akademik, misalnya dapat menjadi juara dalam lomba olimpiade sains yang sering diselenggarakan oleh berbagai instansi. Tahap awal harus bisa dibuktikan dengan kemampuan lulusan SMP Negeri 4 Gerokgak dengan nilai yang lebih baik dan bisa untuk bisa menembus dan diterima   di sekolah – sekolah favorit di kabupaten Buleleng.

PENUTUP
Dalam proses pembelajaran sangat diperlukan peran tenaga administrasi sekolah, karena dalam setiap kegiatan pembelajaran yang berlangsung memerlukan sarana dan prasarana penunjang.Tenaga administrasi sekolah dalam hal ini pelaksana urusan administrasi sarana prasarana bertugas dalam melaksanakan administrasi inventarisasi dan kelengkapan sarana dan prasarana sekolah untuk bisa membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.  Selain itu dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar disekolah juga diperlukan pengelolaan administrasi kesiswaan yang baik, diantaranya menyiapkan absen siswa, menyiapkan jurnal kelas, pengelolaan data siswa, dan lain sebagainya yang menyangkut tentang siswa merupakan peran dari tenaga administrasi sekolah khususnya pelaksana urusan administrasi kesiswaan.
Petugas laboratorium  dan petugas perpustakaan merupakan orang yang berperan penting dalam pengelolaan laboratorium dan perpustakaan, mereka bertugas dalam menyiapkan kondisi ruangan laboratorium dan perpustakaan yang harus selalu bersih, nyaman, alat-alat serta bahan-bahan untuk praktek agar selalu tersedia, kelengkapan koleksi buku pelajaran maupun buku penunjang sangat penting untuk membantu proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan prestasi siswa.
Terhadap prestasi-prestasi yang telah ditorehkan oleh siswa-siswi SMP Negeri 4 Gerokgak, peran tenaga administrasi sekolah tidak bisa diabaikan. Mulai dari menerima surat undangan untuk mengikuti sebuah lomba dari panitia lomba, kemudian penyiapan anggaran serta sarana dan prasarana pendukung untuk proses latihan sampai kepada pelaksanaan lomba, menyiapkan berbagai kelengkapan administrasi untuk mengikuti lomba, banyak melibatkan tenaga administrasi sekolah
Sebuah proses belajar yang baik akan menghasilkan sebuah iklim belajar yang kondusif sehingga peserta didik merasa nyaman untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Semua prestasi yang telah diraih oleh siswa SMP Negeri 4 Gerokgak dalam setiap kegiatan disekolah maupun dalam ajang  lomba khususnya lomba non akademik, tidak terlepas dari dukungan sarana dan prasarana, pembiayaan, pembinaan serta profesionalisme guru dan tenaga administtasi sekolah.
Tenaga administrasi sekolah selalu berperan dalam kegiatan tersebut guna menunjang segala kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan prestasi siswa, yaitu sebagai administrator, pengelola, dan sebagai pelayan teknis.  Dalam hal ini selalu ada peranan tenaga administrasi sekolah dalam persiapan pembelajaran meski tidak secara langsung berperan mendistribusikan pengetahuan kepada peserta didik. Termasuk juga persiapan dalam mengikuti berbagai lomba yang diikuti oleh siswa SMP Negeri 4 Gerokgak

DAFTAR PUSTAKA
Al-Gharuty, Fu'adz. 2009. “Fungsi dan Peranan Tenaga Kependidikan Lainnya dalam Menunjang Kelancaran dan Keberhasilan Pembelajaran di Sekolah.”https://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/tenaga-kependidikan,diakses tanggal 2 Januari 2016
Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Tips Praktis Membangun dan Mengolah Administrasi Sekolah. DIVA Press, Jogjakarta
Bungin,Burhan, 2012, Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Raja Grafindo Perkasa : Jakarta
Komarudin, 1994. Ensiklopedia Manajemen.  Bumi Aksara, Jakarta
Mulyasa, E. 2011.  Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah.PT Bumi Aksara,Jakarta
Nawawi, Hadari. 2008. Administrasi Pendidikan. Haji Masagung,Jakarta
Permata, Seftiany. 2009. “Peran Tenaga Administrasi Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Sekolah di MAN Kota Mojokerto.”https://www.scribd.com/doc/223519058/Peran-Tenaga-Administrasi-Sekolah-Dalam-MeningkatkanMutu-Pelayanan-Sekolah, diakses tanggal 9 Juni 2016
Sagala, Syaiful. 2010. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Alfabeta, Bandung
Sahertian, Piet A. 2005. Dimensi Administrasi  Pendidikan, Usaha Nasional,
Santoso, Gempur, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.Prestasi Pustaka,Jakarta
Setiawan, Gede.2015. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Memotivasi Kerja Guru Di Sekolah Dasar Negeri 1 Paket Agung Singaraja. Skripsi Jurusan Administrasi FISIP UNIPAS Singaraja
Surabaya:
Sutisna, Oteng. 1989. Admnistrasi Pendidikan Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional. Angkasa, Bandung
Syarifuddin,2011.”Meningkatkan Kompetensi Tenaga Administrasi Sekolah (TAS) Dalam Mengelola Administrasi Kepegawaian Melalui Peran Kepala Sekolah SebagaiManajer.”http://www.academia.edu/8180503/ Meningkatkan_Kompetensi
Syarifuddin,2016. Tenaga_Administrasi Sekolah (TAS_Dalam Mengelola_Administrasi_ Kepegawaian_Melalui_Peran_Kepala_Sekolah Sebagai_Manajer, diakses tanggal 27 Mei 2016
Trianto, 2009,Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kencana : Jakarta
Wyantini, Kadek.2011. Peranan Tenaga Kependidikan Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa Di SMA Negeri 1 Seririt. Skripsi Jurusan Administrasi FISIP UNIPAS Singaraja