Sabtu, 30 Januari 2016

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Dalam Implementasi Desentralisasi Di Pemerintahan Daerah Bali



Oleh : Ida Ayu Putu Sri Widnyani
(Staf Pengajar Magister Ilmu Administrasi Universitas Ngurah Rai Denpasar)

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 4 No. 1- Agustus 2015, hal 56-70)

Abstrak
Sejak diberlakukan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dengan penekanan mendasar pada otonomi daerah melaluidesentralisasi pemerintah pusat memberikan pada pemerintah daerah kewenangan untuk menjalankan pemerintahan daerahnya sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing. Roda pemerintahan daerah dijalankan diawali dengan perumusan perencanaan pembangunan yang lebih dikenal dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Pembangunan kapasitas pemerintahan daerah untuk mencapai program yang efektif diperlukan partisipasi dari seluruh stakeholder. Partipasi dapat berjalan jika terdapat keberimbangan kemampuan antara berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan (governance) perencanaan pembangunan. Dalam teori governance tercapainya program pembangunan pemerintahan daerah secara efektif dan efisien, transparansi dan akuntabilitas diperlukan partisipasi dari tiga pilar yaitu government, private sector dan social society.
Masing-masing daerah di Indonesia yang terdiri dari beragam suku, adat dan budaya. Pemerintah daerah dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan dalam program pembangunan  tidak bisa lepas dari  kearifan lokal yang dimiliki masing-masing daerah.
Demikian pula halnya di Provinsi Bali, kearifan lokal yang dimiliki sangat unik. Dalam menjalankan program pembangunan  sangat didukung oleh organisasi informal yang disebut “Desa Pekraman” . Desa Pekraman mempunyai kekuatan yang lebih dipercaya masyarakat Hindu di Bali daripada Desa Dinas.
Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk mencapai perencanaan pembangunan yang efektif sesuai dengan prinsip-prinsip governance diperlukan capacity building Pemerintah Daerahdengan faktor pengungkitnya adalah Desa Pekraman.

Kata Kunci : Desentralisasi, Partisipasi Publik, Capacity Building, Musrenbang, dan Desa Pekraman.

1.    Pendahuluan
Penyerahan kewenangan pada pemerintah daerah untuk melaksanakan program pembangunan secara mandiri di daerah adalah esensi dari desentralisasi. Desentralisasi dan pembangunan demokrasi pada pemerintahan daerah adalah merupakan hal yang fundamental dalam proses politik.  Menurut Harold F Aderfer (dalam Muluk, 2009: 11), mengungkapkan bahwa terdapat dua prinsip umum dalam membedakan bagaimana pemerintah pusat mengalokasikan kekuasaannya ke bawahan. Pertama dalam bentuk decocentration yang sitemata-mata menyusun unit administrasi atai field stations, baik itu tunggal ataupun ada dalam hirierki, baik itu terpisah maupun bergabung, dengan perintah mengenai apa yang harusnya mereka kerjakan  atau bagaimana mengerjakannya. Kedua,  dalam bentuk decentralization dimana unit-unit lokal ditetapkan dengan kekuasaan tentetu atas bidang tugas tertentu. Pemerintah daerah dapat menjalankan penilaian, inisiatif dan pemerintahannya sendiri.
Selanjutnya pembangunan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara berkesinambungan ke arah perbaikan. Istilah pembangunan tidak hanya sebatas hal-hal yang berbau fisik yang dilihat secara kasat mata seperti pengadaan gedung, jalan atau yang lainnya akan tetapi juga pembangunan tersebut berkaitan dengan hal-hal yang tidak kelihatan secara kasat mata, hanya dapat dirasakan seperti perbaikan mental, spiritual termasuk prilaku, etika dan yang lainnya. Jaman orde baru sangat dikenal dengan membangun manusia Indonesia seutuhnya. Jadi yang dimaksudkan adalah pembangunan yang dilakukan secara fisik dan mental kepada setiap individu sebagai warga negara yang nantinya akan mencerminkan kepada pembangunan bangsa dan negara Indonesia. 
Reformasi yang bergulir sejak Mei 1998 telah mendorong perubahan pada hampir seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Elemen-elemen utama dalam reformasi tersebut adalah demokratisasi, desentralisasi, dan pemerintahan yang bersih “good governance”. Ketiga elemen utama reformasi tersebut telah mendorong terciptanya tatanan baru hubungan antara pemerintah dengan masyarakat madani dan dunia usaha; hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan penciptaan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan-kebijakan pembangunan. Selain itu, amendemen UUD 1945 mengamanatkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden serta kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, dan diisyaratkan pula tidak akan ada lagi GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) sebagai arahan bagi Pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan.
Mengapa pembangunan perlu dibuatkan perencanaan? sebuah pertanyaan yang sangat mendasar. Diawali dengan  kehidupan manusia yang bersifat infinit (terbatas), namun kesejahteraan yang diinginkan  bersifat definit(tak terbatas), karena tidak ada yang membatasi secara kualitas, kuantitas maupun volume dari tingkat kesejahteraan itu (Wrihatnolo, 2006 : 3). Lebih lanjut wrihatnolo menjelaskan bahwa manusia dan alam tempat tinggalnya terbatas, artinya manusia apabila mampu memenuhi persyaratan, akan dapat meraih setinggi apapun kesejahteraan yang diharapkan. Manusia berlomba dengan waktu agar dapat mencapai harapannya. Jika kesejahteraan ingin dicapai dalam suasana serba keterbatasan, manusia harus membuat perencanaan (Wrihatnolo, 2006 : 3).
Tidak hanya manusia sebagai individu, pemerintahpun yang notabene mengelola semua sumberdaya yang dimiliki negara mengalami keterbatasan. Dari keterbatasan yang dimiliki pemerintah agar mampu memberikan kesejahteraan kepada warganegara. Seperti pemerataan dalam bidang pembangunan dirasa perlu melakukan perencanaan. Perencanaan pembangunan dalam rangka pencapaian pembangunan yang efektif, efisien, transparansi serta mampu mensejahterakan warga negara diperlukan partisipasi dari stakeholders. Sehingga dengan demikian selain tercapai efisiensi juga dapat mendorong demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah. Sebab menurut Leemans 1970 (dalam Hoessein, 2011:6) menyebutkan pencanangan efisiensi sebagai tujuan desentralisasi diberbagai Negara berkembang sering menimbulkan kecenderungan dikorbankannya kepentingan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dari periode ke periode pemerintah selalu melakukan pembenahan di dalam perencanaan pembangunan seiring jaman reformasi.
Reformasi ini selanjutnya telah menuntut perlunya pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan dan pengelolaan keuangan negara secara nasional. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah merespon tuntutan perubahan ini dengan menetapkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dan kini telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 dan No. 40 Tahun 2006. Sistem perencanaan ini diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.

2. Perencanaan Pembangunan dalam Kebijakan Publik
Melalui sistem desentralisasi pemerintah daerah melaksanakan perencanaan pembangunan dengan berbagai model seperti perencanaan yang partisipatif, perencanaan bottom-up dan top-down, model perpaduan politik dan teknokrat. Model-model yang ditawarkan sudah sangat bagus, akan tetapi implementasi dari proses perumusan perencanaan pembangunan sangat kental bernuansa politis. Banyak kendala serta hambatan dalam menghasilkan perencanaan pembangunan menjadi sebuah kebijakan.
Proses perencanaan yang selama ini dilaksanakan setiap tahun yang dikenal dengan istilah musyawarah perencanaan pembangunan mulai dari dari tingkat kelurahan/desa, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, tingkat provinsi hingga tingkat pusat hanya sekedar seremonial. Partisipasi tiga pilar seperti Government, civil society dan sector private belum maksimal  berperan (Widnyani : 2011; 117). Teori sistem belum diimplementasikan dengan baik seperti sosialisasi keinginan pemerintah agar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, termasuk teori kesadaran akan posisi serta peran dari semua pihak. Sehingga kebijakan yang dihasilkan masih menjadi domain pemerintah ditingkat daerah. Banyak ketidakpuasan yang diterima masyarakat karena adanya gap antara kebutuhan masyarakat dengan kebijakan yang dihasilkan pemerintah daerah. Sebagai ilustrasi pemberitaan Redaksi berita Kendari sebagai berikut: Acap kali Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) digelar, kondisi jalan penuh kubangan itu selalu diusulkan oleh warga, namun arah pembangunan pemerintah tak juga menyentuh perbaikan jalanan itu. Fenomena serupa rupanya tak hanya terjadi di Kota Kendari, namun juga terjadi didaerah lain di Tanah Air, seperti Jogyakarta dan Kota-kota lainnya, walau konteks masalah yang dirasakan masyarakatnya berbeda-beda (Berita Kendari, 8 Juli 2011).
Dari gap antara kebutuhan masyarakat dengan hasil kebijakan dari pemerintah daerah menimbulkan konflik internal terutama di  masyarakat desa. Antara mengimplementasikan program kebijakan yang terkadang berupa proyek, atau mengembalikannya. Jika dikembalikan masyarakat sangat disayangkan karena sudah menjadi kebijakan, jika diambil tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal ini juga akan berimbas kepada pemberdayaan masyarakat, dimana dengan program yanng sudah diusulkan masyarakat desa tentu sudah diperhitungkan dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki terutama dalam penyediaan sumber daya manusia melalui pemberdayaan masyarakat setempat. Jika program yang keluar berbeda sehingga akan menjadi penghambat pembedayaan masyarakat lokal.
Gap tersebut juga akan berimbas bagi lurah atau kepala desa/perbekel, dimana posisi lurah Dalam melaksanakan tugasnya, lurah bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui camat. Pemilihan lurah atas penunjukan Bupati/walikota secara hierarkis harus tunduk kepada atasannya menjadi beban moral terhadap tanggung jawabnya sebagai pengayom masyarakat di wilayahnya. Akan sedikit berbeda dengan kepala desa yang dipilih oleh masyarakat.Kepala desa/perbekel secara moral hanya bertanggung jawab kepada masyarakat pemilihnya dan tidak bertanggung jawab secara moral kepada bupati. Terkadang kepala desa/perbekel bisa saja melakukan penolakan terhadap kebijakan bupati jika kebijakan tersebut ditentang oleh masyarakat pendukungnya. Hanya saja pemerintah daerah masih memiliki kekuatan untuk mengendalikan pimpinan desa (lurah/perbekel/kepala desa) melalui anggaran. Sehingga dalam kapasitas ini pemerintah daerah sebagai state centered.
Untuk memperkecil gap dalam perencanaan pembangunan, dalam tulisan ini ditawarkan tiga hal yang dapat dijadikan solusi yaitu pemerintah daerah perlu meningkatkan capacity building (Uraian mengenai  capacity building dalam pembahasan berikut). Meningkatkan partisipasi tiga pilar pembangunan yaitu governance seperti birokrasi, eksekutif kepala daerah dan satuan perangkat kerjanya termasuk Dewan Perwakilan rakyat daerah, sector privat yang melakukan investasi di daerah tersebut dan civil society yaitu masyarakat yang tidak memiliki saluran  ke eksekutif, para akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan, para pemuda/ karang taruna, media massa, kelompok perempuan. Hal inididukung olehpendapat :
“Perencanaan pembangunan harus memberI keleluasaan dan kesempatan yang luas kepada masyarakat dan stakeholders.Pelibatan masyarakat (stakeholders) tersebut sangat penting karena pada dasarnya pelaku utama pembangunan dalam system otonomi daerah adalah masyarakat, dalam hal ini masyarakat bukan sebagai obyek pembangunan tapi sebagai subyek pembangunan daerahnya. Model perencanaan pembangunan yang melibatkan masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dikenal dengan perencanaan pembangunan partisipatif” (Nurcholis, 2005: 10).

Selama ini kehadiran stakeholders dalam perencanaan pembangunan hanya sekedar undangan menyaksikan penetapan perencanaan pembangunan menjadi kebijakanpembangunan daerah. Mereka harus diberdayakan menjadikan masukdanberperandalam sistem, sehingga akan menjadi saling ketergantungan dan saling mengisi.
Khusus di wilayah Provinsi Bali dan kemungkinan hal inipun terjadi di daerah lain. Bahwa pemerintah daerah dalam melaksanakan perumusan perencanaan pembangunan wajib mengakomodir kearifan lokal yaitu desa Pekraman. MenurutPemerintah Provinsi Bali No 3 Tahun 2001 Tentang Desa PekramandanpendapatSurphamenyebutkanbahwa: “the conceptual foundation of desapakraman governance is pluralism, participation, original aoutonomy and empowerment of the village community(Holtzappel&Ramsteddt, 2009: 345). OlehkarenaituDesa Pekraman akan menjadi faktor pengungkit tercapainya prinsip-prinsip Good Governance dalam menghasilkan perencanaan pembangunan  yang efektif dan efisien.Mengapa Desa Pekraman ?
Di wilayah Provinsi Bali Desa Pekraman dengan pelaksanaan PERDA Pemerintah Provinsi Bali No 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pekraman. Menurut pengamatan Penulis, Desa Pekraman memiliki kekuatan yang lebih besar dari pada. Desa Dinas dan bahkan organisasi pemerintah daerah ditingkat kabupaten sampai provinsi. Desa Pekraman sangat dipercaya dan ditakuti oleh masyarakat Hindu di Bali. Seperti misalnya : penjaga ketertiban dan keamanan di Bali yang dimiliki oleh Desa Pekraman adalah Pecalang.Pecalang lebih di segani daripada Polisi. Gubernurpun saat melakukan kunjungan kerja pernah ditinggalkan oleh bendesa karena statementnya menyinggung para bendesa adat (Bali Post, 26 Pebruari 2012).
Desa Pekraman mampu membawa masyarakat Bali ke arah kesejahteraan, menjaga ketertiban dan keamanan. Seperti menjaga adat budaya Bali yang menjadi daya tarik wisatawan ke Pulau Bali, sehingga masyarakat Bali mampu melakukan perputaran ekonomi. Hal ini member dampak pada kehadiran Investor untuk melakukan investasi di Bali semakinmeningkat, karena menjadi daerah tujuan wisata serta keamanan terjamin dengan adanya pihak pengamanan yang dibantu oleh pecalang. Peluang dan kesempatan kerja terbuka luasterbukti banyak orang luar Bali menjadi pekerja di Pulau Bali mulai dari tukang bersih, pemulung, tukang angkut sampah, pedagang kaki lima sampai manajer bahkan pemilik hotel banyak bukan dari Bali. Dengan kekuatan dan kelebihan yang dimiliki Desa Pekraman harus menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah untuk melibatkan Desa Pekraman dalam setiap tahapan pembangunan mulai dariperencanaan, implementasi hingga tahap evaluasi.
Dalam tulisan ini ada tiga kunci sebagai sebuah sistem yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah dalam perumusan perencanaan pembangunan termasuk implementasi serta evaluasi dari kebijakan pembangunan yang dihasilkan. Ketiga kunci tersebut adalah : (1) peningkatan capacity Building pemerintah daerah, (2) peningkatan partisipasi tiga pilar yang menjadi domain Good Governance, dan (3) memperhatikan faktor pengungkit dengan melibatkan Kearifan Lokal “Desa Pekraman” (khusus di wilayah Provinsi Bali).



3.    Desentralisasi Dalam Mendorong Partisipasi Publik
Penerapan desentralisasi di Indonesia menuai banyak permasalahan, dari persoalan komplik  perebutan sumber daya, komplik wilayah perbatasan, persoalan pembagian wilayah kewenangan layanan publik, kisruh pelaksanaan Pilkada, korupsi masal di daerah dan persoalan rekrutmen dan penetapan serta pengangkatan staf di daerah. Disisi lain kalau dicermati perubahan system pemerntahan dari sentralisasi, merupakan sebuah peluang bagi daerah untuk dapat menyelenggarakan segala macam bentuk pengelolaan daerah sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan pilihan publik masyarakat “public choice”. Berkenaan dengan hal tersebut BC Smith menyampaikan sebagai berikut “decentralization organized according to public-choice principle said to overcome many of the problem with public provision of goods and services creates for efficiency and responsiveness. The problem of responsiveness is here seen as one of determining community-wide demand in the absence of competitive pricing” (Smith, 1985: 32).
Disisi lain pertimbangan kewenangan berada ditingkat daerah lebih memungkinkan pemerintah daerah mampu mendorong partisipasi publik, dengan lebih teliti dan secara seksama dapat menilai, berkoordinasi secara sepadan dengan masyarakat yang sedikit dibatasi oleh persoalan kearifan lokal, adat budaya masyarakat dan cara-cara kerja masyarakat dalam mewujudkan pembangunan dii daerah, ketimbang perencanaan pembangunan di lakukan oleh pusat.  Menurut pasa1 152 UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : (1) Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. (2)  Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a) penyelenggaraan pemerintahan daerah; b) organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah; c) kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah; d) keuangan daerah; e) potensi sumber daya daerah; f) produk hukum daerah; g) kependudukan; h) informasi dasar kewilayahan; dan i) informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Lebih lanjut dalam Undang-undang ini disebutkan bahwa perencanaan pembangunan  dari RPJM(Rencana Pembangunan Jangka Menengah) daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah.
Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting diperhatikan dan didorong dalam pemerintahan daerah, agar dapat mencapai tujuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan melalui pelayanan publik yang efektif dan efisien. Oleh karena dengan partisipasi masyarakat tinggi akan dapat meringankan dan mengurangi beban pemerintah daerah dalam mewujudkan dan memelihara hasil-hasil pembangunan. Berkenaan dengan layanan publik, diharapkan dengan partisipasi yang tinggi mekanisme layanan ke depan dilakukan secara mandiri (swalayan) oleh masyarakat, masyarakat memilih, melakukan dan mempertanggungjawabkan hasil-hasil pembangunan. Partispasi publik berarti citizen engagement (perikatan warga) secara aktif dan sengaja oleh dewan atau pemerintah tidak hanya dalam proses pemilihan umum, tetapi juga dalam pembuatan keputusan kebijakan publik atau dalam penyusunan arahan strategis lainnya (Muluk, 2009: 84).Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang RatifikasiKovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 25 butir(a) menyatakan Bahwa “setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun untuk ikut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas”.
Selain itu, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang emerintahan DaerahPasal 139 ayat (1) menyebutkan bahwa,“masyarakat berhak untuk memberikan masukan secara lisan atautertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda”.Dengan partisipasi dapat meningkatkan akuntabilitas dan transfarasi pemerintah, perencanaan pembangunan lebih dapat diprediksi hasilnya, serta semakin proses partisipasi terus dapat ditingkatkan. Hal ini sesuai dengan tujuan dilakukannya reformasi administrasi menurut ADB 1997 menyebutkan tujuan reformasi adalah “sets of parameters for administrative reform thatare linked to the overall thrust of good governance accountability (buildinggovernment capacity); participation (participatory development processes); predictability(legal frameworks); and transparency (information openness)” (Ali Farasman,2002:  51).
Tentang layanan publik Lebih lanjut Anwar Shah with Sana Shah dengan mengacu pada tulisan Quates (1972) menyebutkan bahwa setiap layanan publik seharusnya dipersiapkan pada area pengawasan wilayah yang lebih sempit, hal ini akan menghasilkan manfaat  yang lebih baik dan mengatasi persoalan biaya oleh karena: 1) pemerintahan daerah memahami konsen dari kebutuhan wilayah daerah; 2) pembuatan keputusan daerah merupakan respon masyarakat untuk siapa pelayanan dilakukan, selanjutnya sebagai respon terhadap kemampuan keuangan dan efisiensi khususnya jika keuangan untuk layanan juga didesentralisasikan; 3) hal yang tidak diperlukan yurisdiksi dapat dikurangi; dan kompetesi interyuridiksional  dan inovasi dapat ditingkatkan (Shah & Shah, 2006: 4). Untuk menghasilkan pelayanan berkualitas ruang lingkup dan wilayah layanan publik harus dipersempit, dengan demikian semakin terdesentralisasi maka diharapkan dapat melaksanakan pelayanan yang lebih baik.

4.    Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan merupakan usaha yang dilakukan pemerintah untuk menapai kesejahteraan masyarakat. Pembahasan mengenai Perencanaan Pembangunan akan diawali dengan pembahasan mengenai perencanaan yaitu : Perencanaan didefinisikan oleh banyak pakar, dalam karya tulis ini  akan mencantumkan  seperti yang diungkapkan oleh Manullang “Perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan, perencanaan juga penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan”. (Manullang: 2006.39).
Perencanaan dikatakan baik, jika mengandung unsur-unsur  yaitu : the what, the why, the where, the when, the who dan the how. Jadi suatu rencana yang baik harus memberikan jawaban kepada enam pertanyaan berikut :
a)      Tindakan apa yang harus dikerjakan?
b)      Apakah sebabnya tindakan itu harus dikerjakan?
c)      Di manakah tindakan itu harus dikerjakan?
d)       Kapankah tindakan itu dilaksanakan?
e)      Siapakah yang akan mengerjakan tindakan itu?
f)       Bagaimanakah caranya melaksanakan tindakan itu? (Modul Diklat
Fungsional Perencana, 2006).
Berdasarkan jawaban atas pertanyaan di atas, suatu perencanaan harus memuat hal-hal seperti terurai di bawah ini.
a)         Penjelasan dari perincian kegiatan-kegiatan yang dibutuhkannya, factor-faktor produksi yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut agar apa yang menjadi tujuan dapat dihasilkan.
b)         Penjelasan mengapa kegiatan-kegiatan itu harus dikerjakan dan mengapa tujuan yang ditentukan itu harus dicapai.
c)         Penjelasan tentang lokasi fisik setiap kegiatan yang harus dikerjakan sehingga tersedia segala fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan itu.
d)         Penjelasan mengenai waktu dimulainya pekerjaan dan diselesaikannya pekerjaan   untuk tiap-tiap bagian pekerjaan maupun untuk seluruh pekerjaan. Disini harus ditetapkan standar waktu untuk mengerjakan,   bagian-bagian pekerjaan maupun untuk seluruh pekerjaan.
e)         Penjelasan tentang para petugas yang akan mengerjakan pekerjaan,   mengenai kuantitas maupun mengenai kualitas, yaitu kualifikasi-kualifikasi pegawai, seperti keahlian, pengalaman dan sebagainya. Di sini pula harus dijelaskan authority, responsibility dan  accountability  dari masing-masing pegawai.
f)          Penjelasan tentang teknik mengerjakan pekerjaan.
Unsur-unsur perencanaan, jelaslah bahwa dilakukan penetapan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan dalam batas waktu tertentu dengan menggunakan faktor produksi tertentu untuk mendapatkan hasil tertentu. Perencanaan yang baik, haruslah mengandung sifat-sifat seperti terurai di bawah ini.
a)      Pemakaian kata-kata yang sederhana dan terang, kata-kata atau kalimat dari pembuat rencana harus disusun sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti oleh orang dan tidak membuat penafsiran berbeda agar pada saat pelaksanaannya sesuai dengan keinginan.
b)      Fleksibel, rencana tersebut harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah yang tidak diduga sebelumnya. Artinya rencana tidak perlu diubah seluruhnya kalau terjadi perubahan keadaan, melainkan perubahan sedikit saja yang dimungkinkan oleh rencana sebelumnya.
c)      Mempunyai stabilitas, Disamping mempunyai fleksibilitas, rencana harus bersifat stabil berarti tidak perlu setiap kali diubah atau tidak dipakai sama sekali.
d)      Rencana harus ada dalam perimbangan, berarti bahwa pemberian waktu dan factor-faktor produksi kepada setiap unsur organisasi seimbang dengan kebutuhannya.
e)      Meliputi semua tindakan yang diperlukan, rencana harus cukup luas untuk meliputi semua tindakan yang diperlukan, artinya haruslah rencana tersebut meliputi segala-galanya sehingga terjamin koordinasi dari tindakan seluruh unsur-unsur organisasi.
Perencanaan menurut Friedman dalam Tarigan menguraikan bahwa langkah-langkah untuk mengatasi masalah Negara dan ekonomi, menghasilkan tujuan dimasa depan. Tujuan yang diinginkan adalah keterpaduan dalam kebijakan dan program secara bersama. Pembangunan  adalah sebagai rangkaian usaha perubahan dan pertumbuhan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintahan menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Apabila batasan pengertian tersebut dikaji, didalamnya terkandung beberapa pokok pikiran yang sangat penting apabila seseorang berbicara mengenai pembangunan. Pokok pikiran yang dimaksud adalah:
  1. Pembangunan adalah merupakan suatu proses. Pembangunan itu harus dilaksanakan terus menerus, berkesinambungan, pentahapan, jangka waktu, biaya dan hasil tertentu yang diharapkan.
  2. Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar. Sudah merupakan hasil pemikiran sampai pada tingkat rasionalitas tertentu.
  3. Pembangunan dilaksanakan secara berencana.
  4. Pembangunan mengarah pada medernitas. Untuk menemukan cara hidup yang lebih baik dari sebelumnya, lebih maju dan dapat menguasai imtaq dan iptek.
  5. Pembangunan mempunyai tujuan yang bersifat multidimensional. Meliputi berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara. Terutama aspek: politik, ekonomi, sosbud, dan pertahanan dan keamanan.
  6. Pembangunan ditujukan untuk membina bangsa.
Ingin diungkapkan bahwa begitu banyak tujuan yang ingin dicapai dari sebuah pembangunan dan administrasi adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.  Administrasi Pembangunan adalah suatu cara dan upaya untuk memperbaiki proses (  masalah teknis maupun non teknis) yang digunakan oleh negara berkembang untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang meliputi aspek budaya, hukum, dan politik secara terencana dan telah disesuaikan dengan keadaan di Negara tersebut.
Selanjutnya Perencanaan Pembangunan didaerah menurut UU No. 32 tahun 2004, sebagai  Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, yang meliputi : a) Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan RPJP daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP nasional;b. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya disebut RPJM daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kapada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional; c. RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif; d. Rencana kerja pembangunan daerah, selanjatnya disebut RKPD,merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1(satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya,baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah.

5.        Kesimpulan
Reformasi kebijakan dalam perencanaan pembangunan mendorong terciptanya tatanan baru hubungan antara pemerintah dengan masyarakat madani dan dunia usaha; hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan penciptaan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan-kebijakan pembangunan. Sistem perencanaan pembangunan diharapkan dapat mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah. Perencanaan Pembangunan juga terkait dengan peningkatan kualitas layanan publik, yang didukung  partisipasi yang tinggi, mekanisme layanan publik dilakukan secara mandiri (swalayan) oleh masyarakat, masyarakat memilih, melakukan dan mempertanggungjawabkan hasil-hasil pembangunan.

Daftar Pustaka
 Berita Kendari, 2011. Masih Perlukah Musrenbang ?. redaksi Berita Kendari, di July 8, 2011http://beritakendari.com/masih-perlukah-musrenbang.html
Eade, D. 1998. Capacity Building: An approach to people-centered development. Oxford, UK: Oxfam, GB.
Friedmann, J. 1987. Planning in the Public Domain : from Knowledge to Action, Princeton : Princeton University press, USA.
Hoessein, Bhenyamin, 2011. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan Daerah: di Era Orde Baru ke Era Reformasi. Departemen Ilmu Administrasi Fisip UI, Jakarta
Holtzappel, Coen JG & Martin Ramstedt, 2009.Decentralization and Regional Autonomy in Indonesia: Implementation and Challenges.  ISEAS, Singapore
Manullang, 2006. Dasar-Dasar Manajemen, Gadjah Mada University Press, Bandung.
Modul Diklat Fungsional Perencana, 2006. Konsep dan Teknik Perencanaan, UGM-Press, UGM.
Muluk, Khairul, 2009. Peta Konsep Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. ITS press, Surabaya
Nurcholis, Hanis, 2005. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah. JakartaGrasindo
Osborne, D.and Gaebler.T. 1992. Reinventing Government. Reading MA: Addison Wesley Longman, Inc.
Shah, Anwar & Sana Shah, 2006. “The New Vision of Local Governance and The Eveloving Roles Of Local Government”. In Khairul Muluk, Compilator, Local Government Theory
Smith, BC, 1985. Decentralization: The Theorial Dimension Of The State.  George Allen & Unwin (Publisher), London
Tarigan, R, 2009. Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Widnyani, Sri IAP, 2011.Efektivitas Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Dalam Formulasi Kebijakan Pembangunan Di Kabupaten Badung.Hasil Penelitian Tesis Pogram Pasca Sarjana MIA Universitas Ngurah Rai, Denpasar
Wrihatnolo, Randy  R. Dan Riant D, 2006. Manajemen Pembangunan Indonesia Sebuah Pengantar. Jakarta; PT. Elex Media Komputindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar