Selasa, 08 Desember 2015

TUGAS DAN KEWENANGAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENYELENGGARAAN KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM SERTA PENEGAKKAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN BULELENG



Oleh: Putu Sukayadnya1, Nyoman Kertayasa2
(1.Mahasiswa Tugas Akhir dan 2. Dosen Pengajar FISIP Universitas Panji Sakti)

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 3 No. 1- Agustus 2014, hal 86-99)


Abstrak

Proses penegakan Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum terhadap usaha-usaha yang tidak berijin belum memberikan rasa aman bagi masyarakat karena banyak usaha yang secara nyata-nyata melanggar Ketentraman dan Ketertiban Umum tidak memiliki ijin tetapi tidak pernah disegel atau ditutup oleh aparat yang berwenang. Teguran secara lisan dan berupa surat tidak begitu dihiraukan oleh pengusaha nakal. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memiliki tupoksi penegakan Peraturan Daerah/Keputusan Kepala Daerah, meskipun demikian belum bisa melaksanakan tugas secara maksimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng memiliki tugas dan wewenang sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan-peraturan daerah yang berlaku di wilayah Kabupaten Buleleng. Dalam melaksanakan tugasnya, SatPol PP Kabupaten Buleleng selalu mengedepankan dan mengutamakan pembinaan kepada warga masyarakat. Kendala-kendala yang dihadapi  adalah kurang memadainya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Sat. Pol PP Kabupaten Buleleng,  jumlah personil yang masih sangat terbatas bila dibandingkan dengan luasnya wilayah kerja, kemampuan personil yang minim akibat jarangnya mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan, serta minimnya koordinasi dengan aparat kepolisian, sehingga sering terjadi miss komunikasi dengan aparat kepolisian khususnya Polres Buleleng.
Rekomendasi yang dapat diberikan bahwa, pemerintah daerah hendaknya lebih memperhatikan sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki oleh Sat.Pol PP, agar dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Penambahan jumlah personil disertai dengan pemberian kesempatan untuk meningkatkan kemampuan diri melalui berbagai macam pelatihan-pelatihan merupakan solusi yang harus dilakukan bila menginginkan kinerja yang optimal dari Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng.  Partisipasi warga masyarakat Kabupaten Buleleng dibutuhkan dalam mendukung penuh kinerja Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, guna dapat menjamin ketenteraman dan ketertiban umum serta tegaknya peraturan perundang-undangan dapat diwujudkan di wilayah Kabupaten Buleleng


Kata kunci: Sat Pol PP, Ketertiban Umum, Ketentraman

1.      Pendahuluan
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng, dengan personel sebanyak 120 orang memiliki tugas dan tanggung jawab yang cukup besar dalam rangka menjaga ketenteraman masyarakat dan ketertiban umum. Dengan visi terwujudnya ketenteraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah menjadikan Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng menjadi ujung tombak penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum termasuk penegakan peraturan daerah serta penegakan disiplin para Pegawai Negeri Sipil dilingkungan pemerintah Kabupaten Buleleng.
Menurut  pasal 148 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagai berikut : Ayat (1) Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja, dan ayat (2) Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 148 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini memberikan dasar yuridis pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja. Rumusan ayat 1 mengandung maksud bahwa Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk dalam rangka membantu kepala daerah dalam menegakkan Peraturan daerah dan penyelenggaraan Ketentraman dan ketertiban umum. Hal ini sepadan dengan pendapat Permadi bahwa: Satpol PP adalah Perangkat pemerintah daaerah yang bertugas memelihara ketentraman dan ketertiban umum (Permadi, 2007). Kepala daerah yang dimaksud adalah Gubernur di tingkat propinsi dan Bupati/Walikota di tingkat Kabupaten/Kota.
Sehingga di tingkat propinsi dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja Propinsi dan di tingkat kabupaten/kota dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja kabupaten/kota. Sebagai tindak lanjut dari ayat 2 pasal 148 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka presiden mengeluarkan PP Nomor 32 tahun 2004, tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja kemudian diganti dengan PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Dalam PP Nomor 6 tahun 2010 tugas Sat Pol PP adalah menegakan perda, dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.
Peraturan daerah yang dihasilkan melalui proses legislasi di DPRD menjadi sia-sia karena peraturan daerah tersebut tidak berfungsi efektif. Hal ini diakibatkan oleh tidak ada integrasi dan koordinasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dalam penegakan peraturan daerah. Di samping itu adanya perbedaan penafsiran tugas pokok dan fungsi antara Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng dengan Tim Yustisi yang bernaung Pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng.  Kendala yang dihadapi Sat Pol PP Kabupaten Buleleng yaitu kurangnya pendidikan dan latihan (Diklat) Anggota Sat Pol PP Kabupaten Buleleng, sehingga dalam pelaksanaan tugas di lapangan sering bertindak arogan, mestinya satpol PP dalam melaksanakan tugasnya hendaknya lebih humanis dalam menjalankan tugasnya (Sastrosoebroto, 2013: 101), serta kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan di lapangan. Dengan adanya Diklat, Sat Pol PP harus mampu membaca perkembangan yang terjadi di masyarakat, dengan demikian berbagai permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan solusi terbaik sesuai perkembangan dan tetap sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu dengan upaya preventif,  persuasif, dan pendekatan dialog.
Untuk mendapatkan sumberdaya yang handal perlu dilakukan seleksi yang ketat dalam perekrutan dan penempatan tenaga satpol PP. Seleksi ini tertutup bagi umum, karena dalam PP Nomor 6 Tahun 2010 pasal 6 menyatakan bahwa salah satu syarat untuk diangkat menjadi Polisi Pamong Praja adalah berstatus PNS. Pengisian anggota Satpol PP oleh tenaga kontrak kerja yang belum jelas masa depannya serta tidak dilatih secara profesional hanya akan menciptakan budaya kekerasan di dalam tubuh Satpol PP”, hal ini juga terungkap dalam tulisan Surono bahwa: “tidak jarang bahwa dengan alasan penataan lingkungan terjadi bentrokan fisik antara pedagang kaki lima dengan pemerintah dalam hal ini Satpol PP tidak jarang kekerasan fisik juga dilakukan (Surono  dkk, edt, 2013: 157). Memperhatikan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan menyusun dalam suatu penelitian yang berjudul : Tugas dan Wewenang Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng dalam Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum serta Penegakkan Peraturan Daerah di Kabupaten Buleleng.

2.    Metode Penelitian
Dalam upaya menggali dan menelusuri pelaksanaan tugas dan wewenang Sat.Pol PP, peneliti menggunakan instrumen penelitian dengan pendekatan kualitatif, penelitian Kualitatif-Deskritif (data berupa teks) mengacu pada tulisan Moleong (2005) dan Raco (2010). Dalam dalam wilayah penelitian kesenjangan terlihat, dari peran Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng sebagai penegak peraturan daerah tidak terlihat secara jelas di masyarakat. Penegakan yang dilakukan hanya sebatas teguran lisan, tanpa ada suatu efek jera dari para pihak yang melanggar. Padahal sesuai dengan peraturan perundang-undangan  secara kualitatif tegas dinyatakan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja memiliki tugas pokok menegakkan peraturan daerah, namun kepentingan tersebut belum pernah tercapai secara efektif. Penelitian ini mengambil lokasi di kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng yang beralamat di Jalan Pahlawan No. 1, Singaraja. Di samping itu lokasi penelitian adalah tempat-tempat yang pernah dijadikan objek penegakkan Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

3.    Hasil dan Pembahasan
3.1.Tugas dan Kewenangan Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng dalam Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta Penegakkan Perda di Kabupaten Buleleng
           Berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat terkait dengan ketenteraman dan ketertiban umum serta pelanggaran terhadap Peraturan Daerah (Perda) yang ada, membuat Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng harus selalu siap dan waspada mengantisipasi segala kemungknan yang bisa terjadi sebagai akibat dari adanya pelanggaran tersebut. Dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah, Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng tidak jarang harus berhadapan langsung dengan masyarakat yang melakukan pelanggaran. Caci maki dan sumpah serapah tidak jarang pula menjadi santapan bagi personil Satpol PP Kabupaten Buleleng yang sedang bertugas di lapangan.
Melaksanakan tugas yang berhadapan langsung dengan anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran memang memerlukan kesabaran yang tinggi. Untuk itulah setiap anggota Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, sebelum terjun ke lapangan selalu diberikan pengarahan oleh pimpinannya agar bisa mengendalikan diri dan tidak sampai terpancing emosi ketika berhadapan dengan anggota masyarakat. Berdoa dan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan langkah rutin yang dilakukan. Dengan demikian diharapkan para anggota Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng dapat menjalankan tugas dengan baik tanpa rintangan yang berarti. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi ( Kasi ) Penegakan Perundang-Undangan Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng.
Konsep yang dipakai oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng dalam penyelenggaraan kenteraman dan ketertiban umum serta penegakan Perda adalah dengan selalu mengedepankan pendekatan persuasif kepada anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran. Langkah berikutnya yang dilakukan adalah dengan memberikan surat teguran. Anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran dan diberikan surat teguran, diberikan waktu selam satu minggu ( 7 hari) untuk untuk mematuhi isi surat teguran yang diberikan oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Apabila selama 7 ( tujuh ) hari tersebut, surat teguran belum juga digubris oleh pelaku pelanggaran, maka Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng akan melayangkan surat teguran kedua. Dan apabila selama 7 ( tujuh ) hari berikutnya juga belum digubris, maka akan dilayangkan surat teguran ketiga. Dari surat teguran ketiga ini, juga diberikan waktu selama 7 ( tujuh) hari, sebelum dilakukan penindakan.
Penindakan yang dilakukan oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng merupakan langkah terakhir dalam rangka menegakkan peraturan. Seperti yang dilakukan terhadap CV.Asta Sri Jati, yang beralamat di Banjar Dinas Bukti Desa Bukti Kecamatan Kubutambahan. Setelah diberikan surat teguran ketiga terhadap pelanggaran yang dilakukan yakni melakukan usaha galian, yang melanggar Perda.Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perijinan serta Perda.Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Ketertiban Umum, dan tidak juga digubris, maka Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, pada tanggal 13 Maret 2014 melakukan tindakan penyegelan dengan Surat Perintah Penyegelan PPNS, terhadap segala usaha dan kegiatan CV. Asta Sri Jati. Hal tersebut dibenarkan oleh Kasi Ketertiban Umum Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng
Berbagai penindakan yang dilakukan oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, diharapkan dapat memberikan efek jera kepada anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran. Juga diharapkan menjadi pelajaran bagi anggota masyarakat yang lainnya agar dikemudian hari tidak melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Buleleng. Terhadap berbagai penindakan yang dilakukan oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, atas beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh anggota masyarakat, mendapat respon positif dari warga masyarakat yang terkena penindakan. Meskipun awalnya mereka jengkel dan marah karena usaha dan kegiatan mereka disegel, tetapi pada akhirnya mereka menyadari bahwa mereka telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku. Itu terjadi karena pembinaan dan pengertian yang diberikan oleh anggota Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng
Hal yang hampir senada juga disampaikan oleh seorang warga yang juga pengelola Hotel Puri Surya yang berada di Banjar Sari Agung Desa Lokapaksa Kecamatan Seririt, Putu Ariawan ( 42 tahun ). Bedanya adalah, keberadaan Hotel Puri Surya yang dianggap melanggar 3 (tiga) Perda sekaligus, belum sampai disegel tapi baru sampai pada surat teguran III. Perda yang dilanggar oleh Hotel Puri Surya ini adalah Perda No.2 Tahun 2012 tentang Perijinan, Perda No.2 Tahun 2011 tentang Pajak Air Tanah, dan Perda No. 6 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum.
Disamping mempunyai tugas dan kewenangan sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah, Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng juga mendapat tugas dalam hal pengawalan kepada para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Buleleng ketika para pejabat tersebut melakukan kunjungan ke daerah atau sedang menghadiri acara-acara tertentu. Pejabat yang paling sering mendapat pengawalan Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng adalah Bupati dan Wakil Bupati Buleleng.
Untuk pengawalan dan  pengamanan Bupati dan Wakil Bupati Buleleng, prosedur yang ditempuh oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut :
-   Pengamanan tertutup/khusus dengan menempatkan intelkam dari Sat.Pol PP yang berjumlah 6 orang personil. Mereka bertugas di areal terdekat dari tempat kegiatan Bupati/Wakil Bupati. Personil intelkam ini tidak menggunakan pakaian dinas Sat.Pol PP ( pakaian preman ).
-  Pengamanan terbuka, dengan anggota maksimal 15 orang. Mereka berjaga-jaga disekitar lokasi kegiatan Bupati/Wakil Bupati. Anggota yang bertugas disini menggunakan pakaian dinas Sat.Pol PP.
-   30 menit sebelum pejabat (Bupati/Wakil Bupati) hadir di lokasi, beberapa anggota Sat.Pol PP melakukan sterilisasi terhadap lokasi yang akan dijadikan tempat acara oleh pejabat. Sterilisasi terhadap areal lokasi kegiatan tetap dilakukan sampai berakhirnya kegiatan pejabat.
-  Dalam hal pengawalan rombongan pejabat ke tempat lokasi acara, Sat.Pol PP berkoordinasi dan bekerja sama dengan personil pengawal dari Kepolisian Republik Indonesia, dalam hal ini dengan Satuan Pengawal dari Satuan Lalulintas ( Satlantas ) Polres Buleleng.
Tugas mengawal dan mengamankan pejabat khususnya Bupati/Wakil Bupati Buleleng, merupakan tugas yang harus dilaksanakan dengan baik oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Keamanan dan keselamatan Bupati/Wakil Bupati Buleleng selama berada di lokasi kegiatan menjadi tanggung jawab Sat.Pol PP. Pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Buleleng yang posisinya di bawah Bupati/Wakil Bupati, juga bisa memanfaatkan Sat.Pol PP untuk mengawal dan mengamankan kegiatan yang mereka laksanakan. Pejabat-pejabat tersebut misalnya, Sekretaris Daerah ( Sekda ), Para Asisten Sekda, dan para pimpinan SKPD. Mereka yang memerlukan pengawalan dan pengamanan dari Sat.Pol PP harus mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada Kepala Kantor Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Biasanya jumlah personil Sat.Pol PP yang diterjunkan untuk tugas ini berkisar antara 2 – 5 orang.
Di samping beberapa tugas dan kewenangan seperti telah diuraikan di atas, Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, dalam periode waktu-waktu tertentu juga memiliki tugas dan wewenang untuk melaksanakan operasi Yustisi Kependudukan. Operasi ini ditujukan untuk menjaring dan merazia penduduk pendatang yang berasal dari luar Kabupaten Buleleng khususnya dari luar Bali. Penduduk pendatang yang terkena razia umumnya adalah mereka yang tidak melengkapi diri dengan Surat Keterangan Tinggal Sementara ( SKTS ). Demikianlah beberapa tugas dan kewenangan dari Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng, dalam penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah, termasuk juga dalam tugas pengawalan dan pengamanan pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Buleleng, khususnya Bupati dan Wakil Bupati Buleleng. Diharapkan kehadiran Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng di tengah-tengah masyarakat dapat menjamin ketenteraman dan ketertiban umum, sehingga masyarakat dapat menjalankan aktivitas kesehariannya dengan baik dan sewajarnya.
Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng adalah mitra masyarakat Buleleng dalam menjaga ketenteraman dan ketertiban umum sekaligus menjadi mitra dalam menjamin keberlangsungan pembangunan di wilayah Kabupaten Buleleng. Dengan demikian pembangunan di wilayah Kabupaten Buleleng bisa berlangsung dengan baik dan Buleleng semakin berkembang menuju kearah kemajuan.

3.2 Kendala-Kendala yang Dihadapi Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng dalam Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta Penegakkan Perda di Kabupaten Buleleng.
               Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah, tentu banyak hambatan dan kendala-kendala yang dialami oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Berbagai kendala dan hambatan tersebut tentunya dikhawatirkan dapat menghambat tugas dan kewajiban yang harus dijalakan oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Adapun kendala-kendala  yang dihadapi oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut : 
              Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai akan berdampak pada kelancaran tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Sarana-dan prasrana yang lengkap dan memadai peruntukannya, akan memudahkan kerja yang harus dilaksanakan oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Keterbatasan sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki, tentunya akan dapat menghambat kinerja dari Satpol PP.
Alat transportasi yang dimiliki oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng saat ini sangatlah minim jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Buleleng yang menjadi wilayah kerja Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Dengan hanya memiliki 2 ( dua ) unit alat transportasi berupa 1 ( satu ) unit kendaraan patroli berupa mobil Kijang dan sebuah kendaraan truk, tentu sangatlah kurang. Mobilitas anggota Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng tentu sangat terbatas dengan fasilitas yang dimiliki tersebut. Apalagi bila harus melaksanakan tugas di lebih dari satu tempat dalam waktu yang bersamaan.
Di samping kendala transportasi, keberadaan tongkat yang seharusnya menjadi pegangan setiap anggota Sat.Pol PP juga menjadi masalah. Saat ini tidak semua anggota Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng memegang tongkat ketika bertugas. Keberadaan tongkat tersebut sangat diperlukan sebagai senjata oleh Sat.Pol PP ketika mereka melaksanakan tugas dengan resiko yang harus dihadapi di lapangan apalagi kalau harus berhadapan dengan warga dalam jumlah yang banyak.
Alat penerangan berupa senter yang bisa dipakai oleh anggota Sat.Pol PP sewaktu melakukan patroli malam juga sangat minim keberadaannya. Ini tentu menjadi kendala bagi anggota Sat.Pol PP yang sedang melakukan kegiatan patroli malam. Dengan tidak dibekalinya senter untuk setiap anggota Sat.Pol PP, tentu dapat membahayakan keselamatan anggota Sat.Pol PP yang sedang berpatroli pada malam hari.
Kondisi gedung Kantor Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, juga sangat tidak memadai. Saat ini, Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, kantornya masih jadi satu dengan areal sekretariat daerah Pemerintah Kabupaten Buleleng. Bahkan kantor yang ditempati saat ini, statusnya masih pinjam pada Setda Buleleng. Dengan gedung kantor yang kecil dan kurang memadai tentunya dapat menghambat tugas-tugas yang harus dijalankan. Gedung tersebut juga tidak memiliki gudang yang bisa dijadikan sebagai tempat menyimpan barang-barang bukti hasil sitaan dalam sebuah penindakan pelanggaran. Selama ini barang-barang bukti tersebut dibiarkan begitu saja dan diletakkan diemper-emper gedung kantor. Hal ini tentu berdampak pada kemungkinan rusaknya barang bukti tersebut.
Kendala berikutnya yang dihadapi oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng adalah terbatasnya jumlah personil yang dimiliki. Dengan luas wilayah Kabupaten Buleleng yang membentang di pesisir utara Pulau Bali, dengan 9
( sembilan ) kecamatan serta 145 desa, jumlah personil yang hanya 120 orang tentulah masih kurang. Apalagi dengan jumlah personil tersebut, sekitar 47% ( 56 orang ) masih berstatus tenaga harian dan tenaga kontrak. Hanya 64 orang yang sudah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil ( PNS ). Dari jumlah tersebut, hanya 6 orang yang bertugas di Seksi Penegakan Perundang-undangan, 20 orang di Seksi Ketertiban Umum, 6 orang bertugas jaga di Kantor Bupati Buleleng, 6 orang bertugas jaga di rumah jabatan Bupati Buleleng, dan 6 orang bertugas jaga di rumah jabatan Wakil Bupati Buleleng.
Kemampuan personil yang masih sangat minim, menjadi kendala tersendiri yang dihadapi oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Jarangnya pelatihan-pelatihan serta kurangnya kemampuan bela diri yang dimiliki oleh masing-masing anggota Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng dapat menghambat anggota Sat.Pol PP dalam menjalanakan tugas-tugasnya. Sebenarnya,anggota Sat.Pol PP, terutama yang bertugas di seksi Penegakan Perundang-Undangan serta di seksi Kertertiban Umum, kemampuan menguasai beladiri dan sering mengikuti pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan tugas-tugasnya sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum, mutlak diperlukan. Karena tugas-tugas mereka menuntut kondisi fisik yang selalu sehat dan keterampilan membela diri yang mumpuni, apalagi ketika tugas mereka mengharuskannya. Ketika mereka bertugas melakukan penindakan terhadap warga yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku serta melanggar ketenteraman dan ketertiban umum, tidak jarang mereka harus mengalami kontak fisik dengan warga masyarakat yang melakukan perlawanan. Dan jumlah warga yang dihadapi  juga bisa dalam jumlah yang banyak.
Pelatihan yang pernah dijalani oleh anggota Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, lebih banyak mereka dapatkan ketika mereka, khususnya yang berstatus PNS mengikuti Latihan Prajabatan. Berbagai kendala yang dihadapi oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng tersebut tidak membuat mereka patah semangat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban di wilayah Kabupaten Buleleng. Justru hal tersebut dijadikan cambuk oleh mereka untuk membuktikan bahwa di tengah keterbatasan dan berbagai kendala internal yang dihadapi, Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng tetap bisa melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Kendala terakhir yang juga sering dihadapi oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng adalah minimnya koordinasi dengan pihak Kepolisian, dalam hal ini dengan Kepolisian Resort Buleleng ( Polres Buleleng ). Koordinasi yang minim tersebut berakibat pada sering terjadinya miss komunikasi antara anggota Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng dengan anggota aparat Polres Buleleng. Koordinasi dengan pihak kepolisian sebenarnya sangat diperlukan oleh Sat.Pol PP ketika mereka harus melakukan penindakan terhadap warga yang melakukan pelanggaran serta menganggu ketenteraman dan ketertiban umum. Karena dalam hal ini Polri adalah aparat penegak hukum. Semestinya pemerintah maupun kepolisian dapat memberikan dukungan penuh kepada Satpol PP dalam menjalankan tugasnya, seperti pendapat berikut ini “the local government would provide support material and accomodation for polres they called polres tobe a supporting agency in the Satpol PP Program” (Muradi, 2014: 114). Terhadap permasalahan tersebut, biasanya bisa diselesaikan dengan baik lewat pimpinan dengan mengadakan pertemuan dan kordinasi agar dikemudian hari tidak sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama. Apalagi salah satu tujuan dan sasaran oraginasi yang diemban oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng adalah terselenggaranya kerjasama dengan Polri dan pihak instansi lainnya didasarkan hubungaan fungsional, saling membantu dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan hirarki, kode etik profesi dan birokrasi.

4.    Simpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng memiliki tugas dan wewenang sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan-peraturan daerah yang berlaku di wilayah Kabupaten Buleleng. Dalam melaksanakan tugasnya, Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng selalu mengedepankan dan mengutamakan pembinaan kepada warga masyarakat. Dalam hal ini menggunakan pendekatan persuasif. Terhadap warga masyarakat yang melakukan pelanggaran terlebih dahulu diberikan surat teguran yang dilakukan sampai tiga kali. Dan apabila setelah dilayangkan surat teguran III juga belum ada respon barulah dilaksanakan penindakan. Penindakan tersebut dapat berupa penyegelan tempat usaha atau bangunan, pembongkaran, dan jenis penindakan lainnya yang sesuai dengan prosedur yang berlaku.
2.      Berbagai kendala khususnya kendala internal dihadapi oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum. Kendala-kendala tersebut adalah kurang memadainya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng, jumlah personil yang masih sangat terbatas bila dibandingkan dengan luasnya wilayah kerja, kemampuan personil yang minim akibat jarangnya mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang berhubungan pelaksanaan tugas-tugasnya sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum, serta minimnya koordinasi dengan aparat kepolisian sehingga sering terjadi miss komunikasi dengan aparat kepolisian khususnya Polres Buleleng.

        Saran-Saran
1.      Dari hasil pembahasan di atas, ditemukan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam upaya meningkatkan peranan Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng agar optimal dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan perundang-undangan.
2.      Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam hal ini Bupati Kepala daerah, hendaknya lebih memperhatikan keberadaan Sat.Pol PP sebagai ujung tombak penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum dan penegakan perundang-undangan di wilayah Kabupaten Buleleng. Bupati hendaknya lebih memperhatikan sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki oleh Sat.Pol PP agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Penambahan jumlah personil disertai dengan pemberian kesempatan untuk meningkatkan kemampuan diri melalui berbagai macam pelatihan-pelatihan merupakan solusi yang harus dilakukan bila menginginkan kinerja yang optimal dari Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng.
3.      Seluruh warga masyarakat Kabupaten Buleleng hendaknya mendukung penuh kinerja Sat.Pol PP Kabupaten Buleleng. Karena di tangan merekalah ketenteraman dan ketertiban umum serta tegaknya peraturan perundang-undangan dapat diwujudkan di wilayah Kabupaten Buleleng. Dengan demikian pembangunan yang sudah diprogramkan oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng bersama dengan seluruh masyarakat Buleleng dapat terwujud. Pada akhirnya supremasi hukum dapat ditegakkan serta kesejahteraan seluruh rakyat yang menjadi cita-cita nasional dapat segera terwujud.

Daftar Pustaka
Anonim, 2014. “Sejarah Pembentukan Satpol PP “,melaui http://www.bbc Indonesia.com,diakses tanggal 26 Januari 2014
Moenir, 2001, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta
Moleong, Lexy J.2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya.
Muradi, 2014. Politics And Governance In Indonesia: The Police in the Era of Reformasi. Routledge, New York
Permadi, Gilang, 2007. Pedagang Kaki Lima Riwayatmu Dulu Nasibmu Kini. Yudhistira
Raco, Jr. 2010. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis Karakteristik dan Keunggulannya. PT Grassindo, Jakarta
Santoso, Gempur, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Sastrosoebroto, Ika, 2013.  Public Relation Tales: Strategi Public Relations yang Menginspirasi. Penebar Swadaya Group, Jakarta
Simamora, Johan, 2014.Sebelum Dipersenjatai,Paradigma Satpol PP harus Diubah lebih Dulu”,melalui http://www.koran baru.com,diakes tanggal 4 Pebruari 2014
Sinambela,Lijan Poltak,dkk,2006. Reformasi Pelayanan Publik:Teori, Kebijakan, dan Implementasi. PT. Bumi Aksara, Jakarta
Suhardi, 2014. ”Membersihkan Citra Sat Pol PP”,melalui http://www.joglosemar. com,  diakses tanggal 24 Januari 2014
Surono, dkk, editor, 2013. “Strategi Pembudyaan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Menguatkan Semangat Ke-Indonesia-an”. Dalam Prosiding Konggres Pancasila V 2013.  PSP Pres Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Wasistiono,Sadu 2010. “Membangun Kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja Yang Profesional”Kertas Kerja. Bahan FGD Dengan SKPD Pemerintah Kota Bandung Rabu, 21 Juli 2010.Bandung


 

IMPLEMENTASI PROGRAM GERBANG SADU MANDARA DI DESA KUBUTAMBAHAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG



Oleh: I G B N Adiwindu Jayaswara1, I Nyoman Suprapta2
(1.Mahasiswa Tugas Akhir dan2. Dosen Pengajar FISIP Universitas Panji Sakti)
(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 3 No. 1- Agustus 2014, hal 75-85)

Abstrak
Keberhasilan program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan sangat didukung oleh partisipatif seluruh lapisan, khususnya masyarakat miskin (Rumah Tangga Miskin). Salah satu program pemerintah Provinsi Bali dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbang Sadu) Mandara.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, temuan menunjukkan bahwa pemanfaatan GSM maksimal 20 % (200 juta rupiah) dipergunakan untuk sarana dan prasana infrastruktur pemasaran dan 80 % (800 juta rupiah) untuk usaha pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan, sedangkan 20 juta rupiah untuk dana operasional. Keterlibatan secara aktif masyarakat Desa Kubutambahan, khususnya penduduk miskinn dalam pelaksanaan GSM menjadi kunci keberhasilan program tersebut. Semua alur tahapan program GSM mulai dari sosialisasi, perencanaan, penggalian gagasan, pelaksanaan kegiatan, pengawasan, evaluasi sampai pada pelestarian kegiatan, melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat miskin.



Kata Kunci: Masyarakat Miskin, Gerbang Sadu, Partisipasi


1.    Pendahuluan
Pembangunan pada prinsipnya berusaha menggarap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Negara-negara yang berkembang. Masalahnya terletak pada hasil pembangunan masa lampau, di mana strategi pembangunan ekonomi yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi yang pesat ternyata menghadapi kekecewaan. Banyak Negara dunia ketiga yang sudah mengalami pertumbuhan ekonomi, tetapi sedikit sekali manfaatnya terutama dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan dalam distribusi pendapatannya. Keterpurukan bangsa yang semula dipicu oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang terjadi pertengahan tahun 1997 yang disebabkan karena lemahnya fundamental ekonomi, sehngga perekonomian nasional menjadi rentan terhadap gejolak ekternal dan internal (Chaniago, 2001).
Sejak tahun 2012, Pemerintah Provinsi Bali mencanangkan Program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara (Gerbang Sadu Mandara), sebagai wadah bersama masyarakat perdesaan dalam membangun diri dan lingkungannya secara mandiri dan partisipatif, yang mencakup pembangunan infrastruktur pedesaan serta pengembangan usaha ekonomi produktif di pedesaan, menjadi salah satu program inti dalam percepatan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Bali. Gerbang Sadu Mandara (GSM) merupakan program/kegiatan yang menempatkan upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran serta pengurangan ketimpangan pembangunan antar wilayah (Peraturan Gubernur Bali No. 52 Tahun 2013). Program ini bertujuan untuk: 1) menurunnya jumlah penduduk miskin, menciptakan lapangan kerja, dan menurunkan pengangguran terbuka; 2) meningkatkan peran desa sebagai basis pertumbuhan ekonomi; 3) meningkatnya kualitas manusia secara menyeluruh dan membaiknya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM); 4) membaiknya mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam dan 5) membaiknya infrastruktur yang ditujukan oleh meningkatnya kauntitas dan keualitas berbagai sarana penunjang pembangunan.
Sedangkan tujuan khusus GSM adalah: (1) menumbuhkan kreatifitas masyarakat dalam pemanfaatan potensi dan sumberdaya alam; (2) menyediakan sarana prasarana dasr yang mendukung peningkatan usaha ekonomi dan pendapatan masyarakat pedesaan; (3) meningkatkan dan mengembangkan usaha mikro sesuai potensi dan sumberdaya lokal serta pengurangan pengangguran; (4) meningkatkan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan infrastruktur dan sosial ekonomi secara partisipatif melalui rangkaian musyawarah pembangunan dari tingkat dusun hingga ke tingkat desa.
Program-program yang dilaksanakan oleh pemeritah dalam upaya menanggulangi kemiskinan dan meningkatkann kesejahteraan masyarakat tersebut, tidak akan berjalan dan berhasil dengan baik tanpa adanya kesadaran, dukungan dan partisipasi aktif dari segenap lapisan masyarakat. Karenanya, kemauan dan kerja keras dari masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin akan menjadi kunci keberhasilan program-program tersebut. Partisipasi aktif masyarakat disertai dengan bimbingan dan bantuan yang diberikan pemerintah, akan menjadikan program-program pengentasan kemiskinan tersebut akan dapat berjalan dengan baik, yang pada akhirnya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai, dan masyarakat Indonesia bebas dari kemiskinan.

2.    Metode dan Lokasi
Tulisan ini disusun diawali dengan hasil penelitian yang menggunakan metode kualitatif, dengan focus penelitian sebagai berikut: 1) pelaksanaan Program Gerbang Sadu (GSM) di Desa Kubutambahan meliputi : proses sosialisasi dan penyusunan rencana, pelaksanaan Gerbang Sadu Mandara; aktor pelaksana; pengawasan dan monitoring; evaluasi terhadap Gerbang Sadu. 2) partisipasi masyarakat desa dalam pelaksanaan Gerbang Sadu Mandara, dalam bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Gerbang Sadu Mandara. 3) dampak dari pelaksanaan Gerbang Sadu Mandara terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa Kubutambahan.

3.    Hasil dan Pembahasan
3.1.  Implementasi Program Gerbang Sadu Mandara di Desa Kubutambahan
 Pelaksanaan Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara sebagai program Provinsi Bali yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan di dahului dengan kegiatan perencanaan dan harus melibatkan semua komponen dan aspek kehidupan masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Muhajir bahwa pengentasan kemiskinan memerlukan dukungan kebijakan lintas bidang dan lintas departemen (Muhajir, 2010), termasuk peran pemerintah daerah sangat diperlukan.  Adanya kesepakatan bersama Gubernur Bali dengan Bupati Buleleng, tentang program/kegiatan Gerbang Sadu tahun 2013. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Gubernur  Bali Nomor: 52 tahun 2013, tentang petunjuk Teknis Bantuan Keuangan Khusus kepada Desa melalui Program/Kegiatan Gerbang Sadu) di Provinsi Bali. Kemudian Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Provinsi Bali melakukan melakukan identifikasi dan verifikasi terhadap desa-desa sasaran yang akan memperoleh Bantuan Khusus Keuangan (BKK) melalui Gerbang Sadu Mandara. Sasaran di berikan pada desa-desa yang memiliki jumlah RTS dan jumlah KK terbanyak miskin dihitung secara absulut berdasarkan data PPLS 2011.
Selanjutnya desa-desa yang telah ditetapkan menjadi sasaran dan memenuhi syarat menyusun proposal tentang rencana pemanfaatan dan GSM yang berdasarkan pada potensi desa, permasalahan yang ada di desa serta merumuskan perencanaan pembangunan bersama dengan lembaga-lembaga desa, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), serta tokoh-tokoh masyarakat. Dengan pengembangan lembaga ini, desa akan memiliki tingkat perekonomian yang lebih maju, serta didukung sistem administrasi desa dan pemerintahan yang teratur, lembaga-lembaga berfungsi dengan baik dan pemerintahan desa berjalan lancar, seperti yang dikemukakan oleh Utoyo (2007: 106).  Selanjutnya setelah dilakukan verifikasi terhadap proposal yang diajukan oleh tim Provinsi Bali, Desa Kubutambahan menerima bantuan sejumlah Rp. 1.020.000.000,- (satu milyar dua puluh juta rupiah), hal ini dibenarkan oleh Perbekel Kubutambahan, Kadek Topan Wirayudha.  Sebelum dana dapat dicairkan maka desa wajib mengadakan sosialisasi kepada seluruh masyarakat, membentuk BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) yang ditetapkan melalui peraturan Kepala Desa. BUMDes selanjutnya bertindak sebagai Tim pelaksana Kegiatan (TPK) Gerbang Sadu Mandara dalam bidang pengembangan usaha perekonomian masyarakat. Dalam penerimaan Gerbang Sadu tahun 2013 Desa Kubutambahan membentuk BUMDes “Manik Sari Amertha” dengan direktur I Ketut Suardana. Selanjutnya Bumdes bersama-sama BPD, LPM dan tokoh-tokoh masyarakat melaksanakan musyawarah untuk menggali gagasan-gagasan, survey kebutuhan masyarakat, didukung oleh peta dusun, daftar penduduk miskin, dan lembar diagram kelembagaan.  Adapun peserta perencanaan dalam musyawarah desa adalah : Perbekel dan aparat desa, BPD, LPM dan Lembaga Kemasyarakatan lainnya, perwakilan penduduk miskin, wakil perempuan, LSM/ormas, tokoh masyarakat/agama dan anggota mayarakat lainnya yang berminat.
Akhirnya setelah melalui berbagai diskusi serta menerima masukan dari seluruh komponen masyarakat Desa Kubutambahan, serta mempertimbangkan skala prioritas sesuai ketersediaan dana, maka ditetapkan beberapa jenis usaha/kegiatan yang dilaksanakan sebagai implementasi dari Bantuan Khusus Keuangan (BKK) program Gerbang Sadu Mandara, seperti dalam tabel berikut:
   Tabel.

Rencana Penggunaan Dana (RPD) Program Gerbang Sadu Mandara Tahun 2013 Desa Kubutambahan
No
Jenis Usaha
Jumlah RTM (orang)
Jumlah Dana Rupiah
Ket
A
Usaha Ek. Produktif



1.
Pengendalian dan Pengangkutan Sampah
10
125.000.000,-

2.
Warung Serba Ada
50
300.000.000,-

3.
Warung souvenir wisata dan yadnya
20
125.000.000,-

4.
Perkreditan
42
250.000.000,-


Jumlah A
122
800.000.000,-

B
Infrastruktur



1.
Betonisasi jalan dan gang menuju sentra-sentra ekonomi desa

200.000.000,-
1 unit

Jumlah B

200.000.000,-


Jumlah A + B

1.000.000.000,-

Sumber: Bumdes “Manik Sari Amerta” Desa Kubutambahan


Semua kegiatan dalam Gerbang Sadu Mandara harus dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Penyelesaian kegiatan adalah penyelesaian  dari tiap kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai bagian dari pertanggungjawaban TPK di desa dengan prosedur : 1) pembuatan laporan Penyelesaian pelaksanaan kegiatan yang memuat pernyataan bahwa seluruh jenis kegiatan telah dilaksanakan 100 %; 2) realisasi kegiatan biaya, adalah rincian kegiatan dan penggunaan dana yang telah dilaksanakan di desa. TPK bersama KPM (Kader Pemberdayaan Masyarakat) desa yang dibantu oleh pendamping/fasilitator membuat rincian realisasi kegiatan dan biaya beserta rekapitulasinya dan secara berkala (setiap bulan) dilaporkan kepada BPMPD Provinsi Bali. Apabila pelaksanaan Gerbangsadu ini berhasil maka pelaksanaan pembangunan ditingkat desa dapat meningkatkan kesejahteraan dari segala aspek, baik ekonomi maupun infrastruktur pedesaan, hal ini didukung oleh pendapat, bahwa rencana pembangunan masyarakat meningkat pada taraf yang langsung dapat mempertinggi produksi dengan jalan memperbaiki usaha rakyat disektor ekonomi (Soesastro, 2005: 272) .
Gerbang Sadu mendapatkan pemantauan, pengawasan, dan evaluasi sesuai dengan Peraturan Gubernur No. 52 tahun 2013, tentang petunjuk teknis Bantuan Keuangan Khusus Desa melalui program/kegiatan Gerbang Sadu Mandara, pemnatauan dan pengawasan dapat dilakukan: (1) pemantauan dan pengawasan partisipatif oleh masyarakat; (2) dilakukan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten; (3) audit dan pemeriksaan keuangan yang dilaksanakan oleh BPKP, BPK dan Inspektorat, sesuai petunjuk pemeriksanaan terhadap Bantuan Keuangan Khusus. Kegiatan evaluasi termasuk melakukan evaluasi perkembangan pegelolaan kegiatan, kualitas kegiatan, dan menilai hasil pelaksanaan usaha ekonomi masyarakat serta perkembangan BUMDes.
Menurut Mahmud Md, dkk (2012), menyebutkan bahwa terdapat beberapa keuntungan yang dapat dirasakan dengan adanya BUMDes ini, antara lain: 1) badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama-sama; 2) modal bisa diperoleh dari desa dan saham masyarakat; 3) operasional dilaksanakan berdasarkan falsafah bisnis  yang berakar dari budaya lokal masyarakat; 4) bidang usaha dilaksanakan berdasarkan pasar yang berkembang di desa; 5) keuntungan untuk mensejahterakan masyarakat desa; 6) difasilitasi oleh pemerintah daerah provinsi, kabupaten sampai pemdes; 7) pelaksanaan dikontrol secara bersama oleh (pemdes, BPD, anggota).

3.2. Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Gerbang Sadu Mandara di Desa Kubutambahan Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng.

Keberhasilan pembangunan tidak hanya ditentukan oleh besarnya bantuan dana yang diberikan oleh pemerintah atau pihak lain, tetapi juga ditentukan oleh seberapa besar partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan itu sendiri. Partisipasi adalah keikutsertaan setiap orang dalam setiap usaha melaksanakan pengawasan, menguasai dan memelihara alat, bukan sekedar melaksanakan apa yang telah orang atau kelompok lain rencanakan dan putuskan (Syamsi, 1986). Sedangkan menurut Ndraha (1984) bahwa masyarakat dapat berpartisipasi dalam beberapa hal, antara lain: (1) partisipasi dalam menerima dan member informasi; (2) dalam member tanggapan dan saran-saran terhadap informasi; (3) dalam merencanakan pembangunan; (4) dalam menerima pembangunan; dan (4) partisipasi dalam menilai pembangunan.
Menyadari akan pentingnya partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan suatu kegiatan, maka masyarakat Desa Kubutambahan sangat antusias menyambut adanya bantuan pemerintah berupa program pengentasan kemiskinan lewat Bantuan Keuangan Khusus melalui Gerbang Sadu Mandara. Masyarakat berperan aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahapan sosialisasi, perencanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran atau dalam bentuk materiil. Partisipasi dimulai dari kelompok sasaran, dalam hal ini rumah tangga miskin, tokoh-tokoh masyarakat, perwakilan perempuan, yang selalu memberikan masukan pemikiran, bahkan berupa materi dalam rangka mensukseskan program Gerbang Sadu Mandara.  Dengan demikian konsep Mandara (maju, aman, damai dan sejahtera) dalam diwujudkan dalam prinsip-prinsip dasar Gerbang Sadu Mandara, yaitu:  (1) bertumpu pada pembangunan manusia sesuai dengan kearifan lokal; (2) otonomi ; (3) desentralisasi; (4) berorientasi pada masyarakat miskin; (5) partisipasi; (6) kesetaraan dan keadilan gender; (7) demokratis; (8) transfaransi dan akuntabel; (9) prioritas dan (10) keberlanjutan.
Keterlibatan masyarakat Desa Kubutambahan adalah bentuk keiklasan yang tumbuh dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Dengan keyakinan bahwa keterlibatan mereka nantinya akan bermanfaat bagi upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sehingga suatu saat nanti masyarakat khususnya yang ada di pedesaan bisa terlepas dari jeratan kemiskinan yang sudah cukup lama dirasakan. Kesadaran bahwa tanggungjawab dalam mengentaskan kemiskinan bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat. Untuk itulah peran aktif seluruh lapisan masyarakat dalam setiap program pembangunan menjadi suatu keniscayaan demi keberhasilan program pengentasan kemiskinan, supaya cita-cita nasional menuju masyarakat adil dan makmur dapat segera terwujud (Setiyono & Triyana, 2014).

3.3. Dampak Pelaksanaan Gerbang Sadu Mandara terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Kubutambahan
Dampak (impact) adalah akibat lebih jauh pada masyarakat sebagai konskwensi adanya kebijakan yang diimplementasikan (Subarsono, 2005). Sebagai salah satu kebijakan pemerintahan Provinsi Bali di bawah pimpinan I Made Mangku Pastika, diharapkan program ini memiliki dampak positif. Tujuan program Gerbang Sadu Mandara adalah mempercepat pengentasan kemiskinan melalui pengembangan infrastruktur dan sosial ekonomi masyarakat di perdesaan dengan berbasis pada sumberdaya lokal, mengangkat potensi desa, dengan cara menumbuhkan kreatifitas masyarakat dalam pemanfaatan potensi dan sumberdaya alam yang ada secara optimal, lestari dan berkelanjutan, serta meningkatkan pendapatan masyarakat desa agar secara bertahap mampu membangun diri dan lingkungannya secara mandiri. Hal ini didukung oleh pendapat bahwa kegiatan pembangunan disusun berdasarkan karakteristik sumberdaya local yang menunjuk pada kehandalan, sehingga membuka ruang bagi para pelaku pembangunan terlibat secara aktif dalam proses pembangunan (Sjafrizal, 2008: 221). Gerbang Sadu Mandara juga memiliki sasaran terbangunnya infrastruktur dasar perdesaan skala kecil guna meningkatkan dan mengembangkan usaha ekonomi mikro sesuai dengan potensi dan sumber daya lokal serta mengurangi pengangguran.
Program Gerbang Sadu Mandara di Desa Kubutambahan tahun 2013, bisa disebut berhasil. Hal ini bisa dilihat dari keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan Gerbang Sadu Mandara yang diukur dengan beberapa indikator kinerja, yaitu, yaitu: (1) indicator output, yakni tersalurkannya dana BKK sebesar Rp. 1.020.000.000,- untuk Desa Kubutambahan sebagai pelaku Gerbang Sadu Mandara; Indicator out come, tersedianya infrastruktur perdesaan berupa gang dan jalan-jalan yang menuju sentra-sentra ekonomi di Desa Kubutambahan, khususnya di Banjar Dinas Kaje Kangin, sudah di betonisasi dan terciptanya usaha ekonomi produktif perdesaan, seperti pengelolaan dan pengendalian sampah, keberadaan warung serba ada dan warung souvenir yang semakin berkembang; (3) indikator benefit, yakni menurunkan angka pengangguran dan tingkat kemiskinan serta meningkatkan lapangan pekerjaan di Desa Kubutambahan; dan Indicator Impact (dampak) adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Desa Kubutambahan. 
Pembangunan infrastruktur berupa betonisasi, dapat memperlancar sentra-sentra ekonomi , memperlancar transportasi perdagangan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat dan penyalur hasil-hasil produksi masyarakat desa. Bahan-bahan pokok yang datangnya dari kota, dapat dijual lebih murah dan sebaliknya harga-harga komoditi hasil bumi masyarakat menjadi semakin baik dan bersaing, karena biaya tranfortasi bisa ditekan akibat jalan sudah bagus dan lancar. Dengan demikian berdasarkan hasil temuan dan pembahasan tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa program pemberian Bantuan Keuangan Khusus (BKK) oleh pemerintah Provinsi Bali kepada desa melalui Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara (Gerbang Sadu Mandara) di Desa Kubutambahan berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa Kubutambahan.

4.    Simpulan dan Saran
Dari hasil temuan dan pembahasan dapat di tarik simpulan sebagai berikut: (1) upaya pemerintah khususnya Pemerintahan Provinsi Provinsi Bali untuk mengentaskan kemiskinan lewat Program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara (Gerbang Sadu Mandara), dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh pihak-pihak yang terkait dalam program tersebut. Desa Kubutambahan sebagai salah satu satu desa peneria bantuan Gerbang Sadu Mandara sebagai salah satu desa penerima bantuan Gerbang Sadu Mandara, memanfaatkan dengan baik dana bantuan pemerintahan sebesar Rp. 1.020.000.000,- untuk usaha/kegiatan ekonomi produktif masyarakat dan pembangunan infrastruktur di desanya. (2) keterlibatan secara aktif seluruh komponen masyarakat Desa Kubutambahan, khususnya penduduk miskin/RTM dalam pelaksanaan program Gerbang Sadu Mandara, mulai dari sosialiasi, perencanaan, penggalian gagasan, pelaksanaan kegiatan, pengawasan, evaluasi sampai pada pelestarian kegiatan dalam hal ini memelihara usaha/kegiatan tersebut agar dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat. (3) Gerbang Sadu berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat desa. Terjadi pengurangan jumlah pengangguran, meningkatnya pendapatan masyarakat miskin, merupakan dampak positif yang diakibatkan oleh keberhasilan program ini.
Rekomendasi yang dapat diberikan melalui tulisan ini adalah peningkatan pendanaan program Gerbang Sadu masih perlu ditingkatkan, sehingga lebih banyak dapat menjangkau Rumah Tangga Miskin serta dapat mempercepat pengentasan kemiskinan. Upaya penyadaran akan peran serta masyarakat dalam program ini sangat penting, guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program pengentasan kemiskinan dan program pembangunan lainnya.

Daftar Pustaka
Chaniago, Adrinof A,. 2001. Gagalnya Pembangunan, Kajian Ekonomi Politik Terhadap Akar Krisis Indonesia.  Pustaka LP3ES, Jakarta.

Gubernur Bali, 2013. Peraturan Gubernur Bali Nomor 52 tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Keuangan Khusus Kepada Desa Melalui Program/Kegiatan Gerakan Pembangunan Desa terpadu Mandara (Gerbang Sadu Mandara) di Provinsi Bali.
Mahmud, MD dkk, 2012. Prosiding Konggres Pancasila IV: Strategi Pelembagaan Nilai-Nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalisme. PSV UGM, Yogyakarta
Muhajir, Mumu, ed, 2010. REDD Di Indonesia Ke Mana Akan Melangkah, Studi tentang Kebijakan Pemerintah dan Kerentanan Sosial Masyarakat. HuMA, Jakarta
Setiyono, Budi dan Triyana, 2014. Revolusi Belum Selesai : Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965 Pelengkap Nawaksara.  PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta
Sjafrizal, 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasinya.  Pranita Offset
Soesastro, Hadi dkk, 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi Di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir. Kanisius, Yogyakarta
Utoyo, Bambang, 2007. Geografi Membuka Cakrawala Dunia. PT Setia Purna Inves, Bandung