Oleh
: Ida Ayu Putu Sri Widnyani*
(Staf Pengajar MIA FISIP Universitas Ngurah Rai Denpasar)
(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 3 No. 1- Agustus 2014,
hal 37-54)
Abstrak
Kepemimpinan secara
tidak sadar dimiliki oleh setiap orang, kepemimpinan merupakan performa
seseorang di dalam memanage diri sendiri dan orang lain. Mendalami kepemimpinan
bukan saja menjadi daya tarik politisi atau akademisi, namun setiap orang wajib
mengetahui tentang kepemimpinan. Tulisan ini menganalisa beberapa teori kepemimpinan
yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain ketika kita mulai
melakukan pengaturan. Tujuan dari tulisan ini adalah: pertama untuk mengenal
beberapa teori kepemimpinan termasuk sifatnya, kedua diharapkan dapat
membandingkan beberapa sifat kepemimpinan, ketiga mereview sifat kepemimpinan yang kita miliki merupakan
warisan adiluhung yang patut dilestarikan dan diterapkan yaitu kepemimpinan
Pancasila dan kepemimpinan Astabrata dan terakhir mampu menjadi figure
kepemimpinan yang “Metaksu”, sebagai sebuah inovasi dan reformasi kepemimpinan dari
persepktif Administrasi Publik.
Kata Kunci:
Kepemimpinan Metaksu, Reformasi Administrasi Publik
1. Pendahuluan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar
artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah
dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas
organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas serta di analisis tentang teori dan gaya
kepemimpinan dalam perspektif
administrasi publik yang nantinya bisa menjadikan masukan untuk merumuskan
karakteristik figur kepemimpinan sektor publik di Indonesia. Kreiner
menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang
pemimpin mengajak anak buahnya secara sukarela berpartisipasi guna mencapai
tujuan organisasi. Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau
kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang
dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi
perilaku orang lain. Kajian Teori Kepemimpinan pada hakekatnya untuk menjawab :
- Why Individual become leaders ?
- Why Leaders are more effective than others ?
Dalam hubungan ini dapat
dikemukakan beberapa teori kepemimpinan sebagaimana yang dikemukakan oleh para
ahli. Seorang
pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai
referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang
kepemimpinan antara lain:
2.
Teori Timbulnya Kepemimpinan
Di antara berbagai teori yang menjelaskan sebab-sebab
timbulnya kepemimpinan terdapat tiga teori yang menonjol, yaitu:
1.
Teori Keturunan (Heriditary
Theory)
2.
Teori Kejiwaan (Psychological
Theory)
3.
Teori Lingkungan (Ecological
Theory)
Masing – masing teori dapat dikemukakan secara singkat:
1. Teori Keturunan
Inti daripada teori ini, ialah :
(a) Leaders are born not made; (b)
Seorang pemimpin menjadi pemimpin karena bakat – bakat yang dimiliki sejak dalam
kandungan; (c) Seorang pemimpin lahir karena memang ditakdirkan. Dalam situasi
apapun tetap muncul menjadi pemimpin karena bakat-bakatnya.
2. Teori Kejiwaan
Inti dari teori kejiwaan ialah :
(a) Leaders are made and not born;
(b) Merupakan kebalikan atau lawan dari teori keturunan; (c)
Setiap orang bisa menjadi pemimpin melalui proses pendidikan dan pengalaman yang
cukup.
3. Teori Ekologis
Inti teori ini adalah : (a)
Timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan teori sosial; (b) Seseorang hanya
akan berhasil menjadi seorang pemimpin, apabila pada waktu lahir telah memiliki
bakat, dan bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui proses pendidikan yang
teratur dan pengalaman; (c) Teori ini memanfaatkan segi-segi positif teori genetis dan teori social; (d) Teori yang mendekati
kebenaran.
3. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Sifat
Di tinjau
dari segi sejarah, pemimpin atau kepemimpinan lahir sejak nenek moyang,
kepemimpinan lahir bersama – sama timbulnya peradaban manusia. sejak terjadinya
hubungan kerjasama atau usaha bersama antara manusia yang satu dengan dengan
manusia yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
1. Machiavelli
Ia terkenal tentang nasehatnya
mengenai kebijaksanaan yang harus dimiliki oleh seorang Perdana Mentri, yaitu
antara lain harus mempunyai keahlian dalam : (a) Upacara – upacara ritual,
kebaktian keagamaan, (b) Peraturan dan perundang – undangan, (c) Pemindahan dan
pengangkutan, (d) Pemberian honorium/pembayaran dan kepangkatan, (e) Upacara –
upacara dan adat kebiasaan, (f) Pemindahan pegawai untuk menhindarkan kegagalan,
(g) Bertani dan pekerjaan lainnya.
2 2. Empu Prapanca
Terkenal dengan bukunya Negara
Kertagama menyebut 15 sifat yang baik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
yaitu: a. Wijana, sikap bijaksana b. Mantri wira, sebagai pembela negara
sejati, c. Wicaksaning naya, bijaksana dalam arti melihat masa
lalu, kemampuan analisa, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, d. Matanggwan, mendapat kepercayaan yang
tinggi dari yang dipimpinnya, e. Satya
bakti haprabu, setia dan bakati kepada atasan (loyalitas), f. Wakjana, pandai berpidato dan
berdiplomasi, g. Sajjawopasama, tidak
sombong, rendah hati, manusiawi. h. Dhirrottsaha,
bersifat rajin sungguh- sungguh kreatif dan penuh inisiatif, i. Tan-lalana,
bersifat gembira, periang, j. Disyacitra,
Jujur terbuka, k. Tancatrisan, tidak
egoistis, l. Masihi Samastha Bhuwana,
bersifat penyayang, cinta alam, m. Ginong
Pratidina, tekun menegakkan kebenaran, n. Sumantri, sebagai abdi negara yang baik, o. Ansyaken musuh, mampuh memusnakan setiap lawan.
3 3. Ajaran Asta
Brata.
Asta Bhrata (delapan pedoman
pilihan) yang terdapat dalam kitab Ramayana berisi sifat - sifat positif
sebagai pedoman bagi setiap pemimpin adalah:
a.
Sifat matahari (surya) Yaitu: - Menerangi dunia dan
memberi kehidupan pada semua mahluk.
-
Menjadi penerang seluruh rakyat.
- Jujur dan rajin bekerja sehingga
negara aman dan sentosa.
b. Sifat bulan
(candra) yaitu:
- Memberi
penerangan terhadap rakyat yang sedang dalam kegelapan (kesulitan)
- Menerangkan perasaan dan
melindungi rakyat sehingga terasa tentram untuk menjalankan tugas masing- masing.
c. Sifat Bintang
(kartika) yaitu:
- Menjadi
pusat pandangan sumber susila dan budaya, dan menjadi suri tauladan
d. Sifat Awan yaitu :
- Dapat menciptakan kewibawaan
- Tindakan mendorong agar rakyat tetap taat.
e. Sifat Bumi yaitu:
- Ucapanya sederhana.
- Teguh, dan kokoh
pendiriannya.
f. Sifat Samudera,yaitu:
- mempunyai
pandangan yang luas
-
membuat rakyat seia sekata.
g.
Sifat Api (Agni) yaitu:
- Menghukum siapa saja yang bersalah tanpa
pandang bulu
h.
Sifat Angin (Bayu) yaitu:
- terbuka dan tidak ragu – ragu terhadap
semua masalah
- Bersikap adil terhadap siapa pun.
4. The Traits and abilities Theory
Teori ini dikemukakan oleh Stogdill
dengan menekan pada kwalitas individu dan terdapat relevansi yang erat antara
sifat dan kepemimpinan (capacity, status, participation,
responsibility,achievement). Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari
pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali
di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan
diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat
pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat –
sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai
melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik,
mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang
berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
a. Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang
mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari
pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula. Karena
pemimpin pada umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pengikutnya.
b. Kedewasaan dan
Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan
lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai
emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan
goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.
c. Motivasi Diri dan
Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki
motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi. Dorongan yang kuat
ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
d. Sikap Hubungan
Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan
sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya
4. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Tingkah Laku
Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi, berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin
yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan ke arah dua hal sebagai berikut.
a. Pertama yang
disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang
menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal
ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia
berkonsultasi dengan bawahan.
b. Kedua disebut
Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan
kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam
pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan
dicapai.
Jadi, berdasarkan teori ini, seorang pemimpin yang
baik adalah bagaimana seorang pemimpin yang memiliki perhatian yang tinggi
kepada bawahan dan terhadap hasil yang tinggi pula. Dengan memusatkan
pada ciri-ciri dan gaya yang dimiliki oleh setiap pemimpin yang bersangkutan,
mereka yakin akan berhasil dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Sehingga
gaya dan ciri-ciri tersebut akan menimbulkan berbagai tipe. Ada beberapa tipe
kepemimpinan.
1. Tipe Otoriter
Tipe ini mempunyai sifat-sifat: a. Semua kebijaksanaan ditentukan oleh
pemimpin, b. Organisasi dianggap milik pribadi pemimpin, c. Segala tugas dan
pelaksanaannya ditentukan oleh pemimpin , d. Kurang ada partisipasi dari
bawahan, e. Tidak menerima kritik, saran dan pendapat bawahan. Otoriter atau Otokratis juga merupakan kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan
kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan
sangat dominan digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi
dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau
melakukan apa saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif,
yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa
manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta
memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
2. Tipe Demokratis
Tipe kepemimpinan ini memiliki
karakteristik sebagai berikut: a. Semua kebijaksanaan dan keputusan dilakukan
sebagai hasil diskusi dan musyawarah, b. Kebijaksanaan yang akan datang
ditentukan melalui musyawarah dan diskusi, c. Anggota kelompok, bebas
bekerjasama dengan anggota yang lain, dan berbagai tugas diserahkan kepada
kelompok, d. Kritik dan pujian bersifat objektif dan berdasarkan fakta-fakta,
e. Pemimpin ikut berpartisipasi dalam kegiatan sebagai anggota biasa, f.
Mengutamakan kerjasama. Tipe Demokrasi Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan
pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang
demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja
dan dapat mengarahkan diri sendiri.
3. Tipe Semuanya
Tipe ini menunjukkan karakteristik
antara lain: a. Kebebasan diberikan sepenuhnya kepada kelompok atau
perseorangan di dalam pengambilan kebijaksanaan maupun keputusan, b. Pemimpin
tidak terlibat dalam musyawarah kerja, c. Kerjasama antara anggota tanpa campur
tangan pemimpin, d. Tidak ada kritik, pujian atau usaha mengatur kegiatan
pemimpin.
Di samping ketiga gaya kepemimpinan
diatas Siagian, mengemukakan tipe pemimpin yang lain, ialah:
4. Tipe
Militeristis memiliki ciri seperti : a. Lebih sering mempergunakan perintah
terhadap bawahan, b. Perintah terhadap bawahan sangat tergantung pada pangkat
dan jabatan, c. Menyenangi hal-hal yang bersifat formal, d. Sukar menerima
kritik, e. Menggemari berbagai upacara.
5. Tipe
Paternalistik karakteristiknya sebagai berikut: a. Bersikap melindungi bawahan,
b. Bawahan dianggap manusia yang belum dewasa, c. Jarang ada kesempatan pada
bawahan untuk mengambil inisiatif, d. Bersikap maha tahu.
6. Tipe
Karismatis dimana seorang pemimpin a. Mempunyai daya tarik yang besar, oleh
karenanya mempunyai pengikut yang besar, b. Daya tarik yang besar tersebut
kemungkinan disebabkan adanya kekuatan gaib (supernature) .
Disamping teori yang telah
dikemukakan diatas, ada teori lain yang Dikemukakan oleh W.J. Reddin dalam
artikelnya yang berjudul “What Kind of
Manager”. Ada tiga pola dasar yang dapat dipakai untuk menentukan watak
atau tipe seorang pemimpin. Ketiga pola dasar tersebut :
1.
Berorientasi tugas (task
orientation).
2.
Berorientasi pada hubungan kerja (Relationship orientation).
3.
Berorientasi pada hasil (effectiveness orientation).
Berdasarkan
sedikit banyaknya orientasi atau penekanan ketiga hal diatas pada diri seorang
pemimpin akan dapat ditentukan delapan tipe pemimpin masing-masing ialah: 1. Deserter, 2. Bureaucrat, 3. Missionary,
4. Developer, 5. Autocrat, 6. Benevolent autocrat,
7. Compromiser, 8. Executive.
Ada juga teori lain tentang kepemimpinan yaitu
:
1.
Teori Kewibawaan
Pemimpin. Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab
dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain
baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk
melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin. Teori kewibawaan ini hampir mirip dengan tipe kepeimpinan karismatik.
2.
Teori Kepemimpinan
Situasi. Seorang pemimpin harus merupakan seorang
pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan
dan tingkat kedewasaan bawahan.
3.
Teori Kelompok. Dimana agar
tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif
antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas,
dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya
kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi
kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya
kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam
mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu. Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar
motivasi, kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara
beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana
perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan.
Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward
(baik ekonomis maupun non ekonomis) berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif.
Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti
dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilkan
prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian
manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.
a. Partisipasif
Lebih banyak mendesentralisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan
yang diambil tidak bersifat sepihak.
b. Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap
bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif.
Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian
menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan
menanggulangi masalahnya sendiri.
Dilihat dari orientasi si pemimpin, terdapat dua
gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu gaya konsideral dan struktur, atau
dikenal juga sebagai orientasi pegawai dan orientasi tugas. Beberapa hasil
penelitian para ahli menunjukkan bahwa prestasi dan kepuasan kerja pegawai
dapat ditingkatkan apabila konsiderasi merupakan gaya kepemimpinan yang
dominan. Sebaliknya, para pemimpin yang berorientasi tugas yang terstruktur, percaya
bahwa mereka memperoleh hasil dengan tetap membuat orang – orang sibuk dan
mendesak mereka untuk berproduksi.
Pemimpin yang positif, partisipatif dan
berorientasi konsiderasi, tidak selamanya
merupakan pemimpin yang terbaik. Fiedler telah mengembakan suatu model pengecualian dari ketiga gaya kepemimpinan diatas, yakni model kepemimpinan kontigennis. Model ini nyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bergantung
pada situasi dimana pemimpin bekerja. Dengan teorinya ini fiedler ingin menunjukkan bahwa keefektifan ditunjukkan
oleh interaksi antara orientasi pegawai dengan 3 variabel yang berkaitan dengan
pengikut, tugas dan organisasi. Ketiga variabel itu adalah hubungan antara
pemimpin dengan anggota ( Leader –
member relations), struktur tugas (task
strukture), dan kuasa posisi pemimpin (Leader position power). Variabel pertama
ditentukan oleh pengakuan atau penerimaan (akseptabilitas) pemimpin oleh
pengikut, variabel kedua mencerminkan kadar diperlukannya cara spesifik untuk
melakukan pekerjaan, variabel ketiga menggambarkan kuasa organisasi yang
melekat pada posisi pemimpin.
Model kontingensi Fieldler ini serupa dengan gaya
kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan
situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya
kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (muturity)
pengikutnya.perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui
kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa
menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok , pengikut
dapat menemukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan
Panton,1996 : 18 dst), masing – masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm
situasi yang tepat meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang
disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat
gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang
dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin
memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya.
Keempat gaya tersebut adalah :
~ Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas
yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk
mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu
penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan.
Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating
(penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan
waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan
dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan
detil yang sudah dikerjakan.
~ Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan
aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu
diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan
dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan
berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan
waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
~ Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan
membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak
memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan
keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila
karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan
hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu
untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan
keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan
kinerja.
~ Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan
seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya delegating akan berjalan baik apabila
staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm pekerjaan, sehingga kita
dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya
sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan
kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin
berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang
disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership
mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari
orang – orang yang dipimpinnya.
Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara
lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda – beda),
maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan
diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan
situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan
situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
a. Kemampuan analitis
(analytical skills) yakni kemampuan
untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
b. Kemampuan untuk
fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan
untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa
terhadap situasi.
c. Kemampuan
berkomunikasi (communication skills)
yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya
kepemimpinan yang kita terapkan.
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi
seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran
utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran
pengambilan keputusan (decision making)
(Gordon, 1996 : 314-315).
Peran pertama meliputi :
a. Peran Figurehead, Sebagai simbol dari organisasi
b. Leader, berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan
mengembangkannya
c. Liaison, Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap
informasi untuk kepentingan organisasi.
Sedangkan peran kedua terdiri dari 3 peran juga yakni :
a. Monitior, Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau
berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan.
b. Disseminator, Menyampaikan informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.
c. Spokeman, Juru bicara atau memberikan
informasi kepada orang – orang di luar organisasinya.
Peran ketiga terdiri dari 4 peran yaitu :
a. Enterpreneur, mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi.
b. Disturbance Handler, Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan
menurun.
c. Resources Allocator, Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan
melakukan penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan setiap
keputusan.
d. Negotiator, Melakukan perundingan dan tawar – menawar.
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3
macam peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :
a. Alighting, Menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya.
b. Aligning, Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap
orang menuju ke arah yang sama.
c. Allowing, Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja
mereka.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat
tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin.
Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin
dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu
kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka
makin kuat pula yang dipimpin.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar
seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari
kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik jangan
pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah
orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus,
kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat,
membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak
diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri
adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.
5. Kepemimpinan Dalam
Perspektif Reformasi Administrasi Publik
Periode
reformasi di Indonesia menggemborkan reformasi di segala bidang, ada reformasi
administrasi, reformasi kebijakan, reformasi organisasi yang menyangkut
reformasi pada kelembagaan dan sumber daya manusia. Belum pernah terpikirkan
untuk reformasi kepemimpinan. Semangat reformasi tidak akan pernah tercapai
jika hanya satu pihak yang direformasi. Misalnya : mereformasi kelembagaan
termasuk sumber daya manusianya tanpa melibatkan kepemimpinan, semangat
reformasi tak akan tercapai. Karena antara pimpinan dan yang dipimpin serta
resourcesnya adalah satu kesatuan yang sistemik.
Mengapa
kepemimpinan di Indonesia perlu direformasi ?
diketahui bersama bahwa yang dipimpin adalah manusia, masyarakat
pluralis dengan kepentingan, kebutuhan yang berbeda. Sungguh sangat susah
apalagi dengan karakteristik masing-masing daerah yang dimiliki tentu memiliki
persepsi yang berbeda-beda pula terhadap kepemimpinan. Kepemimpinan sangat
menentukan kehidupan masyarakat dalam sebuah negara. Banyak teori maupun gaya
kepemimpinan tercetuskan oleh para ahli. Namun, teori tersebut tidak bisa
diterapkan sama diseluruh wilayah karena karakteristik masing-masing daerah
adalah berbeda-beda.
Teori-teori
kepemimpinan yang tertera diatas kalau dilihat dari perspektif Administrasi
Publik sekarang sudah berganti paradigma yang dulu berorientasi pada pendekatan
negara apapun yang dilakukan adalah untuk negara, sekarang lebih kepada pendekatan masyarakat
atau customer’s Oriented atau consumer’s approach. Orientasinya
menjadi oleh, untuk dan kepada masyarakat.
Birokrasi
pemerintah tentunya dituntut makin maju dan proaktif kepada pasar bisa
diupayakan berada pada rel humamtariannya, tetap berpihak pada rakyat kecil dan
terjaga akuntabilitasnya. Dengan cara itu, fungsi kepemimpinan publik tidak
akan gampang diselewengkan dan digunakan oleh para birokrat publik sebagai alat
represif.
Setidaknya ada 3 (tiga) kelompok pemikiran yang berpengaruh terhadap
upaya reformasi kepemimpinan publik, khususnya yang berkaitan dengan
pembangkitan kesadaran diri para administrator publik agar mereka makin
sensitif terhadap persoalan kualitas dan keadilan. Pertama, munculnya pemikiran
baru dalam studi ilmu politik / pemerintahan yang menekankan perlunya
ditegakkan prinsip pemerintahan yang berpusat pada warganegara (citizen -
centered government) dan pemerintahan yang jujur (fair) dan adil (equity) sebagai terpantul lewat konsep Total Quality Polities-TQP (Frederickson,
1994).
Kedua, gerakan pemikiran reformasi administrasi publik yang disebut New
Public Administration movement yang dipelopori oleh Marim (1971) dan
Frederickson (1980) sejak dekade 1960-an dan masih berlanjut hingga sekarang.
Ketiga, gerakan reformasi administrasi publik yang lebih radikal, yakni
Reinventing Government movement (dipelopori oleh Osborne dan Gaebler pada 1992)
yang oleh banyak kalangan dinilai berhasil dengan cukup gemilang
mengkombinasikan antara Total Quality Management (TQM) dan entrepreneurial
management (Johnston, 1996; Hackman and Wageman, 1995).
Proses, sistem, prosedur,
hierarkhi atau lawfull state tidak lagi merupakan acuan yang utama meskipun
tetap erlu diketahui dan memerlukan skill. Tetapi result, teamwork, fleksibilitas haruslah lebih dikedepankan,
disebabkan oleh tekanan, pengaruh adanya differentiated
public demand. Sedangkan sebagai seorang administrator atau pemimpin dalam
sektor publik atau mereka yang mendalami administrasi publik dituntut untuk memiliki pengetahuan, skill,
kemampuan, profesionalism, kapabilitas untuk mengembangkan konsep organisasi
dan manajemen serta mengorganisir dan memanage aktivitas dan infrastruktur
dalam memahami tuntutan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Itulah
sebabnya mengapa mereka ini dituntut untuk tidak saja memiliki responsibility dan accountability tetapi juga harus memiliki responsiveness, transparant, integrity dan impartiality.
6. Harapan Kepemimpinan
Nasional Masa Depan
Telah sempat diuraikan diatas
bahwa kepemimpinan nasional Indonesia membutuhkan figur-figur yang mampu
mengayomi masyarakat Indonesia. Figur yang mampu menyatukan ratusan perbedaan
sosial budaya ekonomi dan politik dari berbagai daerah nusantara Indonesia. Mampu menetapkan keputusan
berdasarkan kepentingan bersama bukan pada desicion making karena kepentingan.
Jika
penulis analisis impian seorang figur kepemimpinan Nasional bangsa Indonesia
agar mampu seperti kepemimpinan mahapatih Gajah Mada pada jaman kerajaan
Majapahit. Dengan menggabungkan 15 sifat kepemimpinan dalam buku Nagara
Kartagama oleh Mpu Prapanca dan Asta Brata dalam Kitab Ramayana. Sifat yang
kuat, teguh dan tegas tidak terlepas dari teori hereditas (keturunan). Tidak
cukup berdasarkan keturunan tanpa diimbangi dengan pengetahuan, ketrampilan dan
wawasan yang luas. Tidak kalah penting
seorang pemimpin harus memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi.
Penggabungan ketiga hal ini akan
menambah kesempurnaan seorang pemimpin. Walaupun ada bakat sebagai pemimpin dan
intelektual yang bagus tetapi tanpa diimbangi dengan spiritual yang tinggi,
tentu akan goyah.
Contohnya telah banyak di Indonesia pemimpin yang pintar background pendidikan tinggi
entah punya bakat memimpin atau tidak, tetapi moralnya tidak teguh, tidak kuat
dengan berbagai macam godaan duniawi. Hingga banyak pemimpin yang korupsi,
skandal perselingkuhan.
Kita
telusuri kepemimpinan di Indonesia mulai jaman kemerdekaan Indonesia. Presiden
Sukarno tipenya karismatik tetapi memiliki banyak istri, Presiden Suharto tipe
militer dan juga demokratis terlalu lama mempertahankan jabatan, Presiden
Habibie tidak begitu kelihatan karena meneruskan kepemimpinan presiden
Soeharto, Gus Dur terlalu demokratis, Megawati tidak memiliki visi, SBY menurut
penulis karismatik tetapi kurang tegas. Banyak permasalahan nasional yang belum
tuntas terutama keamanan negara terancam dengan menjamurnya teroris di
Indonesia. Kepemimpinan Jokowi masih perlu diikuti jejaknya. Kita sadari bahwa tidak ada manusia yang
sempurna, akan tetapi jika menjadi seorang pemimpin tertinggi di suatu negara
memang harus memiliki kelebihan dari masyarakat yang dipimpinnya.
Model kepemimpinan
Bali membutuhkan figur pemimpin yang berlandaskan pada ajaran asta brata,
berdasarkan keturunan ditambah dengan intelektual (teori ekologis). Pemimpin
menurut orang Hindu Bali akan mendapatkan karisma dan kewibawaan selain hal
diatas dimiliki juga harus “Metaksu”. Metaksu bisa diuraikan
dengan memelihara kesehatan indria agar dapat berfungsi secara sempurna
merupakan upaya hidup sehari-hari yang wajib dilakukan. Indria tersebut adalah
alat untuk dapat kita merasakan adanya suka dan duka dalam kehidupan ini. Cuma
indria yang sehat sempurna itu harus digunakan di bawah kendali pikiran yang
cerdas. Kecerdasan pikiran itu dilandasi oleh kesadaran budhi yang bijaksana.
Struktur diri yang demikian itulah yang akan dapat mengimplementasikan kesucian
Atman dalam wujud perilaku.
Indria, pikiran dan kesadaran budhi yang mampu
menjadi media kesucian Atman itulah yang menyebabkan orang disebut mataksu dalam
hidupnya. Kata ''taksu'' berasal dari kata ''aksi'' artinya melihat. Melihat
itu dengan cara pandang yang multidimensi itulah menyebabkan orang disebut
mataksu. Melihat sesuatu tidak hanya dengan mata fisik saja. Pandangan mata
fisik itu dianalisis oleh pandangan pikiran yang cerdas dan dipandang dengan
renungan rohani yang mendalam. Cara pandang yang demikian itulah yang akan
dapat melihat sesuatu dengan multidimensi. Penglihatan yang multidimensi itulah
menyebabkan orang mataksu.
Secara ringkas harapan kepemimpinan
nasional di Indonesia adalah orang yang memang mempunyai kriteria seperti :
bakat memimpin, memiliki wawasan yang luas intelektualitas yang tinggi,
mempunyai tingkat spiritualitas yang tinggi, tegas, mempunyai visi, memiliki
rasa pengabdian kepada bangsa, negara dan masyarakat. Kriteria tersebut
tercantum dalam nilai-nilai Pancasila sehingga bisa kita simpulkan bahwa kita
membutuhkan figur Kepemimpinan Pancasila
Yang Metaksu di sektor Publik, yang berpedoman pada 15 sifat dalam buku Nagara
Kartagama dan Asta Brata.
7. Simpulan
Pentingnya memahami teori
kepemimpinan agar mampu memimpin diri sendiri dan orang lain secara efektif dan
efisien. Jangan meninggalkan teori warisan leluhur dan silau dengan teori luar
yang belum tentu sesuai dengan kondisi kita. Pentingnya mencari taksu dalam
untuk performa kepemimpinan dengan meningkatkan SQ (Spiritual Question), E (Emotional
Question) dan IQ (Intelektual
Question).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003.
Membangun Kembali Karakter Bangsa.
PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Parisada
Hindu Dharma Indonesia, 2011. Makna
Pelinggih Taksu di Mrajan. https://blogibelog.wordpress.com/2011/01/03/makna-pelinggih-taksu-di-merajan/
Recardo S. Morse and Terry F. Buss, 2008. Innovations In Public Leadership Development.
National Academy Of Public Administration. ME Sharpe, New York
Sukiyat,
2008. Studi Reformasi Kepemimpinan Pada PDAM
Kabupaten Gresik, digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15467-3306100034-Paper.
pdf
Suryadi, 2008, Transformasi
Paradigma Kepemimpinan.
Surabaya, CV. Putra Media Nusantara
Titib I Made,
2006. “Ajaran Kepemimpinan Dalam Kakawin Gajah Mada”, Makalah disampaikan dalam
Seminar Model Kepemimpinan Bali
diselenggarakan oleh IKAYANA, Denpasar.
Warsito
Utomo, 2006. Administrasi Publik Baru
Indonesia. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Wawan
Junaedi, 16 Januari 2010. Teori
Kepemimpinan. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/01/teori-teori-kepemimpinan.html.
Widnyani,
Ida Ayu Putu Sri, 2011. Hasil Diskusi dalam Perkuliahan Kepemimpinan Sektor
Publik Mahasiswa PDIAP Universitas Brawijaya Malang tahun 2011, bimbingan Dosen
Dr. Suryadi, MS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar