Oleh
Gede Sandiasa
Staf Edukasi Fisip Universitas Panji Sakti
Staf Edukasi Fisip Universitas Panji Sakti
Jurnal Public Choice Interest-group analysis in economic history
and the
history of economic thought
Robert B.
Ekelund Jr. · Robert F. Hébert
(Locus Majalah Ilmiah
Fisip Vol 2 No. 1- Agustus 2013, hal 1-13)
Abstraksi
Pertarungan
teori Public Choice menjadi bahan
kajian yang menarik apakah teori ini merupakan idiologi semata ketimbang bukti
nyata secara empiris dapat berlaku dalam praktik administrasi publik. Bersama
ini penulis mencoba mengkritisi apa yang sudah secara tajam dikritisi oleh Robert B. Ekelund Jr. · Robert F.
Hébert, berdasarkan hasil studi dari Ekelund dan Tollison, banyak terungkap dalam tulisan ini, dengan menampilkan berbagai kasus
di beberapa negara seperti Inggris, Francis, Spanyol, perang Vietnam dan Perang
Saudara Di Amerika Serikat dan Kasus “School” di Sparta. Membuktikan bahwa
pilihan publik dapat menghasilkan pembelajaran yang pahit bagi mereka yang
tidak memperoleh keuntungan dari teori ini. Secara umum kasus-kasus tersebut
lebih mendekatkan pada pilihan publik yang berlaku pada “interest group” dalam hal ini pihak-pihak yang memenangkan
pertarungan di kancah perpolitikan maupun di bidang ekonomi. Kendatipun sudah
merupakan riview dari beberapa kasus penulis sebagai mahasiswa akan berusaha
memahami dan menampilkan sisi kritisasi terhadap pemberlakuan teori berdasarkan
pengalaman dan pengamatan empiris di negara kita. Semoga dapat menjadi bahan
“impuls” bagi pemunculan diskusi yang
hangat yang dapat mendorong pada esensi pokok bahasan “teori pilihan publik” dan emperisme sebuah ilmu pengetahuan dapat
ditelusuri.
Kata Kunci: Public choice, rent-seeking,
interest group dan public interest
Pendahuluan
Artikel ini meninjau kontribusi Bob
Tollison untuk literatur ilmiah
di bidang terkait yang erat hubungannya dengan sejarah ekonomi dan sejarah pemikiran ekonomi, Tolison makan, tidur dan bernafas ekonomi terfokus, meskipun kemudian belajar pilihan publik dari pemenang Nobel James Buchanan pada M. University of Virginia, Tollison tidak pernah melepaskan minatnya dalam sejarah, atau dalam sejarah pemikiran ekonomi, yang dirangsang sebagian oleh Matius Stephenson, salah satu mentornya perguruan tinggi Wofford. Pembahasan hasil tulisan Tolison bersama lebih dari 500 penulis lainnya, dimana sebagian besar tulisan-tulisan tersebut adalah hasil karyanya sendiri. Dalam jurnal ini berusaha mengupas integrasi pilihan publik dan analisis kelompok kepentingan di bidang ke sejarawanan. Ini mengidentifikasi tema-tema penelitian menyeluruh dan merangkum temuan-temuan yang menjadi kunci utama publikasinya. Tollison menemukan cara untuk membawa unsur-unsur teori pilihan publik untuk menanggung berbagai aspek sejarah ekonomi dan sejarah pemikiran ekonomi. Ini perspektif publik pilihan didekatkan pada bidang sejarah ekonomi dan sejarah pemikiran ekonomi sebuah pendekatan unik dari pembelajaran yang diberikan oleh Tolison.
di bidang terkait yang erat hubungannya dengan sejarah ekonomi dan sejarah pemikiran ekonomi, Tolison makan, tidur dan bernafas ekonomi terfokus, meskipun kemudian belajar pilihan publik dari pemenang Nobel James Buchanan pada M. University of Virginia, Tollison tidak pernah melepaskan minatnya dalam sejarah, atau dalam sejarah pemikiran ekonomi, yang dirangsang sebagian oleh Matius Stephenson, salah satu mentornya perguruan tinggi Wofford. Pembahasan hasil tulisan Tolison bersama lebih dari 500 penulis lainnya, dimana sebagian besar tulisan-tulisan tersebut adalah hasil karyanya sendiri. Dalam jurnal ini berusaha mengupas integrasi pilihan publik dan analisis kelompok kepentingan di bidang ke sejarawanan. Ini mengidentifikasi tema-tema penelitian menyeluruh dan merangkum temuan-temuan yang menjadi kunci utama publikasinya. Tollison menemukan cara untuk membawa unsur-unsur teori pilihan publik untuk menanggung berbagai aspek sejarah ekonomi dan sejarah pemikiran ekonomi. Ini perspektif publik pilihan didekatkan pada bidang sejarah ekonomi dan sejarah pemikiran ekonomi sebuah pendekatan unik dari pembelajaran yang diberikan oleh Tolison.
Beberapa yang kasus yang terungkap dalam tulisan ini,
terutama berasal dari penyelidikan brilian dari Tolison dan Robert B. Ekelund Jr. Penelitian Tollison itu didasarkan pada pilihan publik dan
kegiatan “interest group dan Ekelund tertuju pada sejarah
pemikiran ekonomi. Ekelund
dan Tollison beralasan bahwa jika perilaku perusahaan
penerbangan komersial, kereta api dan utilitas publik di bawah peraturan di
tahun 1970-an bisa dijelaskan dalam istilah ‘kelompok kepentingan’, prinsip yang
sama harus mampu menjelaskan insiden sejarah lainnya yang melibatkan regulasi
ekonomi, seperti akhir abad pertengahan merkantilisme. Pada dua hal ini mendorong keputusan untuk
"merevisi" sejarah tentang standar merkantilisme yang mendominasi
bidang sejarah ekonomi dan sejarah pemikiran ekonomi. Pembahasan yang
komprehensif pada tulisan jurnal akan mengantarkan para pembaca pada esensi
pilihan publik yang sebagian besar berpihak pada kepentingan kelompok tertentu
bahkan tak satupun bukti empiris menunjukkan bahwa pilihan publik berlaku bagi
keseluruhan citizen secara general apalagi kepada kelompok marginal, masyarakat
kelas bawah.
Esensi
Teory “Public Choice”
Pilihan Publik
di awali setelah karya monumental Eli Hecksher (1931) berkenaan merkantilisme sebagai kumpulan
ide-ide yang ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan utama, seperti halnya kekuasaan negara. Namun disisi lain Ekelund
dan Tollison menolak interpretasi standar dari
merkantilisme dan menawarkan alternatif. Buku pertama, Merkantilisme sebagai “Rent Seeking Society”: selanjutnya Peraturan Ekonomi dalam Perspektif Sejarah
(Ekelund dan Tollison 1981) "melihat proses" regulasi ekonomi
didorong oleh kepentingan individu,
koalisi politik, atau keduanya; dan yang kedua, Ekonomi dipolitisir: Monarki,
Monopoli dan Merkantilisme , diperpanjang pandangan ini kepada keprihatinan
yang lebih luas perubahan institusional. Ekelund dan Tollison menemukan bukti
baik di Heckscher dan dalam sumber-sumber lain yang bertentangan dengan
pandangan bahwa merkantilisme “a collection of ideas or the
apotheosis of “state power” (hanyalah kumpulan ide atau pendewaan "kekuasaan
negara).
Penggabungan analisis pilihan publik ke dalam interpretasi
sejarah dari merkantilisme telah menghasilkan reaksi yang beragam, Kritik-kritik yang
menolak aksioma kepentingan diri. misalnya John J. McCusker (2000) merasa sulit untuk percaya
bahwa salah satu kekuatan pendorong
utama dan kekal dari perubahan sejarah adalah perilaku mementingkan diri
sendiri oleh kelompok kepentingan yang menggunakan pemerintah untuk
melakukan kontrol terhadap ekonomi. Selanjutnya dalam pemahaman tentang individu dan "sekolah" melalui kajian “school” pemikiran
ekonomi didasarkan pada
pendekatan umum
yang sama, untuk analisis
ekonomi yang
sebelumnya telah disebutkan:
pilihan publik, implikasi
rasional analisis kepentingan, kepentingan
kelompok dan interaksi
politik dan peraturan.
Namun
sejauh penelusuran penulis terhadap hasil bacaan pada jurnal ini, tidak ada
pemahaman yang secara implisit disebutkan tentang “teori pilihan publik”, yang
bisa digambarkan dari berbagai kasus dalam bacaan ini bahwa “teori pilihan
publik” adalah sebuah teori yang masih berada dalam tataran konsep atau
idiologi yang apabila diinginkan untuk memenuhi kepuasan dari setiap
kepentingan individu dalam sebuah orgnaisasi atau negara. Teori pilihan publik
juga banyak diilhami dari tulisan-tulisan Adam Smith yang mana mengunggulkan
kebebasan individu, untuk mencapai puncak kesejahteraannya dengan memberikan
kebebasan, untuk melakukan pilihan-pilihannya secara rasional. Kendatipun tidak
dapat dibuktikan secara empiris bahwa dalam satu negara ataupun organisasi setiap
orang dapat memilih dan melaksanakan kebebasannya sendiri, tanpa batas-batas
negara, pengaruh kekuasaan dan kelompok kepentingan. Demikian juga terungkap
dalam beberapa kasus dalam jurnal yang dibahas. Dari beberapa bacaan penunjang
akan saya tampilkan beberapa pemahaman tentang teori ini.
Holcombe dan Dmitry
Ryvkin, (2010), melalui sebuah ilustrasi sebagai berikut sebuah
sastra substansial dalam pilihan publik menganalisis bagaimana pengambilan keputusan kolektif memilih di antara berbagai pilihan. Jika keputusan
kelompok akan dibuat di antara
pilihan A, B, dan
C, pilihan mana yang akan
kelompok pilih? Ini mengasumsikan
anggota kelompok mengetahui hasil dari pilihan antara yang mereka
pilih. Makalah ini tidak menganalisis
bagaimana kelompok memilih di antara berbagai pilihan, melainkan bagaimana menentukan, apa hasilnya jika beberapa pilihan tertentu dipilih. Sebagai contoh, apa yang akan terjadi jika kelompok setuju untuk
mengambil Sebuah pilihan?). Selanjutnya Reksulak
(2010) menyebutkan bahwa pendekatan
teori pilihan publik terhadap kebutuhan antitrust harus disandingkan dengan penuh semangat “public interest theory” (Teori kepentingan umum) yang berlaku pada sentimen di Eropa. Salah satu langkah menuju tujuan yang telah digariskan oleh
Voigt (2006, hal 207)
menggambarkan sebagai "kebijakan
antitrust kuat" bahwa bersamaan menggabungkan tujuan penalaran ekonomi,
kesadaran sumber daya dan pengakuan eksplisit
"konsekuensi umum tentang kesejahteraan". Dalam karya yang lain Willian F Shugart
II dan Fred S McChesney (2010) menyoroti tentang “kepentingan umum” sebagai
berikut “pilihan publik ulama untuk menjelaskan perilaku individu
dalam pengaturan alternatif non-pasar
yang disediakan, positif
diuji pada pemikiran ortodoks, sebagian
besar normatif "kepentingan
umum" penjelasan pemerintah,
bisa juga bermanfaat diterapkan ke dunia kebijakan antitrust.
Dalam konteks pemikiran muncul “pilihan publik”
tentang lembaga administratif.
Dari bacaan utama dan
penunjang ini, penulis kembali menegaskan tentang teori “pilihan publik” bahwa
setiap individu dapat melakukan pilihan-pilihannya secara rasional, sehingga
dalam penerapannyapun diharapkan tidak memiliki benturan pada pilihan-pilihan
rasional dari pihak lain, dengan demikian maka penerapan teori pilihan publik
mengaju pada pada hasil positif yang mengarah pada “kepentingan umum” yang
kiblatnya pada “kesejahteraan umum”. Namun perlu hati-hati dan penyelidikan
yang serius, bahwa pilihan-pilihan publik individu sulit rasanya bebas dari
pemikiran-pemikiran ekonomi “non-pasar”, sehingga dapat menghasilkan
ukuran-ukuran non ekonomi seperti kesetaraan, keadilan dan kesejahteraan. Kalau
boleh juga diperwakilkan bahwa kepentingan bermotif ekonomi “kebutuhan” tentu
memerlukan keluasan dan kerarifan cara berpikir tentang motif tindakan manusia
sebagai pribadi. Menurut Deliarnov (2006) “kebutuhan manusia relatif tidak
terbatas, disisi lain alat pemuas berbagai kebutuhan tersebut terbatas.
Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan alat pemuas menyebabkan diperlukannya
sebuah ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi pada intinya mengajarkan bagaimana manusia
atau sekelompok manusia membuat pilihan-pilihan
terbaik, sebagaimana dikemukakan oleh Paul Sauelso (2001) “ilmu ekonomi adalah
studi mengenai bagaimana orang dan masyarakat memilih, dengan tanpa menggunakan
kekerasan, untuk memanfaatkan sumber-sumber daya produktif yang langka demi
memproduksi berbagai komuditi dari waktu ke waktu dan mendistribusikannya untuk
dikonsumsi, saat ini maupun di masa depan oleh berbagai orang dan kelompok dalam
masyarakat”.
Kasus-kasus
Pertentangan dan Dukungan terhadap “Public Choice”
Kasus-kasus
dalam jurnal ini menunjukkan bahwa bukti empiris tentang penerapan “teori
pilihan publik” dapat terpenuhi manakala hasil penerapannya pada “kelompok
kepentingan” terbukti. Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah Publik yang
mana? Dari beberapa kasus ditunjukkan bahwa “publik” dari kelompok pemenang,
mayoritas, penguasa dan pengusaha” tak satupun menunjukkan bahwa “publik” itu
pada kepentingan umum, yaitu kepentingan dari sebagian besar masyarakat atau
kaum buruh yang terwakilinya. Untuk lebih jelasnya akan dibeberkan kasus-kasus
sebagai berikut.
Dalam merkantilis Inggris, perdagangan dan bisnis
diberikan status monopoli melalui satu
dari tiga wilayah kerja: (1) undang-undang Parlemen, (2) paten
proklamasi kerajaan dan surat, dan (3) keputusan dari Privy Council dari
Perlindungan "Pengadilan Raja." Diberikan kepada tenaga kerja adalah
produk dari koalisi pengrajin yang berhasil mengamankan undang-undang perlindungan,
seperti Statuta artificers. Monopoli lokal dipercayakan pada Hakim JPS, dimana
praktik “pilihan publik” orang-orang mengejar kepentingannya sendiri dan
penerapannya umumnya berkorelasi dengan
imbalan atas jasa yang diberikan, dan mereka menawarkan menguatkan bukti
sejarah untuk kepentingan mereka. Akhirnya dua sistem pengadilan muncul, satu
sejajar dengan raja dan lain selaras dengan DPR. Pada dasarnya masalah ini
adalah: "yang memiliki hak untuk lembaga atau mengubah peraturan atas
perdagangan, tenaga kerja dan perdagangan.
Aplikasi
pilihan publik dan kepentingan kelompok lebih menjelaskan mengapa
prinsip-prinsip sejarah merkantilisme salah satu bentuk yang paling efektif
redistribusi kekayaan bertahan di Prancis dan Spanyol. Perancis mendirikan
monopoli produk jadi (tembakau, garam, barang-barang mewah, tekstil, dan
manufaktur domestik. Spanyol sangat menekankan pada sistem agraria dan ekstraksi sistem sewa dari sektor
penghasil wol. Spanyol efektif dalam monopoli
mengumpulkan sewa di input (Merino wol) sejumlah titik produksi dan distribusi.
Selain itu, Spanyol mengeksploitasi
otoritas dan kekuasaan Gereja Katolik Roma dalam mengelola peraturan pada
produksi dan pertukaran, termasuk perdagangan internasional. Para
Inkuisisi Spanyol, misalnya, digunakan
untuk menghilangkan "Yahudi" kompetitif di semua bidang perdagangan,
uang dan keuangan. Selanjutnya Anderson dan Tollison (1983b)
menunjukkan bahwa abad pertengahan kelompok kepentingan yang relatif efisien
dalam menciptakan dan menegakkan perjanjian kartel saat tekanan kompetitif hadir. Sebagai contoh, perusahaan yang
didirikan "sindikat penjualan" agen penjualan umum dalam rangka untuk
meningkatkan penjualan di kota-kota Inggris.
Gary
Anderson, Tollison telah menekankan pada pilihan masyarakat dan analisis kepentingan kelompok
di luar topik merkantilisme untuk ditempatkan sebagai subyek seperti Luddism (1986b), Perang Sipil Amerika (1991a)
“Militer "membiarkan" sanksi terutama di daerah yang memiliki sejarah
pemilihan Partai Republik, sehingga meningkatkan prospek pemilihan kembali
Lincoln pada tahun 1864, dan mengubah jalannya perang” dan New Deal Roosevelt
(1991b) “dicocokkan dengan "kebutuhan" dan kemiskinan., pola
pengeluaran kongres yang disesuaikan dengan hasil pemilu”. Penanganan kematian
di perang Vietnam (Goff dan Tollison 1987), Tollison difokuskan pada insentif
politik. “medan kematian selama Perang Vietnam secara acak dialokasikan di
seluruh negara. Mereka menunjukkan bahwa dukungan untuk perang atau, lebih
tepatnya, kurangnya dukungan, berdampak pada tugas di medan perang”.
Selanjutnya,
tentang individu dan "sekolah"
pemikiran ekonomi didasarkan pada pendekatan umum yang sama, untuk analisis ekonomi yang sebelumnya telah kita sebutkan: pilihan
publik, implikasi rasional analisis kepentingan, kepentingan kelompok dan interaksi politik dan peraturan. Para sponsor Jerman pada sistem universitas sangat
otoriter, dengan janji politik menyoroti praktek akademisi. Kasus
selanjutnya sebagai upaya untuk
pelajaran dari Adam Smith, yaitu bahwa aksioma kepentingan berlaku untuk
koalisi kelompok kepentingan swasta dan politisi serta individu. Undang-undang
Pabrik 1833 (juga dikenal sebagai Undang-Undang Althorp itu) dilarang pekerja
di bawah sembilan tahun di pabrik tekstil Inggris, dan membatasi jam kerja
anak-anak antara usia sembilan dan tiga belas. Tidak terinspirasi oleh
"kepentingan umum" begitu banyak hal yang oleh kepentingan pekerja
dewasa, berusaha untuk menaikkan upah
mereka dengan mengorbankan yang lebih muda, pengganti pekerja. Terancam oleh
kemajuan teknologi di industri tekstil yang berdampak pada pengurangan upah
secara bertahap dan pekerjaan, pemintal didukung pembatasan jam kerja.
Kritik
Penulis dan Analisas Kasus Empiris di Indonesia
Coba kita menyimak peristiwa nyata yang sangat pelik dan merupakan kebijakan “buah
simalakama” perubahan kenaikan harga BBM semasa pemerintahan SBY yang di mulai
tahun 2005, dan beberapa kenaikan di tahun berikutnya. Sungguh sebuah “pilihan
publik” dari pemikiran ekonomi penguasa yang memperhitungkan anggaran negara
dengan perbandingan kenaikan harga minyak dunia. Eksistensi upaya
mempertahankan keterpurukan negara dari pengaruh naiknya harga minyak dunia,
akan ditantang oleh realitas ekonomi para pengusaha kecil yang memakai BBM
maupun masyarakat Indonesia yang secara keseluruhan roda perekonomiannya
digerakkan oleh BBM. Mampukah memberikan subsidi silang kepada publik “si
miskin” lebih banyak. Hal ini juga memperpanjang diskursus tentang pencabutan
subsidi bagi masyarakat “kepentingan publik” sampai saat ini. Sungguh sulit
kiranya mengkampanyekan “pilihan publik” sampai beberapa tahun mendatang,
karena di negara majupun di mana teori ini dikemukan tidak mampu terwujud yang
dapat memuaskan dan meningkatkan kepuasaan kepentingan publik secara umum.
Namun hal yang menggembirakan “pilihan publik” dapat menjadi sebuah konsep
idiologi yang mampu mencerdas generasi bangsa tentang apa yang benar dan salah
dalam praktik kebijakan publik, maupun alasan-alasan pembenar dari diambilnya
sebuah kebijakan. Hal ini diakui oleh Down, Perlu
adanya sebuah perangkat sistemik yang mampu mengeliminir kebijakan yang
berpihak pada lembaga birokrasi ketimbang rakyat banyak , seperti yang
disampaikan oleh Down (dalam Adi Sasono, 2008: 209) bahwa paradigma public choice, dianggap mampu memagari kecendrungan psikologis para
birokrat yang lebih melayani dirinya sendiri ketimbang melayani kepentingan
umum.
Disamping itu penempatan porsi yang besar pada sektor
“pilihan publik” menghasilkan “inefisiensi” penyelenggaraan negara. Sebagai
kasus yang lain dapat ditampilkan di Indonesia adalah pemilihan umum secara
langsung, yang memberi kesempatan pada setiap individu warga negara untuk
memaksimalkan pilihannya dalam sebuah arena politik. Perhelatan politik
menyedot perhatian dan anggaran yang cukup besar pada setiap individu yang
terlibat. Menurut analisis penulis ada
beberapa potensi pemborosan dalam penyelenggaraan pemilu. Pertama, anggaran pemerintah
melalui APBN yang terdistribusi pada sektor birokrasi dari tingkat pusat sampai
pada di tingkat Desa dan pada penyelenggara pemilu dari KPU pusat sampai pada
PPS ditingkat desa, bahkan sampai ke TPS. Sungguh dari sisi waktu dan anggaran
yang terlibat untuk memenuhi “pilihan publik” sangat luar biasa, dimana
pemilihan tidak diselenggarakan secara serempak, terjadinya di berbagai lini
dari pemilhan legislatip (DPD, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota),
Presiden, Gubernur, Bupati/Wali Kota, Kepala Desa yang tidak sedikit
menghabiskan anggaran, seakan-akan negara ini hanya mengerjakan pemilihan umum.
Kedua biaya kandidat atau “public interest” cukup bervariasi dan
besar. Masing-masing kelompok atau individu memaksimalkan kepentingan untuk
menjadi yang terbaik dan terpilih memerlukan cost yang tinggi. Ketiga yang memperihatinkan
adalah terjadi pengorbanan kepentingan umum, yaitu masyarakat Indonesia baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung banyak terjadi komplik horinsontal diantara
para konstituen, perusakan, intimidasi dan amuk masa seperti yang terjadi tahun
2009 di Bali, pertimbangan birokrasi pemerintah
yang diletakkan pada wilayah pasar “publik” memiliki kekuatan yang sangat besar
untuk menghakimi keberadaan sebuah institusi yang tidak dapat melayani tuntutan
pasar. Secara tidak langsung seringnya pemilihan dari
tingkat desa sampai ke tingkat pusat mengorbankan waktu kerja masyarakat
miskin, dan kadang juga biaya transport dan konsumsi menuju ke TPS. Lalu kemudian kita
perhadapkan pada pertanyaan, apakah hasil dari pemilihan langsung ini, dapat memuaskan
semua kepentingan?.. perlu diingat “di atas kepentingan masih ada kepentingan
lain yang lebih kuat”
Selanjutnya kita simak apa yang disampaikan dalam jurnal oleh
Lars Magnusson (1994), memiliki kepentingan, sebagai intelektual
"merkantilisme dengan pendekatan sejarah, yang mengarah pada penolakan
langsung dari perspektif publik-pilihan. Teori merkantilisme didasarkan pada
kepentingan kelompok, prinsip-prinsip “rent-seeking” (mencari keuntungan)
harus ditinggalkan jika teori lain yang lebih baik hadir, sesuai dengan
fakta-fakta penting dari perubahan institusional yang dapat dibuktikan. Kritik bisa mendapatkan tantangan serius
untuk analisis merkantilisme sebagai “rent-seeking society” jika mereka bisa
menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan disahkan oleh politik perwakilan yang secara konsisten meningkatkan
kesejahteraan umum dengan mengorbankan sedikit kepentingan khusus. Untuk saat ini tidak ada upaya tersebut telah terwujud
(Ekelund dan Tollison 1997a). Teori diusulkan oleh Ekelund dan Tollison
memiliki kekuatan menjelaskan peristiwa dunia nyata dalam hal motif kepentingan
sendiri dan proses politik.
Berikut
kritikan terhadap teori “pilihan publik” oleh beberapa penulis diantaranya,
bahwa “ketika
menganalisis jenis masalah
pilihan publik, hal mungkin menarik
untuk membuat asumsi berbeda
tentang motivasi dari pejabat
terpilih dan tentang berapa banyak yang diketahui mengenai bias-bias penasihat kebijakan, tetapi ketika melihat
proses benar-benar bekerja, itu
adalah realistis untuk mengasumsikan
bahwa (1) pejabat terpilih tahu bias dan pendapat dari para penasehat kebijakan mereka gunakan, dan (2) bahwa pejabat terpilih memilih penasehat kebijakan yang pendapatnya mengenai masalah kebijakan yang merupakan cerminan pendapat
mereka sendiri” (Holcombe &
Dmitry Ryvkin, 2010). Analisis pilihan
publik telah menunjukkan bahwa kelompok
kepentingan memberikan pengaruh besar
pada proses ini, tetapi ideologi anggota juga memainkan peran
penting, dan anggota secara
individu mencoba untuk mengarahkan kesaksian dalam dengar pendapat dan analisis staf pada suatu
arah yang mendukung kebijakan
yang mereka lewati. Ketika membandingkan model untuk sebuah
realitas politik, tidak ada keraguan
bahwa legislator membawa pendapat kebijakan mereka
sendiri untuk mereka, dan bahwa
mereka mencoba untuk memberlakukan
undang-undang berdasarkan pendapat-pendapat
mereka.
Menurut Reksulak (2010) “pelajaran dari aktivitas teori pilihan
publik, bagaimanapun, disarankan hati-hati sehubungan dengan solusi yang
mungkin, yang dapat mengalami gangguan politik, rentan terhadap benturan
terorganisir dengan baik kelompok-kelompok kepentingan, dipengaruhi oleh
interpretasi aktivis hukum oleh pengadilan dan salah arah oleh keinginan
lembaga birokrasi. Selanjutnya, dalam ekonomi global, aktivitas penegakan
antitrust semakin saling berhubungan di seluruh benua”. Selanjutnya Buchanan (2003) menyebutkan dalam
kenyataan yang masuk akal, pilihan publik menjadi satu kumpulan teori-teori
kegagalan pemerintah, sebagai sebuah offset untuk teori-teori dari kegagalan
pasar, yang sebelumnya muncul dari teori ekonomi kesejahteraan. Atau, seperti
judul ceramah di Wina pada tahun 1978, pilihan publik dapat diringkas oleh tiga
kata deskripsi, 'politics
without romance'.
'politik tanpa cinta'.
Program pilihan publik penelitian ini lebih baik dilihat sebagai koreksi dari
catatan ilmiah sebagai pengenalan sebuah
ideologi anti-pemerintah. Terlepas dari setiap eksposur, bias ideologis
analisis pilihan publik selalu membawa sikap yang lebih kritis terhadap
nostrums terpolitisir untuk dugaan masalah sosial ekonomi. Pilihan publik
hampir secara harfiah menjadi pasukan kritikus yang akan pragmatis dalam
membandingkan pengaturan konstitusional alternatif, pelarangan apapun anggapan
bahwa birokrasi koreksi atas kegagalan pasar akan mencapai tujuan yang
diinginkan. Kritik lebih provokatif dari pusat pilihan masyarakat pada klaim bahwa
itu adalah amoral. Sumber tuduhan ini
terletak pada aplikasi untuk politik asumsi bahwa individu-individu di pasar berperilaku dengan cara yang mementingkan
diri sendiri. Lebih khusus, model ekonomi perilaku termasuk bersih
kekayaan, variabel eksternal terukur, sebagai kepentingan 'good' bahwa individu berusaha untuk memaksimalkan. Kecaman moral
pilihan publik terpusat pada dugaan pemindahan unsur teori ekonomi untuk
analisis politik. Pendapat ini juga didukung oleh Quiggin (1987) yang menyebutkan teori pilihan
publik: yaitu, penerapan asumsi maksimisasi utilitas egoistis dengan perilaku
politik “Egoistic
Rationality”. Dalam kasus teori public choice. sikap
ini akan membutuhkan perubahan
mendasar, secara khusus, dalil egoisme individu harus ditinggalkan, atau setidaknya secara signifikan dimodifikasi. Beberapa pendekatan alternatif telah diuraikan di atas. Apapun pendekatan yang diadopsi, perhatian lebih dekat dengan fakta-fakta sangat penting.
Kesimpulan
Penempatan pada pemuasan
kepentingan individu melalui “pilihan publik” memiliki dampak positif dan
negatif, secara kenyataan lebih bernuansa normatif idiologis sebagai ukuran
alat untuk mengakaji apa yang benar dan apa yang salah dari dilaksanakannya
pilihan publik, baik dalam tataran kebijakan negara maupun yang melandasi
sebuah pilihan yang dilakukan oleh individu. Karena secara terapan “pilihan
publik” tidak bisa menjamin secara benar-benar dapat memberikan pencerahan yang
berpihak pada “kepentingan publik” atau keinginan dari sebagian besar “the voter” pada praktik kenegaraan. Dari
beberapa kasus ditemukan percaturan
politik melalui “kebijakan publik” lebih mengedepankan kepentingan kelompok
tertentu (penguasa) atau ideologi “jargon” politik yang diperjuangkan oleh
kelompok tertentu yang berkepentingan untuk memperoleh simpati dan
kemenangannya di masa mendatang, ketimbang pada “pilihan publik” yang
sebenarnya yaitu mengejar kesejahteraan dan kepentingan umum. Namun demikian
kita tidak perlu kecewa, karena karena kehadiran “teori pilihan publik” dapat
menjadikan kerangka landasan dan batasan dari kerakusan sebuah kekuasaan yang
mementingkan diri sendiri “greed of a selfish power”,
yang nantinya akan diperhadapkan pada kekuasaan yang lebih besar “pilihan
publik rakyat (public choice of the people)” yang
telah menjadi cerdas oleh jasa teori “public
choice”.
Sumber
Bacaan
Adi Sasono, 2008. Rakyat Bangkit Bangun Martabat. Pustaka Alpabet & Dekopin,
Ciputa Tanggerang
Buchanan , James M. 2003. Public Choice: Politics Without Romance.
Dalam Policy, the quarterly review of The Centre for Independent Studies.
Spring 2003 http://www.cis.org.au/policy/spr03/polspr03-2.htm
Deliarnov,
2006. Ekonomi Politik. Erlangga,
Surabaya
Ekelund Jr ,Robert B,& Robert F. Hébert,
2010. Interest-group analysis in economic history and the history of economic
thought, dalam Jurnal Public Choice Public Choice (2010) 142:
471–480 Department of Economics, Auburn University,
404 Blake St., Auburn
Holcombe, Randall
G. & Dmitry Ryvkin, 2010. Policy errors in executive and legislative
decision-making dalam Jurnal Public Choice (2010) 144:
37–51, Department of Economics, Florida State
University, Tallahassee
Quiggin,
John 1987.
Egoistic Rationality and Public Choice: A
Critical Review of Theory and Evidence, Australian National University
Reksulak, Michael, 2010. Antitrust public choice(s). dalam Jurnal Public Choice
(2010) 142: 385–406 School of Economic Development, Georgia Southern
University, Statesboro
Shughart II , William F., & Fred S. McChesney,
2010. Public choice theory and antitrust
policy. Dalam Public Choice (2010) 142: 385–406 Department of Economics, University of Mississippi, P.O.
Box 1848, University, MS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar