Mahasiswa Semester VIII Fisip Unipas Singaraja
Abstrak
Saat ini banyak instansi pemerintah pusat dan
pemerintah daerah mengembangkan pelayanan publik melalui Teknologi Komunikasi
Dan Informasi (TIK/ICT) yang disebut dengan e-government. Tetapi ada
tiga hal persoalan mendasar di dalam penyelenggaran e-government
tersebut yaitu ; inisiatif dan pemaknaan implementasi e government oleh
pemerintah daerah otonom masih bersifat sendiri-sendiri. Kedua, implementasi
melalui situs web daerah tersebut belum didukung oleh sistem manajemen dan
proses kerja yang efektif karena kesiapan peraturan, prosedur dan keterbatasan
sumber daya manusia. Ketiga, banyak pemerintah daerah meng-identikkan
implementasi e-government hanya sekadar membuat situs web pemda saja
(web presence), sehingga penyelenggaraan e-government hanya berhenti
ditahap pematangan
saja dari 4 tahap yang harus dilalui.
Kata Kunci :
e-government, e-gov, Good Governance, dan Sumber daya manusia
Pendahuluan
E-government (e-gov) intinya adalah proses pemanfaatan
teknologi informasi sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan
secara lebih efisien. “in utilizing
information and communication technologies for delivering government services
online (Nkwe, 2012: 39) atau menurut (OECD, 2003: 63)
“E-government is defined as a
capacity to transform public administration through the use of ICTs or indeed
is used to describe a new form of government built around ICTs” (e-government diartikan sebagai kapasitas
dalam melakukan transformasi administrasi publik melalui penggunaan ICT atau
memungkinkan mengembangkan form baru terkait ICT) .
Menurut
bahwa “menerapkan e-government merupakan sebuah terobosan untuk memangkas
prosedur dan proses yang berbelit-belit” (Pramusito & Kumorotomo, 2009:
9. Karena itu, ada dua hal utama dalam
pengertian e-gov di atas ; yang
pertama adalah penggunaan teknologi informasi (salah satunya adalah internet)
sebagai alat bantu, dan yang kedua tujuan pemanfaatannya sehingga pemerintahan
dapat berjalan lebih efisien. Hal ini sepadan dengan pendapat Rahmayanty yang
menyebutkan bahwa, “kemajuan tekonologi infomrasi juga merupakan solusi dalam
memenuhi aspek transfaransi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat”
(Rahmayanty, 2013: 84).
Kendati demikian, e-gov bukan berarti mengganti cara
pemerintah dalam berhubungan dengan masyarakat. Dalam konsep e-gov, masyarakat masih bisa berhubungan
dengan pos-pos pelayanan, berbicara melalui telepon untuk mendapatkan pelayanan
pemerintah, atau mengirim surat. Jadi, e-gov
sesuai dengan fungsinya, adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat
meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Simpulannya e-gov adalah upaya untuk mengembangkan
penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam
rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Hal ini terungkap dalam tulisan Zhiyuan Fang sebagai berikut
: “higher quality, cost-effective,
government services and a better relationship between citizens and
government” (Fang, 2002 : 1).
Mengapa e-gov menjadi perlu dan penting untuk dilaksanakan ? alasannya
adalah : secara tradisional biasanya interaksi antara seorang warga negara atau
institusi sosial dengan badan pemerintah selalu berlangsung di kantor-kantor
pemerintahan. Namun seiring dengan pemunculan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), semakin memungkinkan untuk mendekatkan pusat-pusat layanan
pemerintah kepada setiap klien. Sebagai contoh ; jika ada pusat layanan yang
tak terlayani oleh badan pemerintah, maka ada kios-kios yang didekatkan yang dapat memberikan pelayanan kepada para klien atau dengan penggunaan komputer di rumah atau di
kantor-kantor. E-gov memberikan
peluang baru untuk meningkatkan kualitas pemerintahan, dengan cara ditingkatkannya
efisiensi, layanan-layanan baru, peningkatan partisipasi warga dan adanya suatu
peningkatan terhadap global information infrastructure. Dengan demikian e-gov akan meningkatkan kualitas
pelayanan informasi publik sebagai jalan untuk mewujudkan good government dan tata
kelola yang baik “good governance” yaitu : partisipasi, transfaransi,
berorientasi kesepakatan, kesetaraan, efektifitas dan efisien, akuntabilitas,
serta visi misi (Sedarmayanti, 2009: 282). Governance “bukanlah suatu yang dilakukan Negara
(pemerintah) terhadap warga masyarakat, namun juga cara masyarakat itu sendiri
dan individu di dalamnya mengatur semua aspek kehidupan bersama mereka”
(Rewansyah, 2101: 82). Melalui e-government,
pelayanan pemerintah akan berlangsung secara transparan, dapat dilacak
prosesnya, sehingga dapat memenuhi akuntabilitasnya. Unsur penyimpangan dapat dihindarkan dan pelayanan dapat
diberikan secara efektif dan efisien.
Membicarakan e-government (e-gov) di Indonesia
maka banyak pendekatan keilmuan yang bisa dilakukan apakah melalui pendekatan
teknologi komunikasi dan informasi, manajemen, politik dan pemerintahan ataukah
sosial. Namun yang paling banyak mewacanakan adalah dari pihak kaca mata
teknologi dan manajemen pemerintahan. Aspek yang lain masih kurang terlihat dan
sedikit sekali terlibat dalam isu e-government.
Padahal, e-government merupakan suatu
penerapan konsep dan teknologi yang membutuhkan banyak pendekatan keilmuan,
sehingga aplikasi yang dilakukan oleh pihak penyelenggara ( pemerintah ) dapat
terwujud secara ideal dan komprehensif. Oleh karena itu, maka tidak heran bila
penerjemahan e-gov masih sangat
dangkal, yang selanjutnya berpengaruh pada
pelaksanaanya masih kurang optimal. Oleh
karenanya maka dalam tulisan ini dirumuskan satu permasalahan yaitu “bagaimana
tantangan dan hambatan dalam implementasi e-government di
Indonesia ?”
Kajian Pustaka
Beberapa faktor penyebab penerapan e-governmentmengalami
kendala, yang semua bermuara pada beberapa prinsip sebagai berikut :
a.
Konsep e-governmentmemiliki
prinsip-prinsip dasar yang umum, tetapi karena setiap negara implementasi atau
penerapannya berbeda-beda, maka konsep e-government-pun menjadi beraneka
ragam.
b.
Wahana
aplikasi e-government sangatlah lebar mengingat
sedemikian banyaknya tugas dan tanggung jawab pemerintah sebuah negara yang
berfungsi untuk mengatur masyarakatnya melalui berbagai jenis interaksi dan
transaksi.
c.
Pengertian
dan penerapan e-government di sebuah negara tidak dapat
dipisahkan dengan kondisi internal baik secara makro maupun mikro dari negara
yang bersangkutan, yang
menyebabkan pemahamannya teramat sangat
ditentukan oleh sejarah, budaya, pendidikan, pandangan politik, dan
kondisi ekonomi dari negara yang bersangkutan.
Secara umum, e-gov di definisikan sebagai : Pemerintahan
elektronik (juga disebut e-gov, digital government, online
government atau transformational government) adalah penggunaan
teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan
pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan
dengan pemerintahan. e-government
dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik,
untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau
proses kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian yang utama
adalah Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business (G2B)
serta Government-to-Government (G2G).
Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta
aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.
Konsep e-government berkembang didasarkan atas tiga kecenderungan, yaitu:
1.
Masyarakat
bebas memilih bilamana dan darimana yang bersangkutan ingin berhubungan dengan
pemerintahnya untuk melakukan berbagai transaksi atau mekanisme interaksi yang
diperlukan selam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (non-stop);
2.
Untuk
menjalankan mekanisme interaksi tersebut masyarakat dapat dan boleh memilih
berbagai kanal akses (multiple channels),
baik yang sifatnya tradisional/konvensional maupun yang paling moderen, baik
yang disediakan oleh pemerintah maupun kerja sama antara pemerintah dengan
sektor swasta atau institusi non komersial lainnya
3.
Seperti
layaknya konduktor dalam sebuah orkestra, pemerintah dalam hal ini berperan
sebagai koordinator utama yang memungkinkan berbagai hal yang diinginkan
masyarakat tersebut terwujud, artinya yang bersangkutan akan membuat sebuah
suasana yang kondusif agar tercipta sebuah lingkungan penyelenggaraan
pemerintahan seperti yang dicita-citakan rakyatnya tersebut. (Indrajit:
2002 ).
Manfaat e-government
Dari konsep yang secara
komprehensif telah diketahui di atas maka dapat disampaikan beberapa
manfaat dari pelaksanaan e-gov antara
lain :
a.
Memperbaiki
kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholder-nya (masyarakat,
kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektivitas dan
efisiensi di berbagai bidang kehidupan bernegara.
b.
Meningkatkan
transfaransi,
kontrol, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka penerapan
konsep Good Corporate Governance.
c.
Mengurangi
secara signifikan total biaya administrasi, relasi, dan interaksi yang
dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas
sehari-hari.
d.
Memberikan
peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber pendapatan baru melalui
interaksinya dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
e.
Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru
yang dapat secara cepat dan tepat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi
sejalan dengan berbagai perubahan global dan trend yang ada.
f.
Memberdayakan
masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam proses
pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.
g.
Menciptakan
masyarakat berbasis komunitas informasi yang lebih berkualitas ( indrajid, 2005: 4 )
Situs web pemerintah daerah merupakan salah
satu strategi di dalam melaksanakan pengembangan e-government secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan
terukur. Pembuatan situs web pemerintah daerah merupakan tingkat pertama dalam
pengembangan e-government di Indonesia dengan sasaran
agar masyarakat Indonesia dapat dengan mudah memperoleh akses kepada informasi
dan layanan pemerintah daerah, serta ikut berpartisipasi di dalam pengembangan
demokrasi di Indonesia dengan menggunakan media internet. Dengan e-government dapat mendukung berbagai inovasi baru dalam melakukan
sejumlah tranformasi dalam pemerintahan, “Many
innovative models to support the visualization of numerous dimensions of
transformed egovernment” (Khori, 2011: 23).
Implementasi e-government
Beberapa implementasi yang
bisa diterapkan pada penyelenggaraan e-government diantaranya adalah :
a.
Penyediaan
sumber informasi yang sering dan banyak dicari masyarakat seperti potensi
daerah, pendapatan daerah, komoditas daerah serta kualitas sumber daya
masyarakat di suatu daerah.
b.
Penyediaan
mekanisme akses melaui kios informasi yang tersedia di kantor pemerintahan dan
tempat publik sehingga menjamin keseteraan kesempatan mendapat informasi
c.
E-procurement ; pemerintah dapat
melakukan tender secara on line dan
transparan
Pembahasan
Ada perubahan yang mencolok
seiring istilah e-gov diberlakukan di
kalangan pemerintah di Indonesia. Salah satunya adalah semakin banyaknya situs
pemerintah daerah (pemda) dan situs departemen/ lembaga yang bermunculan di
internet baik itu mulai tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Menurut data
Departemen Komunikasi dan Informatika, sampai saat ini jumlah situs pemda telah
mencapai 472 situs. Sayangnya, masih ada situs-situs pemda yang dibuat dengan
tampilan halaman depan / home page dan isi berita yang
seadanya. Mulai dari isi berita di dalamnya yang sudah kadaluarsa, atau kalau
sudah diperbarui/ update isinya kurang begitu greget. Desain dan tata
letak home page situs pemda kadangkala juga terkesan monoton. Akhirnya, seperti
yang sering dipaparkan bahwa ada situs pemda yang hanya menjadi “hiasan”, ada
situs pemda yang statusnya aktif, tapi kurang ada tanda-tanda “kehidupan”,
tidak ada interaksi dari pengunjungnya hingga kurang optimal. Padahal ketika
dibuat, tentunya harapannya sesuai dengan konsep e-government yang ideal.
Saat ini banyak lembaga
pemerintah yang menyatakan dirinya sudah mengaplikasikan e-government padahal pada kenyataannya lembaga-lembaga pemerintahan
tersebut baru dalam tahap web presence, masih belum terlihat adanya
penerapan e-government yang
benar-benar dijalankan secara mendalam.
Pada jajaran lembaga tinggi dan lembaga non departemen, secara faktual
kuantitatif dan kualitas maka nampak sekali perbedaannya dengan situs web
pemda. Umumnya hampir setipa lembaga non pemerintahan telah memiliki situs web
dan rata-rata optimalisasi fasilitas di dalamnya sudah mampu mendahului jenjang
tingkatan situs pemda. Indikator tersebut dapat dilihat dari berbagai fasilitas link dan
layanan yang ada pada situs lembaga yang mendekati kesempuranaan fase ke tiga
yang terdiri dari aplikasi formulir dan sebagainya. Salah satu contoh situs
lembaga yang telah mengoptimalkan situs web nya adalah www.ristek.go.id. Dari
web ristek tersebut saat ini sudah mampu membuat aplikasi pendaftaraan online
dalam rangka hibah maupun tawaran bantuan pembiayaan dalam riset dan lain
sebagainya.
Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa implementasi e-gov di
Indonesia lebih banyak didominasi oleh situs milik pemprov, pemkab dan pemkot.
Namun, situs-situs yang melayani masyarakat dalam urusan umum tersebut masih
belum optimal dalam pelaksanaannya baik kuantitas maupun
kualitasnya. Artinya ada kendala dan hambatan yang dialami oleh pihak pemda
dalam hal mewujudkan implementasi e-gov
yang ideal. Oleh karenanya di bawah ini diuraikan faktor-faktor penyebab
beserta elemen penjelasnya yang menyebabkan “mandeg” dan kurang optimalnya impelementasi e-gov di Indonesia. Dari sisi aturan dan pedoman nampaknya Beberapa
pemkab dan pemkot masih “meraba-raba” tentang gambaran yang jelas tentang
implementasi e-government akibat
belum adanya standardisasi dan sosialisasi yang jelas tentang bagaimana
penyelenggaraan situs pemerintah daerah yang riil dan ideal. Artinya walapun
undang-undang,
peraturan pemerintah dan petunjuk pedoman sudah ada namun masing-masing pemda
masih menerjemahkannya secara sendiri-sendiri karena persoalan petunjuk teknis
dan operasionalnya yang tidak jelas dan “ngambang’. Maka tidak heran bila masih
banyak pegawai pemda yang ditugaskan dalam mengelola e-gov bertanya-tanya seperti apakah e-gov yang ideal itu dari sisi back office maupun front
office. Jika pun tidak bertanya umumnya pihak pemda akan mengambil bantuan
tenaga dari luar (outsourcecing) yang pada akhirnya terjemahan
implementasinyapun belum tentu sesuai. Dalam banyak kasus bentuk keluaran situs
web pemda hanya sekedar situs lembaga yang berisi layanan informasi saja tanpa
ada manfaat lain dari situs tersebut.
Faktor lain yang memiliki
kaitan dengan poin di atas adalah belum tersediannya sumber daya manusia (SDM)
yang memadai atau minim dari segi skill dan manajerial dalam pengelolaan situs
pemda, hal ini menjadikan banyak pemkab dan pemkot yang ragu menerapkan e-gov. Konteks di sini
memperlihatkan bahwa pelaksanaan e-gov tidak sejalan dengan ketersediaan dan kesiapan dari pihak pemda
dalam penyediaan sumber daya yang handal untuk mengelola situs e-gov. Lebih jauh lagi pada akhirnya
mereka memaksa sumber daya yang ada untuk melaksanakan kegiatan e-gov dengan keterbatasan pengetahuan
dan ketrampilan. Apabila SDM diambilkan dari pihak luar maka akan terjadi kurangnya
rasa memiliki karena anggapan bahwa implementasi situs web pemda merupakan
“proyek”, yang pada akhirnya begitu selesai proyek, maka kegiatan tersebut dianggap telah
selesai,
tanpa memuncul
kesadaran untuk melakukan pemeliharaan dan menegakkan keberlanjutannya.
Faktor ke tiga yang menjadi
penghambat dalam implementasi e-government
di Indonesia adalah penetrasi pasar hardware dan provider layanan
jasa teknologi komunikasi dan informasi belum merata sampai daerah-daerah, sehingga bukan hanya masalah dalam suprastrukturnya saja
tetapi dalam infrastrukturnya juga masih kurang memadai. Masalah tersebut juga
diperparah dengan masih mahalnya sarana dan prasarana teknologi ICT. Di
beberapa daerah terpencil di Indonesia masih belum tersedia saluran
telekomunikasi atau bahkan aliran listrik. Jika fasilitasnya sudah ada, harga
yang ditawarkan masih relatif mahal. Bila melihat kondisi geografis Indonesia
yang merupakan negara kepulauan dan serta kondisi alam yang berstruktur banyak
bukit serta pegunungan, maka hal ini juga merupakan kendala yang perlu dipertimbangkan, untuk dapat mempersiapkan pendanaan (budget) dapat dipastikan akan memakan biaya
yang banyak.
Secara faktual sebagian
besar kantor pemerintah daerah sudah memiliki koneksi LAN dan sebagian kecil
yang telah memiliki koneksi LAN. Meskipun sudah memiliki koneksi LAN di kantor pemerintah
daerah, tetapi pertukaran data melalui komunikasi data belumlah banyak
dilakukan, mengingat ketiadaan data dan informasi yang diharapkan karena masih
rendahnya konsepsi basis datanya. Hal ini disebabkan karena kultur
mendokumentasikan belum lazim. Bahkan arsip atau dokumen pribadi belum
terkelola dengan baik, dapat
menjadi hambatan dalam integrasi dan
pertukaran data. Pada sisi lain dalam hal koneksi ke internet instansi
pemerintah di daerah secara sekilas kadang tidak mempunyai pilihan yang terlalu
banyak untuk dapat melakukan koneksi ke internet, mengingat di
beberapa daerah hanya tersedia sedikit provider internet, berakibat pada sering ditemui pemda yang hanya bergantung pada satu provider
saja tanpa ada pilihan lain.
Kenyataan di atas tentunya memiliki keterkaitan pada terbatasnya
tempat akses informasi. Tempat akses informasi (khususnya internet) jumlahnya
masih terbatas, bila tersedia umumnya mengelompok hanya di sekitar lembaga
perguruan tinggi berupa warnet dan penyediaan layanan wi-fi ( area hot spot ).
Selain perguruan tinggi beberapa sekolah menengah atas telah mulai
mengembangkan fasilitas tempat akses informasi, namun di instansi pemerintah
belum atau masih sangat terbatas. Saat ini mulai muncul embrio cyber
government seperti fi provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Sragen.
Faktor yang keempat ; Masih
belum meratanya literacy masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan e-gov karena mayoritas penduduk berada
pada garis golongan menengah ke bawah. Ini menjadi faktor yang menyebabkan
keraguan dalam mengimplemtasikan e-gov
di jajaran pemkab dan pemkot. Bagaimana
menjawab tantangan dan hambatan implementasi e-gov di Indonesia yang telah diuraikan di atas ? berikut beberapa
rekomendasi alternatif untuk memecahkan permasalahAn
hambatan-hambatan dalam implementasi e-gov:
a.
Untuk
hambatan di bidang regulasi dan pedoman penyelenggaran situs web pemda maka
pemerintah pusat perlu membuat master plan dan grand strategy e-gov yang
dituangkan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah beserta petunjuk
pelaksanaan teknisnya karena implementasi membutuhkan tindakan dan penyediaan
sarana dan bukan hanya konsep belaka. Selain itu pihak pemerintah pusat dan
pemerintah daerah perlu memikirkan anggaran operasional serta anggaran
pemeliharaan yang memadai. Oleh karenanya perlu penekanan bagi pemerintah
daerah untuk memasukkan anggaran e-gov
pada Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah serta menempatkan program e-gov sebagai skala prioritas di dalam
pembangunan daerahnya.
b.
Untuk
hambatan SDM maka perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan SDM di bidang
teknologi informasi dan komunikasi yang terintegarsi. Secara pragmatis
hendaknya pelatihan tersebut bersifat “inhouse” di tingkat penyelenggara
pemerintah daerah agar diperoleh pemahaman dan literacy yang menyeluruh
dikalangan pegawai pemerintah daerah. In house training tersebut
dapat melibatkan para pakar di daerah maupun di lain daerah serta kerjasama
dengan pihak perguruan tingi yang ada. Sementara di tingkat pusat perlu
diselenggarakan secara sentralisasi (oleh Depkom info
melalui Diklat terpadu) dan secara desentralisasi dengan membuat pusat-pusat
diklat di lembaga pendidikan milik Depdagri atau Lembaga Pendidikan milik
swasta yang bekerjasama dengan Depkominfo, maupun perguruan tinggi. Selain itu
diklat ini dapat dilaksanakan sendiri oleh masing-masing pemda yang lebih tahu
kebutuhannya sendiri berkaitan dengan implementasi e-government. Peningkatan SDM pegawai untuk implementasi e-government perlu penanganan yang
serius dan dilakukan bersama oleh pemerintah, Perguruan Tinggi, dan pihak
swasta. Yang paling penting dan utama untuk disampaikan dalam pelatihan
tersebut adalah perlu diubah pandangan tentang keberhasilan pelaksanaan e-gov, bukan terletak pada teknologinya tetapi bergantung pada kemampuan
manusia yang mengelolanya pada sisi manajerial perlu dibuat suatu model pengelolaan e-government, baik untuk tingkat
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada struktur organisasi yang ada di
departemen, kementerian dan Lembaga pemerintah Non Departemen perlu dipertegas
bagian dari organisasi yang menangani e-government
disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dari struktur organisasi yang telah
ada agar tidak terjadi kerancuan di dalam pengelolaan dan implementasi e-government di pemerintahan daerah. Hal
lain yang perlu diingat, bahwa di dalam manajemen e-gov kepedulian pimpinan baik dalam anggaran, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi adalah penting. Situs web pemda akan kelihatan lebih
“cantik” bila bupati dan walikota bukan sekedar nampang fotonya tetapi
memberikan akses ruang publik untuk berinteraktif melalui situs web pemda
tersebut tanpa diwakilkan oleh admin. Fenomena ini akan menjadikan
akuntabilitas pemda beserta jajaran struktur di mata publik. Berdasarkan
pengamatan penulis, ada korelasi yang signifikan antara kemajuan
penyelenggaraan e-gov dengan IT
literacy kepala daerah. Kepala daerah yang memahami dan mengetahui
kemampuan teknologi komunikasi dan informasi, umumnya pembangunan e-gov di daerahnya relatif lebih maju
dan lebih berprestasi ( situs web pemkot Yogyakarta ( www.jogja.go.id ).
c.
Dalam hal
keterbatasan sarana dan prasarana; maka diperlukan suatu solusi dalam bentuk
kebijakan pemerintah untuk merangkul pihak swasta, khususnya
provider ITC dalam bentuk kerjasama terpadu yang tentunya menguntungkan ke dua
belah pihak. Sebagai contoh misalnya MOU yang dibuat oleh pemerintah dengan
pihak Microsoft yang menuangkan kebijakan bahwa akan dilakukan pemutihan bagi
aplikasi software yang “bukan resmi” yang digunakan lembaga pemerintah
adalah merupakan terobosan dalam mengatasi infrastruktur yang mahal. Selain
itu, secara teknis pihak pemerintah daerah perlu membuat masterplan e-government yang bisa melibatkan semua satker yang
mencakup aspek pembangunan infrastruktur, aplikasi, sumber daya manusia,
perundang-undangan dan anggaran. Bila di perlukan maka pihak pemda bisa
melibatkan pihak ketiga (konsultan) dalam membuat masterplan yang bisa
memfasilitasi kebutuhan dan keinginan semua satker. Akan tetapi harus diingat
jangan sampai peran konsultan tersebut hanya "menginduk" pada salah
satu satker karena tidak menjadikan e-gov
komprehensif, selain itu perlu dipertimbangkan pilihan konsultan yang bukan money
and bussiness oriented tetapi lebih yang mengutamakan pada profesionalisme
kerja. Di dalam masterplan tersebut harus mendahulukan hal-hal yang bersentuhan dan yang
memiliki dampak langsung pada publik seperti masalah perizinan, pajak,
kependudukan dan sebagainya. Setelah hal tersebut terpenuhi baru dipikirkan\
hal-hal kebijakan lain yang akan dituangkan dalam implementasi e-gov. Yang terakhir dalam kasus ini,
pihak pemerintah pusat maupun daerah dibantu pihak swasta harus melakukan
penambahan akses dan jangkauan infrastruktur telematika bagi semua kalangan
masyarakat dari atas hingga bawah. Termasuk dalam hal ini adalah menetapkan
tarif yang transparan dan terjangkau untuk semua kalangan. Kalau perlu pihak
pemerintah sedikit memberikan tekanan agar tercapai deferensiasif tarif khusus
untuk menunjang pelaksanaan e-gov.
d.
Untuk
mengatasi belum meratanya literacy masyarakat tentang penggunaan e-gov maka diperlukan strategi
sosialisasi kepada masyarakat dengan beberapa tahapan yaitu ;
·
Tahapan
sosialisasi yang pertama adalah ditujukan kepada pimpinan lembaga pemerintah.
Karena secara kultur faktor pemimpin sangat memegang peranan dalam implementasi
e-government. Banyak contoh
keberhasilan pelaksanaan e-gov di
berbagai negara, daerah atau kantor pemerintah disebabkan karena faktor skill
dan kepedulian manajemen para pemimpinnya.
·
Tahapan ke
dua adalah memberikan penekanan dalam sosialisasi e-government di kalangan para pimpinan tentang manfaat yang bisa
diperoleh dari penggunaan ICT dalam tata pemerintahan. Baik itu dari segi
politis, ekonomi, produktivitas kerja pegawai dan juga image di mata masyarakat.
·
Tahapan ke
tiga, adalah melibatkan semua bagian dalam lembaga pemerintah termasuk Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dalam merumuskan dan membuat rencana induk (masterplan)
pelaksanaan e-government daerah dan
instansi. Keterlibatan DPR memiliki peran penting dalam kesuksesan pembangunan e-gov semua elemen pemerintahan harus
terlibat di dalamnya.
·
Tahapan ke empat dalam sosialisasi e-gov
adalah memberikan brand awarness kepada para masyarakat luas tentang
manfaat dan kegunaan bentuk-bentuk layanan dalam e-gov. Mengingat beragamnya status sosial dan ekonomi masyarakat
maka yang pertama diberikan penekanan sosialisasi adalah golongan masyarakat
yang memiliki status sosial ekonomi menengah ke atas terlebih dahulu, karena
mereka lebih dekat dengan teknologi internet dan konsep e-gov. Selain itu cara ini juga akan mampu menjadikan mereka untuk
menjadi stimulan pendorong bagi golongan masyarakat lain tentang manfaat dan
kegunaan e-gov.
Kesimpulan dan saran
Paparan di atas memberikan
beberapa simpulan yang penting diperhatikan dalam implentasi e-gov di Indonesia yaitu ; bahwa
implementasi e-gov di Indonesia masih
separuh
jalan dan masih jauh di bawah standar yang ideal dan yang diinginkan.
Kekurangan idealnya bukan saja dalam konteks lokal namun juga dalam konteks
global. Capaian secara kuantitatif menunjukkan progress yang cukup berarti
namun dari sisi kualitas belum memadai karena kekurangan di dalam SDM,
infrastruktur serta regulasinya. Oleh karena itu maka harus dilakukan
penyempurnaan konsep dan strategi pelaksanaan e-gov dari berbagai sisi. Adanya regulasi dan standard pembangunan e-gov perlu dibuat agar tidak terjadi
pendefinisian dan pemaknaan e-gov
secara sendiri-sendiri oleh pihak penyelenggara yaitu pemerintah daerah.
Secara manajerial, e-gov yang dilaksanakan oleh pemda meski
mengikuti parameter panduan dari depkominfo namun secara nyata masih
berorientasi pada web presence saja, dua
tahapan lainnya yaitu transaksi, dan transformasi masih di abaikan untuk
dijalankan . Oleh karenanya perlu dilakukan sosialisasi ulang secara
komprehensif melalui diklat, kursus dan workshop kepada para penyelenggara
situs web daerah. Sosialisasi ulang penyelenggaran e-gov tidak saja membenahi masalah back office nya atau segi
manajerialnya tetapi juga membenahi front office nya yaitu content yang disediakan bagi publik
untuk diakses dan digunakan.
Secara teknis, pihak
pemerintah daerah sebagai penyelenggara e-gov
tidak memiliki blue print atau masterplan penyelenggaraan dan
pengembangan e-gov. Kalaupun ada,
nampaknya masih menggunakan pendekatan teknis telematika saja dan mengabaikan
aspek lain seperti ekonomi, sosial dan budaya. Hal ini juga menjadi alasan
tuduhan mengapa e-gov di Indonesia
tidak berjalan dengan baik. Oleh karenanya diperlukan satu blue print atau
master plan e-gov di Indonesia yang
sejalan dengan arah pembangunan nasional baik untuk jangka panjang dan jangka
pendek yang menghampiri aspek pemerintahan, politik, budaya, manajemen,
ekonomi, antropologi, filsafat, agama, pertanian, industri, perdagangan,
pertahanan keamanan, dan lain sebagainya. Karena sesungguhnya hakekat
menyelenggarakan e-gov adalah identik
dengan menyelenggarakan kebijakan pemerintahan untuk kemaslahatan masyarakat
dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayan publik secara menyeluruh.
Daftar Pustaka
Dizard,
Wilson, Old Media New Media, 1994, Longman Inc, New York
Fang, Zhiyuan, 2002. “E-government in Digital Era: Concept, Practice, and
Development”. In International Journal of The Computer, The Internet
and Management, Vol. 10, No.2, 2002, p 1-22. School of
Public Administration, National Institute of Development Administration (NIDA),
Thailand
Indrajit,
Richardus E., 2002, Electronic Government, Penerbit Andi, Yogyakarta
Khouri, Ali M. Al. 2011. “An
Innovative Approach For E-government
Transformation”, In International Journal of Managing Value and Supply Chains
(IJMVSC) Vol. 2, No. 1, March 2011
Nkwe, Nugi,
2012. “E-government:Challenges and Opportunities in Botswana”.
In International Journal of
Humanities and Social Science Vol. 2 No. 17; September 2012
OECD, 2003, “The
Case for E-government: Excerpts from
the OECD Report The E-government
Imperative”. In OECD Journal On Budgeting ISSN 1608-7143 OECD Journal on
Budgeting – Vol. 3, No. 1 – Vol. 3, No.
1 – ISSN 1608-7143 – © OECD
Pramusinto,
Agus & Wahyudi Kumorotomo, edt., 2009. Governace Reform di Indonesia. Gava Media
dan UGM Yogyakarta
Rahmayanty,
Nina, 2013. Manajemen Pelayanan Prima: Mencegah Pembelotan dan Membangun
Custumer Loyality. Graha Ilmu, Yogyakarta
Rewansyah,
Asmawi, 2010. Reformasi Birokrasi dalam
Rangka Good Governance. CV Yusaintanas Priman, Jakarta
Sedarmayanti, 2009. Reformasi
Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan:
Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan Yang Baik. Aditama, Bandung
Sosiawan,
Edwi Arief, 2003, Penggunaan Ruang Komunikasi Virtual pada Websites
Pemerintah Daerah di Wilayah Yogyakarta, Penelitian Semi Que
Sosiawan,
Edwi Arief, 2003, Teori Komunikasi Virtual, Jurnal Ilmu Komunikasi,
UPNVY
Sosiawan,
Edwi Arief, 2004, Implementasi E-governmentPada pemerintah Daerah di
Indonesia, Penelitian Semi Que V
Sosiawan,
Edwi Arief, 2005, , Penggunaan isi, bentuk dan desain komunikasi virtual
pada websites pemerintah daerah di wilayah Yogyakarta, Penelitian LPPM UPN
Suryadi
MT, 2002, TCP/IP dan Internet, Elex Media Computindo, Jakarta
www.cert.or.id/~budi/articles/e-gov-makassar.doc tanggal 12 Maret
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar