Oleh : Ida Ayu Putu Sri Widnyani
(Staf Pengajar Magister Ilmu Administrasi Universitas Ngurah Rai Denpasar)
(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 4 No. 1- Agustus 2015,
hal 56-70)
Abstrak
Sejak
diberlakukan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah
dengan penekanan mendasar pada otonomi daerah melaluidesentralisasi pemerintah
pusat memberikan pada pemerintah daerah kewenangan untuk menjalankan
pemerintahan daerahnya sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing. Roda
pemerintahan daerah dijalankan diawali dengan perumusan perencanaan pembangunan
yang lebih dikenal dengan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Pembangunan
kapasitas pemerintahan daerah untuk mencapai program yang efektif diperlukan
partisipasi dari seluruh stakeholder. Partipasi dapat berjalan jika terdapat
keberimbangan kemampuan antara berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan (governance) perencanaan pembangunan.
Dalam teori governance tercapainya
program pembangunan pemerintahan daerah secara efektif dan efisien,
transparansi dan akuntabilitas diperlukan partisipasi dari tiga pilar yaitu government, private sector dan social society.
Masing-masing
daerah di Indonesia yang terdiri dari beragam suku, adat dan budaya. Pemerintah
daerah dalam menjalankan penyelenggaraan pemerintahan dalam program
pembangunan tidak bisa lepas dari kearifan lokal yang dimiliki masing-masing
daerah.
Demikian pula
halnya di Provinsi Bali, kearifan lokal yang dimiliki sangat unik. Dalam
menjalankan program pembangunan sangat
didukung oleh organisasi informal yang disebut “Desa Pekraman” . Desa
Pekraman mempunyai kekuatan yang lebih dipercaya masyarakat Hindu di Bali
daripada Desa Dinas.
Sehingga dapat
dikatakan bahwa untuk mencapai perencanaan pembangunan yang efektif sesuai
dengan prinsip-prinsip governance
diperlukan capacity building Pemerintah
Daerahdengan faktor pengungkitnya adalah Desa
Pekraman.
Kata Kunci : Desentralisasi, Partisipasi Publik, Capacity Building, Musrenbang, dan Desa Pekraman.
1.
Pendahuluan
Penyerahan kewenangan pada
pemerintah daerah untuk melaksanakan program pembangunan secara mandiri di
daerah adalah esensi dari desentralisasi. Desentralisasi dan pembangunan
demokrasi pada pemerintahan daerah adalah merupakan hal yang fundamental dalam
proses politik. Menurut Harold F Aderfer
(dalam Muluk, 2009: 11), mengungkapkan bahwa terdapat dua prinsip umum dalam
membedakan bagaimana pemerintah pusat mengalokasikan kekuasaannya ke bawahan.
Pertama dalam bentuk decocentration yang
sitemata-mata menyusun unit administrasi atai field stations, baik itu tunggal ataupun ada dalam hirierki, baik
itu terpisah maupun bergabung, dengan perintah mengenai apa yang harusnya mereka
kerjakan atau bagaimana mengerjakannya. Kedua, dalam bentuk decentralization dimana unit-unit lokal ditetapkan dengan kekuasaan
tentetu atas bidang tugas tertentu. Pemerintah daerah dapat menjalankan
penilaian, inisiatif dan pemerintahannya sendiri.
Selanjutnya pembangunan
merupakan usaha sadar yang dilakukan secara berkesinambungan ke arah perbaikan.
Istilah pembangunan tidak hanya sebatas hal-hal yang berbau fisik yang dilihat
secara kasat mata seperti pengadaan gedung, jalan atau yang lainnya akan tetapi
juga pembangunan tersebut berkaitan dengan hal-hal yang tidak kelihatan secara
kasat mata, hanya dapat dirasakan seperti perbaikan mental, spiritual termasuk
prilaku, etika dan yang lainnya. Jaman orde baru sangat dikenal dengan
membangun manusia Indonesia seutuhnya. Jadi yang dimaksudkan adalah pembangunan
yang dilakukan secara fisik dan mental kepada setiap individu sebagai warga
negara yang nantinya akan mencerminkan kepada pembangunan bangsa dan negara
Indonesia.
Reformasi yang bergulir sejak
Mei 1998 telah mendorong perubahan pada hampir seluruh sendi-sendi kehidupan
bangsa Indonesia. Elemen-elemen utama dalam reformasi tersebut adalah
demokratisasi, desentralisasi, dan pemerintahan yang bersih “good governance”. Ketiga elemen utama
reformasi tersebut telah mendorong terciptanya tatanan baru hubungan antara
pemerintah dengan masyarakat madani dan dunia usaha; hubungan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, dan penciptaan transparansi, akuntabilitas dan
partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan-kebijakan pembangunan.
Selain itu, amendemen UUD 1945 mengamanatkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
serta kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, dan diisyaratkan pula tidak
akan ada lagi GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) sebagai arahan bagi
Pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan.
Mengapa pembangunan perlu
dibuatkan perencanaan? sebuah pertanyaan yang sangat mendasar. Diawali
dengan kehidupan manusia yang bersifat infinit (terbatas), namun kesejahteraan
yang diinginkan bersifat definit(tak terbatas), karena tidak ada
yang membatasi secara kualitas, kuantitas maupun volume dari tingkat
kesejahteraan itu (Wrihatnolo, 2006 : 3). Lebih lanjut wrihatnolo menjelaskan
bahwa manusia dan alam tempat tinggalnya terbatas, artinya manusia apabila
mampu memenuhi persyaratan, akan dapat meraih setinggi apapun kesejahteraan
yang diharapkan. Manusia berlomba dengan waktu agar dapat mencapai harapannya.
Jika kesejahteraan ingin dicapai dalam suasana serba keterbatasan, manusia
harus membuat perencanaan (Wrihatnolo, 2006 : 3).
Tidak hanya manusia sebagai
individu, pemerintahpun yang notabene mengelola semua sumberdaya yang dimiliki
negara mengalami keterbatasan. Dari keterbatasan yang dimiliki pemerintah agar
mampu memberikan kesejahteraan kepada warganegara. Seperti pemerataan dalam
bidang pembangunan dirasa perlu melakukan perencanaan. Perencanaan pembangunan
dalam rangka pencapaian pembangunan yang efektif, efisien, transparansi serta
mampu mensejahterakan warga negara diperlukan partisipasi dari stakeholders.
Sehingga dengan demikian selain tercapai efisiensi juga dapat mendorong
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah. Sebab menurut Leemans 1970 (dalam
Hoessein, 2011:6) menyebutkan pencanangan efisiensi sebagai tujuan desentralisasi
diberbagai Negara berkembang sering menimbulkan kecenderungan dikorbankannya
kepentingan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dari periode ke
periode pemerintah selalu melakukan pembenahan di dalam perencanaan pembangunan
seiring jaman reformasi.
Reformasi ini selanjutnya telah
menuntut perlunya pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan dan
pengelolaan keuangan negara secara nasional. Pemerintah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat telah merespon tuntutan perubahan ini dengan menetapkan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, dan kini telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No. 39 dan No. 40 Tahun 2006. Sistem perencanaan ini diharapkan dapat
mengkoordinasikan seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai
pelaku pembangunan sehingga menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujudkan
tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.
2. Perencanaan
Pembangunan dalam Kebijakan Publik
Melalui sistem desentralisasi
pemerintah daerah melaksanakan perencanaan pembangunan dengan berbagai model
seperti perencanaan yang partisipatif, perencanaan bottom-up dan top-down,
model perpaduan politik dan teknokrat. Model-model yang ditawarkan sudah sangat
bagus, akan tetapi implementasi dari proses perumusan perencanaan pembangunan
sangat kental bernuansa politis. Banyak kendala serta hambatan dalam
menghasilkan perencanaan pembangunan menjadi sebuah kebijakan.
Proses perencanaan yang selama
ini dilaksanakan setiap tahun yang dikenal dengan istilah musyawarah
perencanaan pembangunan mulai dari dari tingkat kelurahan/desa, tingkat
kecamatan, tingkat kabupaten, tingkat provinsi hingga tingkat pusat hanya
sekedar seremonial. Partisipasi tiga pilar seperti Government, civil society dan sector
private belum maksimal berperan
(Widnyani : 2011; 117). Teori sistem belum diimplementasikan dengan baik
seperti sosialisasi keinginan pemerintah agar disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat, termasuk teori kesadaran akan posisi serta peran dari semua pihak.
Sehingga kebijakan yang dihasilkan masih menjadi domain pemerintah ditingkat
daerah. Banyak ketidakpuasan yang diterima masyarakat karena adanya gap antara kebutuhan masyarakat dengan
kebijakan yang dihasilkan pemerintah daerah. Sebagai ilustrasi pemberitaan Redaksi
berita Kendari sebagai berikut: Acap kali Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) digelar, kondisi jalan penuh kubangan itu selalu diusulkan oleh
warga, namun arah pembangunan pemerintah tak juga menyentuh perbaikan jalanan
itu. Fenomena serupa rupanya tak hanya terjadi di Kota Kendari, namun juga
terjadi didaerah lain di Tanah Air, seperti Jogyakarta dan Kota-kota lainnya,
walau konteks masalah yang dirasakan masyarakatnya berbeda-beda (Berita Kendari, 8 Juli 2011).
Dari gap antara kebutuhan masyarakat dengan hasil kebijakan dari
pemerintah daerah menimbulkan konflik internal terutama di masyarakat desa. Antara mengimplementasikan
program kebijakan yang terkadang berupa proyek, atau mengembalikannya. Jika
dikembalikan masyarakat sangat disayangkan karena sudah menjadi kebijakan, jika
diambil tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal ini juga akan berimbas kepada
pemberdayaan masyarakat, dimana dengan program yanng sudah diusulkan masyarakat
desa tentu sudah diperhitungkan dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
terutama dalam penyediaan sumber daya manusia melalui pemberdayaan masyarakat
setempat. Jika program yang keluar berbeda sehingga akan menjadi penghambat
pembedayaan masyarakat lokal.
Gap tersebut juga akan berimbas
bagi lurah atau kepala desa/perbekel, dimana posisi lurah Dalam melaksanakan
tugasnya, lurah bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui camat.
Pemilihan lurah atas penunjukan Bupati/walikota secara hierarkis harus tunduk
kepada atasannya menjadi beban moral terhadap tanggung jawabnya sebagai
pengayom masyarakat di wilayahnya. Akan sedikit berbeda dengan kepala desa yang
dipilih oleh masyarakat.Kepala desa/perbekel secara moral hanya bertanggung
jawab kepada masyarakat pemilihnya dan tidak bertanggung jawab secara moral kepada
bupati. Terkadang kepala desa/perbekel bisa saja melakukan penolakan terhadap
kebijakan bupati jika kebijakan tersebut ditentang oleh masyarakat
pendukungnya. Hanya saja pemerintah daerah masih memiliki kekuatan untuk
mengendalikan pimpinan desa (lurah/perbekel/kepala
desa) melalui anggaran. Sehingga dalam kapasitas ini pemerintah daerah sebagai state centered.
Untuk memperkecil gap dalam perencanaan pembangunan, dalam
tulisan ini ditawarkan tiga hal yang dapat dijadikan solusi yaitu pemerintah
daerah perlu meningkatkan capacity
building (Uraian mengenai capacity building dalam pembahasan
berikut). Meningkatkan partisipasi tiga pilar pembangunan yaitu governance
seperti birokrasi, eksekutif kepala daerah dan satuan perangkat kerjanya
termasuk Dewan Perwakilan rakyat daerah, sector
privat yang melakukan investasi di daerah tersebut dan civil society yaitu masyarakat yang tidak memiliki saluran ke eksekutif, para akademisi, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan, para pemuda/ karang taruna, media
massa, kelompok perempuan. Hal inididukung olehpendapat :
“Perencanaan pembangunan
harus memberI keleluasaan dan kesempatan yang luas kepada masyarakat dan
stakeholders.Pelibatan masyarakat (stakeholders) tersebut sangat penting karena
pada dasarnya pelaku utama pembangunan dalam system otonomi daerah adalah
masyarakat, dalam hal ini masyarakat bukan sebagai obyek pembangunan tapi
sebagai subyek pembangunan daerahnya. Model perencanaan pembangunan yang
melibatkan masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dikenal dengan perencanaan pembangunan partisipatif”
(Nurcholis, 2005: 10).
Selama ini kehadiran stakeholders dalam perencanaan
pembangunan hanya sekedar undangan menyaksikan penetapan perencanaan
pembangunan menjadi kebijakanpembangunan daerah. Mereka harus diberdayakan
menjadikan masukdanberperandalam sistem, sehingga akan menjadi saling
ketergantungan dan saling mengisi.
Khusus di wilayah Provinsi Bali
dan kemungkinan hal inipun terjadi di daerah lain. Bahwa pemerintah daerah
dalam melaksanakan perumusan perencanaan pembangunan wajib mengakomodir
kearifan lokal yaitu desa Pekraman. MenurutPemerintah
Provinsi Bali No 3 Tahun 2001 Tentang Desa
PekramandanpendapatSurphamenyebutkanbahwa: “the conceptual foundation of desapakraman governance is pluralism,
participation, original aoutonomy and empowerment of the village community(Holtzappel&Ramsteddt,
2009: 345). OlehkarenaituDesa Pekraman
akan menjadi faktor pengungkit tercapainya prinsip-prinsip Good Governance dalam menghasilkan perencanaan pembangunan yang efektif dan efisien.Mengapa Desa Pekraman ?
Di wilayah Provinsi Bali Desa Pekraman dengan pelaksanaan PERDA
Pemerintah Provinsi Bali No 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pekraman. Menurut pengamatan Penulis, Desa Pekraman memiliki kekuatan
yang lebih besar dari pada. Desa Dinas dan bahkan organisasi pemerintah daerah
ditingkat kabupaten sampai provinsi. Desa
Pekraman sangat dipercaya dan ditakuti oleh masyarakat Hindu di Bali.
Seperti misalnya : penjaga ketertiban dan keamanan di Bali yang dimiliki oleh Desa Pekraman adalah Pecalang.Pecalang lebih di segani
daripada Polisi. Gubernurpun saat melakukan kunjungan kerja pernah ditinggalkan
oleh bendesa karena statementnya menyinggung para bendesa adat (Bali Post, 26
Pebruari 2012).
Desa Pekraman mampu membawa masyarakat Bali ke arah kesejahteraan,
menjaga ketertiban dan keamanan. Seperti menjaga adat budaya Bali yang menjadi
daya tarik wisatawan ke Pulau Bali, sehingga masyarakat Bali mampu melakukan
perputaran ekonomi. Hal ini member dampak pada kehadiran Investor untuk
melakukan investasi di Bali semakinmeningkat, karena menjadi daerah tujuan
wisata serta keamanan terjamin dengan adanya pihak pengamanan yang dibantu oleh
pecalang. Peluang dan kesempatan
kerja terbuka luasterbukti banyak orang luar Bali menjadi pekerja di Pulau Bali
mulai dari tukang bersih, pemulung, tukang angkut sampah, pedagang kaki lima
sampai manajer bahkan pemilik hotel banyak bukan dari Bali. Dengan kekuatan dan
kelebihan yang dimiliki Desa Pekraman harus
menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah untuk melibatkan Desa Pekraman dalam setiap tahapan
pembangunan mulai dariperencanaan, implementasi hingga tahap evaluasi.
Dalam tulisan ini ada tiga
kunci sebagai sebuah sistem yang harus menjadi perhatian pemerintah daerah
dalam perumusan perencanaan pembangunan termasuk implementasi serta evaluasi
dari kebijakan pembangunan yang dihasilkan. Ketiga kunci tersebut adalah : (1)
peningkatan capacity Building pemerintah
daerah, (2) peningkatan partisipasi tiga pilar yang menjadi domain Good Governance, dan (3) memperhatikan
faktor pengungkit dengan melibatkan Kearifan Lokal “Desa Pekraman” (khusus di wilayah Provinsi Bali).
3.
Desentralisasi Dalam Mendorong
Partisipasi Publik
Penerapan
desentralisasi di Indonesia menuai banyak permasalahan, dari persoalan
komplik perebutan sumber daya, komplik
wilayah perbatasan, persoalan pembagian wilayah kewenangan layanan publik,
kisruh pelaksanaan Pilkada, korupsi masal di daerah dan persoalan rekrutmen dan
penetapan serta pengangkatan staf di daerah. Disisi lain kalau dicermati
perubahan system pemerntahan dari sentralisasi, merupakan sebuah peluang bagi
daerah untuk dapat menyelenggarakan segala macam bentuk pengelolaan daerah
sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan pilihan publik masyarakat “public choice”. Berkenaan dengan hal
tersebut BC Smith menyampaikan sebagai berikut “decentralization organized according to public-choice principle said
to overcome many of the problem with public provision of goods and services
creates for efficiency and responsiveness. The problem of responsiveness is
here seen as one of determining community-wide demand in the absence of
competitive pricing” (Smith, 1985: 32).
Disisi
lain pertimbangan kewenangan berada ditingkat daerah lebih memungkinkan pemerintah
daerah mampu mendorong partisipasi publik, dengan lebih teliti dan secara
seksama dapat menilai, berkoordinasi secara sepadan dengan masyarakat yang
sedikit dibatasi oleh persoalan kearifan lokal, adat budaya masyarakat dan
cara-cara kerja masyarakat dalam mewujudkan pembangunan dii daerah, ketimbang
perencanaan pembangunan di lakukan oleh pusat.
Menurut pasa1 152 UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyebutkan bahwa : (1) Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data
dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. (2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup: a) penyelenggaraan pemerintahan daerah; b) organisasi dan
tata laksana pemerintahan daerah; c) kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan
PNS daerah; d) keuangan daerah; e) potensi sumber daya daerah; f) produk hukum
daerah; g) kependudukan; h) informasi dasar kewilayahan; dan i) informasi lain
terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Lebih lanjut dalam
Undang-undang ini disebutkan bahwa perencanaan pembangunan dari RPJM(Rencana Pembangunan Jangka
Menengah) daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan
kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya,
baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja
Pemerintah.
Partisipasi masyarakat
menjadi hal yang sangat penting diperhatikan dan didorong dalam pemerintahan
daerah, agar dapat mencapai tujuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
melalui pelayanan publik yang efektif dan efisien. Oleh karena dengan
partisipasi masyarakat tinggi akan dapat meringankan dan mengurangi beban
pemerintah daerah dalam mewujudkan dan memelihara hasil-hasil pembangunan.
Berkenaan dengan layanan publik, diharapkan dengan partisipasi yang tinggi
mekanisme layanan ke depan dilakukan secara mandiri (swalayan) oleh masyarakat,
masyarakat memilih, melakukan dan mempertanggungjawabkan hasil-hasil
pembangunan. Partispasi publik berarti citizen
engagement (perikatan warga) secara aktif dan sengaja oleh dewan atau
pemerintah tidak hanya dalam proses pemilihan umum, tetapi juga dalam pembuatan
keputusan kebijakan publik atau dalam penyusunan arahan strategis lainnya (Muluk,
2009: 84).Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang RatifikasiKovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 25 butir(a) menyatakan
Bahwa “setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa
pembedaan apapun untuk ikut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik
secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas”.
Selain itu, UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang emerintahan DaerahPasal 139 ayat (1) menyebutkan bahwa,“masyarakat
berhak untuk memberikan masukan secara lisan atautertulis dalam rangka
penyiapan atau pembahasan rancangan Perda”.Dengan partisipasi dapat
meningkatkan akuntabilitas dan transfarasi pemerintah, perencanaan pembangunan
lebih dapat diprediksi hasilnya, serta semakin proses partisipasi terus dapat
ditingkatkan. Hal ini sesuai dengan tujuan dilakukannya reformasi administrasi
menurut ADB 1997 menyebutkan tujuan reformasi adalah “sets of parameters
for administrative reform thatare linked to the overall thrust of good
governance accountability (buildinggovernment capacity); participation
(participatory development processes); predictability(legal frameworks); and
transparency (information openness)” (Ali Farasman,2002: 51).
Tentang
layanan publik Lebih lanjut Anwar Shah with Sana Shah dengan mengacu pada
tulisan Quates (1972) menyebutkan bahwa setiap layanan publik seharusnya
dipersiapkan pada area pengawasan wilayah yang lebih sempit, hal ini akan
menghasilkan manfaat yang lebih baik dan
mengatasi persoalan biaya oleh karena: 1) pemerintahan daerah memahami konsen
dari kebutuhan wilayah daerah; 2) pembuatan keputusan daerah merupakan respon
masyarakat untuk siapa pelayanan dilakukan, selanjutnya sebagai respon terhadap
kemampuan keuangan dan efisiensi khususnya jika keuangan untuk layanan juga
didesentralisasikan; 3) hal yang tidak diperlukan yurisdiksi dapat dikurangi;
dan kompetesi interyuridiksional dan
inovasi dapat ditingkatkan (Shah & Shah, 2006: 4). Untuk menghasilkan
pelayanan berkualitas ruang lingkup dan wilayah layanan publik harus dipersempit,
dengan demikian semakin terdesentralisasi maka diharapkan dapat melaksanakan
pelayanan yang lebih baik.
4.
Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan merupakan
usaha yang dilakukan pemerintah untuk menapai kesejahteraan masyarakat. Pembahasan
mengenai Perencanaan Pembangunan akan diawali dengan pembahasan mengenai
perencanaan yaitu : Perencanaan didefinisikan oleh banyak pakar, dalam karya
tulis ini akan mencantumkan seperti yang diungkapkan oleh Manullang
“Perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan,
perencanaan juga penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang
diinginkan”. (Manullang: 2006.39).
Perencanaan dikatakan baik, jika
mengandung unsur-unsur yaitu : the what, the why, the where, the when, the
who dan the how. Jadi suatu rencana yang baik harus memberikan jawaban
kepada enam pertanyaan berikut :
a) Tindakan apa yang harus
dikerjakan?
b) Apakah sebabnya tindakan itu
harus dikerjakan?
c) Di manakah tindakan itu harus
dikerjakan?
d) Kapankah tindakan itu dilaksanakan?
e) Siapakah yang akan mengerjakan
tindakan itu?
f) Bagaimanakah caranya melaksanakan
tindakan itu? (Modul Diklat
Fungsional
Perencana, 2006).
Berdasarkan jawaban atas
pertanyaan di atas, suatu perencanaan harus memuat hal-hal seperti terurai di
bawah ini.
a)
Penjelasan
dari perincian kegiatan-kegiatan yang dibutuhkannya, factor-faktor produksi
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut agar apa yang
menjadi tujuan dapat dihasilkan.
b)
Penjelasan
mengapa kegiatan-kegiatan itu harus dikerjakan dan mengapa tujuan yang
ditentukan itu harus dicapai.
c)
Penjelasan
tentang lokasi fisik setiap kegiatan yang harus dikerjakan sehingga tersedia
segala fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan itu.
d)
Penjelasan
mengenai waktu dimulainya pekerjaan dan diselesaikannya pekerjaan untuk tiap-tiap bagian pekerjaan maupun
untuk seluruh pekerjaan. Disini harus ditetapkan standar waktu untuk
mengerjakan, bagian-bagian pekerjaan
maupun untuk seluruh pekerjaan.
e)
Penjelasan
tentang para petugas yang akan mengerjakan pekerjaan, mengenai kuantitas maupun mengenai kualitas,
yaitu kualifikasi-kualifikasi pegawai, seperti keahlian, pengalaman dan
sebagainya. Di sini pula harus dijelaskan authority,
responsibility dan accountability dari masing-masing pegawai.
f)
Penjelasan
tentang teknik mengerjakan pekerjaan.
Unsur-unsur perencanaan, jelaslah
bahwa dilakukan penetapan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan dalam batas
waktu tertentu dengan menggunakan faktor produksi tertentu untuk mendapatkan
hasil tertentu. Perencanaan yang baik, haruslah mengandung sifat-sifat seperti
terurai di bawah ini.
a) Pemakaian kata-kata yang
sederhana dan terang, kata-kata atau kalimat dari pembuat rencana harus disusun
sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti oleh orang dan tidak membuat
penafsiran berbeda agar pada saat pelaksanaannya sesuai dengan keinginan.
b) Fleksibel, rencana tersebut harus
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah yang tidak diduga
sebelumnya. Artinya rencana tidak perlu diubah seluruhnya kalau terjadi
perubahan keadaan, melainkan perubahan sedikit saja yang dimungkinkan oleh
rencana sebelumnya.
c) Mempunyai stabilitas, Disamping
mempunyai fleksibilitas, rencana harus bersifat stabil berarti tidak perlu
setiap kali diubah atau tidak dipakai sama sekali.
d) Rencana harus ada dalam
perimbangan, berarti bahwa pemberian waktu dan factor-faktor produksi kepada
setiap unsur organisasi seimbang dengan kebutuhannya.
e) Meliputi semua tindakan yang
diperlukan, rencana harus cukup luas untuk meliputi semua tindakan yang
diperlukan, artinya haruslah rencana tersebut meliputi segala-galanya sehingga
terjamin koordinasi dari tindakan seluruh unsur-unsur organisasi.
Perencanaan menurut Friedman dalam Tarigan menguraikan bahwa
langkah-langkah untuk mengatasi masalah Negara dan ekonomi, menghasilkan tujuan
dimasa depan. Tujuan yang diinginkan adalah keterpaduan dalam kebijakan dan
program secara bersama. Pembangunan
adalah sebagai rangkaian usaha perubahan dan pertumbuhan yang berencana
yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintahan menuju
modernitas dalam rangka pembinaan bangsa. Apabila batasan pengertian tersebut
dikaji, didalamnya terkandung beberapa pokok pikiran yang sangat penting
apabila seseorang berbicara mengenai pembangunan. Pokok pikiran yang dimaksud
adalah:
- Pembangunan adalah merupakan suatu proses. Pembangunan itu harus dilaksanakan terus menerus, berkesinambungan, pentahapan, jangka waktu, biaya dan hasil tertentu yang diharapkan.
- Pembangunan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar. Sudah merupakan hasil pemikiran sampai pada tingkat rasionalitas tertentu.
- Pembangunan dilaksanakan secara berencana.
- Pembangunan mengarah pada medernitas. Untuk menemukan cara hidup yang lebih baik dari sebelumnya, lebih maju dan dapat menguasai imtaq dan iptek.
- Pembangunan mempunyai tujuan yang bersifat multidimensional. Meliputi berbagai aspek kehidupan bangsa dan negara. Terutama aspek: politik, ekonomi, sosbud, dan pertahanan dan keamanan.
- Pembangunan ditujukan untuk membina bangsa.
Ingin diungkapkan bahwa begitu banyak tujuan yang ingin dicapai dari
sebuah pembangunan dan administrasi adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut. Administrasi Pembangunan
adalah suatu cara dan upaya untuk memperbaiki proses ( masalah teknis maupun non teknis) yang
digunakan oleh negara berkembang untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang
meliputi aspek budaya, hukum, dan politik secara terencana dan telah
disesuaikan dengan keadaan di Negara tersebut.
Selanjutnya
Perencanaan Pembangunan didaerah menurut UU No. 32 tahun 2004, sebagai Perencanaan pembangunan daerah disusun oleh
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya yang
dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, yang meliputi : a)
Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan RPJP daerah untuk
jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan
daerah yang mengacu kepada RPJP nasional;b. Rencana pembangunan jangka menengah
daerah yang selanjutnya disebut RPJM daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang
penyusunannya berpedoman kapada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional;
c. RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat arah kebijakan keuangan
daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja
perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan
disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif; d. Rencana kerja pembangunan daerah, selanjatnya disebut
RKPD,merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1(satu) tahun,
yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah,
rencana kerja dan pendanaannya,baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah
daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu
kepada rencana kerja Pemerintah.
5.
Kesimpulan
Reformasi
kebijakan dalam perencanaan pembangunan mendorong terciptanya tatanan baru
hubungan antara pemerintah dengan masyarakat madani dan dunia usaha; hubungan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan penciptaan transparansi,
akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan-kebijakan
pembangunan. Sistem perencanaan pembangunan diharapkan dapat mengkoordinasikan
seluruh upaya pembangunan yang dilaksanakan oleh berbagai pelaku pembangunan
sehingga menghasilkan sinergi yang optimal dalam mewujudkan tujuan pembangunan
daerah. Perencanaan Pembangunan juga terkait dengan peningkatan kualitas
layanan publik, yang didukung
partisipasi yang tinggi, mekanisme layanan publik dilakukan secara
mandiri (swalayan) oleh masyarakat, masyarakat memilih, melakukan dan mempertanggungjawabkan
hasil-hasil pembangunan.
Daftar Pustaka
Berita Kendari, 2011. Masih Perlukah
Musrenbang ?. redaksi Berita Kendari, di July 8, 2011http://beritakendari.com/masih-perlukah-musrenbang.html
Eade, D. 1998. Capacity Building: An approach to people-centered
development. Oxford, UK: Oxfam, GB.
Friedmann, J. 1987. Planning in the Public Domain : from Knowledge to Action, Princeton :
Princeton University press, USA.
Hoessein, Bhenyamin, 2011. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan Daerah: di Era Orde Baru
ke Era Reformasi. Departemen Ilmu Administrasi Fisip UI, Jakarta
Holtzappel, Coen JG & Martin Ramstedt, 2009.Decentralization and Regional Autonomy in
Indonesia: Implementation and Challenges. ISEAS, Singapore
http://bappeda.muaraenimkab.go.id/pembangunan-daerah/publikasi-pembangunan/ 161-musrenbang-kabupaten
Manullang, 2006. Dasar-Dasar Manajemen,
Gadjah Mada University Press, Bandung.
Modul Diklat Fungsional Perencana, 2006. Konsep dan
Teknik Perencanaan, UGM-Press, UGM.
Muluk, Khairul, 2009. Peta Konsep Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. ITS press,
Surabaya
Nurcholis,
Hanis, 2005. Perencanaan Partisipatif
Pemerintah Daerah. JakartaGrasindo
Osborne, D.and Gaebler.T. 1992. Reinventing Government. Reading MA:
Addison Wesley Longman, Inc.
Shah, Anwar & Sana Shah, 2006. “The New Vision of
Local Governance and The Eveloving Roles Of Local Government”. In Khairul Muluk, Compilator, Local Government Theory
Smith, BC, 1985. Decentralization:
The Theorial Dimension Of The State. George Allen & Unwin (Publisher), London
Tarigan, R, 2009. Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara,
Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah
Widnyani,
Sri IAP, 2011.Efektivitas Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Dalam Formulasi Kebijakan Pembangunan Di
Kabupaten Badung.Hasil Penelitian Tesis Pogram Pasca Sarjana MIA
Universitas Ngurah Rai, Denpasar
Wrihatnolo, Randy
R. Dan Riant D, 2006. Manajemen Pembangunan Indonesia Sebuah Pengantar.
Jakarta; PT. Elex Media Komputindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar