Oleh: Made Joni Winarta*1 dan I Nyoman
Sukraaliawan*2
*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf Pengajar FISIP
Universitas Panji Sakti
(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 5 No. 1- Agustus 2016,
hal 63-75)
Abstrak. Semangat kerja dapat berpengaruh pada kualitas dan
hasil pekerjaan, pekerjaan dapat diselesaikan
dengan lebih cepat dan lebih baik. Salah satu faktor yang
berpengaruh pada semangat kerja pegawai adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja fisik maupun non fisik yang nyaman dan kondusif memiliki peran yang besar dalam meningkatkan
semangat kerja pegawai.
Lingkungan kerja organisasi dikatakan baik apabila dapat memotivasi dan memberi
kegairahan kerja atau semangat kerja karyawan untuk dapat melakukan pekerjaan
yang lebih baik dan memiliki dampak pada kulaitas kerja karyawan.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Lingkungan kerja fisik pegawai pada bagian Kesra
Setda Kabupaten Buleleng kurang mendukung dalam meningkatkan semangat kerja
pegawai. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dan didukung dengan data
dokumentasi yang menunjukkan bahwa lingkungan kerja fisik belum memadai.
Lingkungan kerja non fisik pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng berupa hubungan kerja antara pimpinan dengan pegawai, hubungan
kerja sesama rekan kerja dalam katagori nyaman dan suasana kantor dapat
dikatakan kondusif namun belum dapat mendukung semangat kerja pegawai. Semangat kerja pegawai pada bagian
Kesra Setda Kabupaten Buleleng dilihat dari kedisiplinan pegawai, masih ada beberapa orang pegawai yang kurang mematuhi
peraturan kerja pegawai, seperti pulang kerja sebelum jam kerja berakhir,
sering terlambat masuk kantor serta keluar kantor tanpa izin dari pimpinan kemudian, masih tinggi tingkat absensi pegawai.
Kata
kunci : Lingkungan Kerja & Semangat Kerja
1.
Pendahuluan
Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2014, tentang
Pemerintahan Daerah membawa peluang kepada daerah untuk membangun wilayah
daerahnya sendiri. Dengan pemberlakuan otonomi daerah tersebut berarti setiap
wilayah daerah dihadapkan pada upaya mewujudkan dan meningkatkan pemerintahan
yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggungjawab.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2001 tentang Aparatur Sipil
Negara, maka Pemerintah Daerah Provinsi Bali dengan berdasarkan
Peraturan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom serta
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, telah membentuk
organisasi/lembaga dalam lingkungan Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab
kepada Kepala Daerah.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka Pemerintah Kabupaten
Buleleng telah membentuk perangkat
organisasi pada bidang Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Buleleng yang mempunyai tugas dan fungsi dalam hal
berkoordinasi ke semua SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang ada di
Kabupaten Buleleng berkaitan dengan data kegiatan yang meliputi pembinaan
masalah kesejahteraan sosial, pembinaan adat dan kebudayaan, pembinaan
pemberdayaan perempuan pemuda dan olahraga, serta penanggulangan dan pencegahan
HIV AIDS. Pelaksanaan teknis kegiatan ada di masing-masing SKPD bersangkutan,
berdasarkan Peraturan Bupati Buleleng Nomor 68 tahun 2014 tentang Tugas Pokok
dan Fungsi Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng.
Berdasarkan Tupoksi tersebut, maka kegiatan yang ada di Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda
Kabupaten Buleleng sangat padat, sehingga memerlukan semangat kerja yang
tinggi dari pegawainya. Nitisemito (2008:96) menyatakan bahwa “Semangat kerja merupakan satu
kegiatan untuk melaksanakan satu pekerjaan lebih giat lagi
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih baik”. Sedangkan Moekijat (2009:39) menyatakan bahwa “Karyawan yang memiliki semangat kerja
yang tinggi yaitu karyawan yang mempunyai sikap positif seperti kesetiaan,
kegembiraan, kerjasama, kebanggaan dalam tugas dan ketaatan kepada kewajiban
akan cenderung mempunyai produktivitas dan efesiensi yang tinggi sangat
diperlukan dalam setiap usaha untuk mencapai tujuan organisasi”.
Banyak
faktor yang bisa mempengaruhi semangat kerja pegawai dalam bekerja, kualitas
Hidup kerja adalah multidimensi dan telah dipengaruhi oleh banyak variabel (Swamy,
et all, 2015), salah satunya adalah
lingkungan kerja. Lingkungan kerja baik
lingkungan kerja fisik maupun non fisik yang nyaman dan kondusif memiliki peran yang besar dalam meningkatkan semangat kerja
pegawai, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dan adanya hubungan
yang baik dengan atasan maupun rekan kerja akan memudahkan pegawai dalam bekerja. Selain itu juga akan mengurangi kejenuhan
pegawai dalam bekerja, karena apabila ada kejenuhan otomatis tingkat absensi
pegawai akan menjadi tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka dengan terciptanya
lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif akan dapat menciptakan semangat kerja
pegawai, pada gilirannya semangat kerja pegawai dapat mempengaruhi efektivitas
dan efisiensi pencapaian tujuan organisasi. Hal ini juga didukung oleh hasil
penelitian yang menyebutkan bahwa, pengaruh lingkungan dalam ruangan yang buruk
berhubungan dengan kesehatan yang buruk, absensi, moral, dan masalah
produktivitas (Krishnamoorthy, et all, 2016).
Desi
(2010:23) menyatakan Lingkungan kerja organisasi dikatakan baik apabila dapat
memotivasi dan memberi kegairahan kerja atau semangat kerja karyawan untuk dapat
melakukan pekerjaan yang lebih baik lagi dan memiliki dampak pada kinerja
karyawan yang semakin baik juga. Lebih lanjut Ahyari (2007:122) menyatakan
bahwa “Lingkungan kerja yang memuaskan bagi para karyawan organisasi yang
bersangkutan akan dapat meningkatkan gairah kerja di dalam organisasi”.
Berdasarkan
temuan awal pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten
Buleleng dapat diketahui bahwa lingkungan kerja fisik terutama
fasilitas yang disediakan pada tahun 2014 sedikit bertambah dari pada tahun
2013. Pertambahan fasilitas hanya berupa laptop sebanyak 1 buah, Printer 3 dan
kendaraan 2 buah. Seharusnya penambahan fasilitas dilakukan di semua aspek
mengingat semakin kompleksnya kegiatan. Karena jika tidak segera ditambah hal
ini dapat menyebabkan ketidaklancaran pekerjaan mengingat banyaknya kegiatan
yang ada di Bagian Kesra. Setda. Kabupaten Buleleng. Oleh sebab itu fasilitas
yang ada mesti lebih ditingkatkan lagi demi kelancaran dalam bekerja.
Peningkatan fasilitas kantor akan dapat membuat pegawai lebih bersemangat dalam
bekerja, karena pegawai akan merasa lebih mudah mengerjakan pekerjaan yang ada
dengan teknologi yang tersedia.
Berkaitan
dengan semangat kerja pegawai pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat
Daerah Kabupaten Buleleng diketahui bahwa tingkat absensi pegawai
terbilang tinggi yaitu lebih dari 5% di mana selama periode tahun 2013 s/d 2014 masih banyak tingkat absensi pegawai di
atas batas tingkat absensi yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 adalah sebesar 5%, hal ini tentu saja mencemaskan, karena Organisasi publik harus sigap
memberikan pelayanan kepada masyarakat setiap hari dan hal ini
menunjukkan menurunnya semangat kerja pegawai.
Melihat fakta tersebut di atas dengan masih tingginya
tingkat absensi pegawai, di
sini peneliti menduga adanya lingkungan kerja yang kurang mendukung dalam
pengembangan semangat kerja yang kondusif, maka dari itu yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah 1) bagaimanakah lingkungan kerja fisik dan
non fisik pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten
Buleleng dan sebagai masalah 2) bagaimana semangat kerja pegawai pada bagian
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng. Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui lingkungan kerja fisik dan non fisik
pada bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng serta
untuk mengetahui semangat kerja pegawai pada bagian Kesejahteraan Rakyat
Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng.
2.
Metode
Penelitian
Rancangan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono
(2014:21) Menyatakan “Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu kejadian di mana data yang diperoleh
adalah data yang berbentuk kalimat, kata atau gambar kemudian dilakukan reduksi data dengan membuat rangkuman dan diperoleh
kesimpulan hasil penelitian dimana data diperoleh berdasarkan hasil kenyataan
tanpa diubah”. Metode deskriptif ini
digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai seluruh variabel penelitian
secara independen.
Fokus penelitian
dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan rumusan masalah, di mana
rumusan masalah penelitian dijadikan acuan dalam menentukan fokus penelitian.
Bungin (2011:41) menyatakan “fokus penelitian mengandung penjelasan mengenai
dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta kelak dibahas secara
mendalam dan tuntas”. Dalam penelitian
ini yang menjadi fokus penelitian adalah lingkungan kerja baik fisik maupun non
fisik dan semangat kerja pegawai bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra)
Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Buleleng.
Fokus ini
diambil karena untuk mengetahui lingkungan kerja dalam mendukung semangat kerja pegawai yang
terdapat di bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng. Fokus dalam penelitian ini
adalah Lingkungan Kerja Fisik
Pegawai yang meliputi luas ruang kerja, pencahayaan, kebisingan, kebersihan, sirkulasi
udara di ruang kerja,
keadaan ruang umum, keadaan
ruang khusus,
dan teknologi pendukung. Lingkungan Kerja Non Fisik Pegawai yang meliputi jam istirahat,
hubungan kerja sesama rekan kerja, struktur tugas dan keamanan kerja. Semangat Kerja Pegawai yang menjadi penilaian adalah tingkat absen,
tingkat keterlambatan pegawai, tingkat perputaran pegawai, penyelesaian
pekerjaan dan pemberian reward.
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng yang beralamat di
Jalan Pahlawan No. 1 Singaraja. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan metode observasi, metode wawancara dan metode Studi
Dokumentasi
3.
Metode Analisis
Data
Dalam penelitian deskriptif, data diperoleh dari
berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam
(triangulasi), dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif. Berikut tahap-tahap analisis data Miles Huberman (Sugiyono, 2014) adalah
sebagai berikut
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data
merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data dari informan secara langsung,
maupun dari dokumen dan arsip yang berhubungan dengan permasalahan yang
diteliti.
2. Reduksi Data
Reduksi data
merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi,
pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data. Pada waktu pengumpulan data
berlangsung, reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan dari catatan data
yang diperoleh di lapangan.
3. Penyajian Data
Sajian data
merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi
yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini merupakan
rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca
akan mudah dipahami.
4. Penarikan Kesimpulan
Simpulan perlu
diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan,
penelusuran data kembali dengan cepat, mungkin sebagai akibat pikiran kedua yang
melintas pada peneliti pada waktu menulis sajian data dengan melihat kembali
sebentar pada catatan lapangan. Keseluruhan proses analisis interaktif seperti
gambar berikut.
4.
Hasil Dan Pembahasan
4.1.
Lingkungan Kerja Fisik Pada Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Kabupaten Buleleng
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa lingkungan
kerja fisik bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng sudah memiliki fasilitas yang
memadai untuk mendukung program kerja dari bagian Kesra Setda Kabupaten
Buleleng. Namun yang menjadi permasalahan dalam lingkungan kerja fisik pegawai
ini adalah kapasitas atau daya tampung ruangan yang seharusnya pada ruang
Kasubag POR adalah sebanyak 9 orang namun ditempati oleh 14 orang, begitu juga
pada ruangan Kasubag APK dan Kesra yang seharusnya ditempati oleh 15 orang saja
namun ditempati oleh 18 orang. Kemudian pada ruangan Kasubag APK dan Kesra
seharusnya sudah menyendiri namun pada kenyataanya masih digabung sehingga
menimbulkan kesan yang ramai pada satu ruangan tersebut. Penerangan dan luas
ruangan dirasakan sudah memadai namun fasilitas meja dan kursi masih kurang
sedangkan fasilitas komputer hanya beberapa orang saja yang bisa mengoperasikannya.
Dilihat dari kebisingan bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng jauh dari
keramaian atau jalan besar sehingga masih dikatakan aman dan jauh dari
kebisingan.
Lebih lanjut
pada bagian Kesra Setda kabupaten Buleleng terletak pada lantai 2 dimana tidak
terdapatnya kamar mandi (toilet) sehingga apabila pegawai ingin ke kamar kecil
harus turun karena fasilitas umum atau bersama kemudian tidak terdapat ruang
khusus untuk merokok di mana beberapa pegawai laki-laki adalah perokok sehingga
beberapa orang harus kena razia dari pengawas karena merokok di lobi.
Berdasarkan kondisi tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kerja cukup
nyaman namun masih terdapat fasilitas-fasilitas ruangan yang masih kurang
sehingga menyebabkan semangat kerja pegawai menurun.
Hasil ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Haryani
(2009:23) menyatakan “Pegawai tidak akan bekerja secara optimal apabila kondisi
lingkungan tempatnya bekerja seperti penerangan tidak terpenuhi, suara gaduh,
suhu udara terlalu lembab dan panas. Selain itu juga perlu diperhatikan setiap
organisasi bisa mengelola tata ruang kantor secara efektif sehingga pegawai
bisa bekerja secara optimal” serta menghasilkan kualitas kerja “quality of work life (QWL)” yang baik. Kualitas
Kehidupan Kerja (QWL) dapat didefinisikan sebagai sejauh mana seorang karyawan
puas dengan kebutuhan pribadi dan bekerja melalui berpartisipasi di tempat
kerja demi mencapai tujuan organisasi (Swamy et all. 2015). Lingkungan kerja
fisik merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan seorang pimpinan.
Lingkungan fisik tersebut meliputi keadaan seperti pencahayaan, warna, suara,
udara dan musik yang ada didalam kantor yang penerapannya sesuai dengan
kebutuhan pegawai. Lingkungan kerja fisik yang
dimaksud adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan dapat
mempengaruhi dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.
4.2. Lingkungan Kerja Non Fisik Pada Bagian
Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kabupaten Buleleng
Keseimbangan
aktif tingkat aktivitas yang beragam, baik yang diwujudkan dalam lingkungan
kerja dan dalam kehidupan pribadi (keluarga, sosial, pendidikan, rekreasi, dll
agama) dan menciptakan kebijakan pribadi yang koheren bertujuan membentuk
keseimbangan dan dengan menghilangkan penyebab konflik antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi (Tomaszewska, 2015). Hal demikian dapat dipengaruhi
oleh lingkungan kerja non fisik.
Lingkungan
kerja non fisik dapat dilihat dari banyaknya jenis penghargaan dan jenis sanksi
yang diberikan pimpinan kepada staf pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten
Buleleng, di mana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 25 orang mendapatkan
penghargaan berupa kenaikan pangkat dan pengangkatan dalam jabatan struktural
sedangkan belum ada pegawai yang diberikan pengangkatan dalam jabatan fungsional
dan Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya.
Selanjutnya pada jenis sanksi yang diberikan kepada pegawai terdapat 10 orang
yang diberikan pernyataan secara tertutup kemudian 5 orang diberikan pernyataan
secara terbuka oleh pimpinan sedangkan teguran lisan mencapai 9 orang dan
teguran tertulis mencapai 4 orang. Pernyataan dan teguran tersebut masih dalam
kategori yang ringan sedangkan pelanggaran yang bersifat sedang maupun berat
seperti penundaan kenaikan gaji, penundaan kenaikan pangkat, penurunan jabatan
setingkat lebih rendah, sampai dengan pemberhentian belum pernah dilakukan oleh
pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng.
Sesuai dengan data tersebut menunjukkan
bahwa lingkungan kerja non fisik pegawai masih dikatakan rendah karena pegawai
yang rajin tidak mendapatkan perhatian yang khusus dari pimpinan sedangkan
pegawai yang malas hanya diberikan teguran yang berupa sanksi yang sangat
ringan sehingga menyebabkan pegawai yang rajin terpengaruh menjadi malas dan
menyebabkan semangat kerjanya kian hari semakin rendah. Hendaknya pemimpin
dalam hal ini kepala bagian kesejahteraan rakyat memiliki ketegasan dalam
memberikan sanksi dan melirik pegawai yang rajin agar kedapatan penghargaan
berupa pengangkatan dalam jabatan fungsional atau diberikan penghargaan berupa
Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya sehingga pegawai yang teladan
tersebut menjadi contoh atau acuan bagi pegawai yang lain sehingga mampu
meningkatkan semangat kerja pegawai.
Hubungan kerja sesama rekan kerja dan hubungan
kerja antara atasan dengan bawahan masih dirasakan nyaman namun
struktur tugas yang terkadang dirasakan timpang membuat semangat kerja pegawai
menurun. Pemberdayaan pegawai dinilai terlalu berlebihan dimana pada saat jam
istirahat ada beberapa pegawai yang masih bekerja sedangkan pada saat jam
bekerja malah beberapa pegawai mulai beristirahat sehingga tidak sesuai dengan
esensinya.
Hasil ini didukung oleh Hasibuan (2009:94) menyatakan bahwa
“salah satu faktor yang mempengaruhi semangat kerja pegawai adalah suasana dan lingkungan pekerjaan”. Lebih lanjut
Sukanto dan Indriyo (2008:151) menyatakan bahwa “kondisi lingkungan kerja
adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam
bekerja meliputi pengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan
kebersihan tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja. Kondisi kerja
yang baik meliputi segala sesuatu yang ada di lingkungan pegawai yang dapat
mempengaruhi semangat kerja”.
4.3.
Semangat Kerja Pegawai Pada Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah
Kabupaten Buleleng
Semangat
kerja pegawai bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng dapat diukur dengan
menggunakan tingkat absensi pegawai di mana pada tahun 2012 sampai dengan tahun
2014 mengalami peningkatan dan penurunan di mana tingkat absensi paling tinggi
terjadi pada tahun 2014 tepatnya pada bulan November sebesar 11,36% sedangkan
ingat absensi paling rendah selalu ada pada setiap tahunya dengan persentase
sebesar 2,27%. Rata-rata absensi pas tahun 2012 adalah sebesar 4,91% kemudian rata-rata
absensi pada tahun 2013 adalah sebesar 4,58% sedangkan pada tahun 2014
rata-rata absensi sebesar 4,36%. Pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014
terdapat absensi pegawai yang melebihi rata-rata sehingga dapat disimpulkan
bahwa semangat kerja pegawai masih rendah. Rendahnya semangat kerja disebabkan
oleh faktor lingkungan kerja fisik pegawai dan lingkungan kerja non fisik yang
kurang mendukung. Hal ini tentu harus mendapatkan perhatian dari pihak pimpinan
agar semangat kerja pegawai meningkat demi kinerja instansi.
Selain
tingkat absensi, rendahnya semangat kerja pegawai ini juga bisa dilihat dari
rekapitulasi pegawai yang datang terlambat dan pulang medahului yang
menunjukkan bahwa rata-rata
pegawai yang datang terlambat pada tahun 2014 mencapai rata-rata sebesar 5,68%
sedangkan rata-rata pegawai yang pulang mendahului sebesar 7,77%. Tingkat
persentase pegawai yang datang terlambat paling tinggi terjadi pada bulan Mei
dan Juli mencapai sebesar 9,09% sedangkan paling rendah terjadi pada bulan April
dan Oktober sebesar 2,27%. Pegawai yang pulang mendahului paling tinggi terjadi
pada bulan Februari, Agustus dan Desember sebesar 11,36% sedangkan paling
rendah terjadi pada bulan September sebesar 2,27%. Sesuai dengan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa pegawai yang datang terlambat maupun pulang mendahului
masih terbilang cukup tinggi karena masih banyak memiliki persentase di atas
rata-rata sehingga dapat disimpulkan bahwa semangat kerja pegawai masih rendah.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperlukan peran
serta semua pihak agar lingkungan kerja fisik maupun non fisik lebih mendukung
lagi sehingga semangat kerja pegawai bisa meningkat untuk mendukung
kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan pada bagian Kesra Setda kabupaten
Buleleng. Hal terpenting yang perlu dipertimbangkan
oleh pimpinan adalah model lingkungan kerja fisik macam apakah yang sebaiknya
dilakukan untuk mendorong kepuasan kerja pegawai. Hasil penelitian ini relevan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Desi (2010:23) menyatakan Lingkungan
kerja organisasi dikatakan baik apabila dapat memotivasi dan memberi kegairahan
kerja atau semangat kerja pegawai untuk dapat melakukan pekerjaan yang lebih
baik lagi dan memiliki dampak pada kinerja pegawai yang semakin baik juga.
Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (2009:21),
“Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan
kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Pendapat ini juga didukung hasil
penelitian “the impact of work
environment and air quality on employee productivity and performance of the
organization” (Krishnamoorth, et all, 2016)
Menurut
Nitisemito (2008:97) organisasi hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang
mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status
jabatan yang sama di organisasi. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah
suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri. Membina hubungan yang baik antara sesama
rekan kerja, bawahan maupun atasan harus dilakukan karena kita saling
membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis
pegawai
5.
Penutup
Berdasarkan pembahasan yang sudah dipaparkan diatas
berkaitan dengan lingkungan kerja fisik dan non fisik pegawai dalam rangka
meningkatkan semangat kerja pegawai maka dapat disimpulkan bahwa Lingkungan
kerja fisik pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng kurang mendukung
dalam meningkatkan semangat kerja pegawai. Hal ini berdasarkan hasil wawancara
dan didukung dengan data dokumentasi yang menunjukkan bahwa lingkungan kerja
fisik belum memadai. Lingkungan kerja non fisik pegawai pada bagian Kesra Setda
Kabupaten Buleleng berupa hubungan kerja antara pimpinan dengan
pegawai dan hubungan kerja sesama rekan
kerja masih nyaman dan suasana kantor masih kondusif namun belum mendukung
semangat kerja pegawai. Semangat
kerja pegawai pada bagian Kesra Setda Kabupaten Buleleng dilihat dari
kedisiplinan pegawai masih ada berapa orang pegawai yang kurang
mematuhi peraturan kerja pegawai, seperti pulang kerja sebelum jam kerja
berakhir, sering terlambat masuk kantor serta keluar kantor tanpa izin dari
pimpinan kemudian tingginya tingkat absensi pegawai.
Daftar Pustaka
Ahyari, Agus. 2007. Manajemen Produksi. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Kencana.
Desi, Arisanti. 2010. Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap
Semangat Kerja Pegawai Kantor Administrator Pelabuhan utama di Belawan. Tesis.
Http://repository.usu.ac.id. Di unduh
tanggal 1 April 2015
Haryani, Yulia Sri. 2009 Mengelola Sumber Daya Manusia dan Hubungan
Pegawai. Jakarta : Gramedia
Hasibuan, H. Malayu SP.
2009. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Krishnamoorthy, Anand, Maria A. Kronenburg, David R. Shetterly dan Franklin Gaillard, 2016. “Exploring
The Relationship Between Indoor Work Environment And Employee Perception Of
Health-Related Symptoms In An Office Environment”. IJMRR/Jan. 2016/ Volume 6/Issue 1/Article No-7/44-58
Moekijat. 2009. Pengembangan Manajemen dan
Motivasi. Bandung : Penerbit Pionir Jaya.
Nitisemito,
Alex S. 2008. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghaila Indonesia.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah
Sedarmayanti. 2009. Sumber Daya Manusia
dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV. Mandar Maju.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Administrasi Dan Bisnis. Cetakan ke-22. Bandung: CV Alfabeta.
Sukanto
Rekshadi dan Indriyo Gito Sudarmo. 2008. Manajemen
Produksi. Yogyakarta. BPFE
Swamy, Devappa
Renuka, T S Nanjundeswaraswamy, & Srinivas Rashmi, 2015. “Quality of Work
Life: Scale Development and Validation”. International Journal of Caring
Sciences May-August 2015 Volume 8 Issue
Tomaszewska-Lipiec, Renata, 2015. “The Changing Role Of Work Environment In Balancing Workers’
Personal And Work Life”. European Scientific Journal October 2015 /SPECIAL/ edition Vol.1
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar