Senin, 14 November 2016

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENEGAKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BULELENG

Oleh : I Komang Budiwartama*1 dan I Nyoman Suprapta*2
*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf  Pengajar Fisip Universitas Panji Sakti

(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 6 No. 1- Agustus 2016, hal 47-59)

Abstraksi. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sia-sia yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan.Masyarakat pada pengelolaan sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe) yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemerosesan akhir sampah.Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemerosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberi kontribusi terhadap pemanasan global. Hal tersebut mendorong pemerintah Kabupaten Buleleng menerbitkan dan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah.Masalah sampah menjadi masalah besar di Kabupaten Buleleng yang setiap tahun terus meningkat.Belum maksimalnya peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah.
Berdasarkan temuan dan hasil pembahasan tentang Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng makadapat disimpulkan dilakukan dengan cara pendekatan persuasif non yustisia dan yustisial adapun kendalanya yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah adalah datangnya dari luar lembaga SatPol PP, masyarakat belum semua mengetahui keberadaan Perda tersebut dan dari dalam Satpol PP SDM belum mumpuni dalam melakukan penegakan yustisial dan upaya untuk mengatasi kendala yang dilakuakan Polisi Pamong Praja :melakukan patroli untuk sosialisasi, pengarahan dan pembinaan sesuai fungsi satpol pp yang mengutamakan tindakan perpentif non yustisial, dan evaluasi terhadap kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja.


Kata kunci : SatPol PP, Penegakan Perda, pengelolaan sampah
1.        PENDAHULUAN
Tujuan Nasional Negara Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serrta ikut memelihara perdamaian dunia yang berdasarkan Pancasila, adalah tujuan yang sangat mulia dan sangat idiealis. Dalam tujuan itu tidak akan tercapai bila kita hanya berpangku tangan saja tanpa mau berusaha berjuang dalam mengisi kemerdekaan. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 dan diperbaharui dengan Undang - Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintah, melalui otonomi dan desentralisasi. Sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten,dan Kotaberwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah guna menyelenggarakan urusan Otonomi Daerah dan tugas Pembantuan.
Peraturan Daerah (Perda) di tetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di mana subtansi atau muatan materi Peraturan daerah adalah penjabaran dari Peraturan Perundang-undanganyang lebih tinggidengan memperhatikan ciri khas masing- masing daerah, dan subtansimateri tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi.’’Suatu Peraturan Daerah memiliki hak yuridiksi setelah diundangkan ke dalam lembaran daerah di mana masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan maupun tertulisdalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.(Pamungkas Baut, 2011).
Sebagaimana yang diamanatkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi dasar pijakan Pemerintah untuk mengatur tentang otonomi diDaerah  yang menjadi landasan yuridis dalam pembentukan Peraturan Daerah. Untuk menegakan Peraturan Daerah di bentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas membantu Kepala Daerah untuk penegakan Peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan berubahnya pola komsumsi dan gaya hidup masyarakat, telah meningkatkan jumlah timbulan berbagai jenis sampah yang menjadi permasalahan serius di berbagai Daerah. Laju timbulan sampah berkaitan erat dengan kegiatan masyarakat di suatu wilayah setiap harinya (Nurdjaman, 1993).Sampah merupakan salah satu biomassa yang ketersedianya dari hari ke hari cukup berlimpah yang menjadi perhatian berbagai pihak, karena berhubungan langsung dengan kebersihan dan keindahan (estetika). Masalah sampah merupakan dua sisi mata uang yang sangat berbeda jika pengelolaannya bagus dan bener maka akan menjadi sebuah keutungan yang positif bagi kehidupan masyarakat misalnya akan menjadi energi alternatif karena Negara kita masih sangat kurang akan energi, akan tetapi jika pengelolaannya salah atau bahkan sampah itu diabaikan akan menjadi bomerang dan akan berdamfak negatif  seperti misalnya akan menjdi bibit - bibit penyakit yang baru bagi kehidupan masyarakat, karena dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari yang namanya sampah.
Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sia - sia yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan.Masyarakat pada pengelolaan sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe) yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemerosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemerosesan akhir sampah berpoyeksi melepas gas metan yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan member kontribusi terhadap pemanasan global, agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar. Hal tersebut mendorong pemerintah Kabupaten Buleleng menerbitkan dan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah.
Setelah Peraturan Daerah tersebut ditetapkan dan diberlakukan malah semakin meningkatnya bentuk-bentuk pelanggaran Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang  Penggelolaan Sampah yang terjadi di masyarakat. Belum maksimalnya peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah tersebut.Satuan Polisi Pamong Praja yang memiliki tanggung jawab penuh untuk melakukan penegakan dan memberikan pembinaan secara preemtif, preventif dan refresif bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran.
Namun kenyataan di lapangan penegakan Peraturan DaerahNomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah terkait dengan ketertiban dan ketentraman umum serta bersinggungan dengan kepentinggan masyarakat banyak,dalam hal inibetapa banyak hal-hal dan kegiatan masyarakat yang diwarnai dengan pelanggaran,namun pelanggaran itu sendiri tidak di rasakan oleh pelanggarnya, dan bahkan jauh dari itu masyarakat yang melanggar malah meyakini bahwa tindakan yang dilakukan mereka bukan suatu pelanggaran, walau sudah ada aturan yang menggaturnya.
Memang dirasakan oleh berbagai kalangan bahwaPeraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah yang sudah diberlakukan secara  efektif  kurangnya disosialisasikan oleh Pemerintah Daerah atau instansi terkait sehingga pemahaman masyarakat akan pentingnya memahamiPeraturan DaerahNomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah menjadi dangkal, di lain pihakpenegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah terkadang tidak begitu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,dimana aparat bertindak setelah pelanggaran tersebut sudah terakumulasi sehingga dalam penegakanya memerlukan tenaga, biaya dan pikiran yang cukup berat karena  bagaimanapun dengan sudah banyaknya pelanggaran akan menjadi suatu resiko yang cukup berat dalam penegakan Peraturan DarahNomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah dan akan berpotensi menimbulkan masalah yang serius yangmembahayakan kepentingan masyarakat luas/kepentinganumum.
Hal yang berbeda terjadi di Kota Denpasar, menurut Bali Tribune (2016) 30 masyarakat Denpasar yang membuang sampah semberangan di sejumlah titik di Kota Denpasar di denda satu juta hingga dua juta karena telah melanggar perda Nomer 3 Tahun 2000 tentang kebersihan dan ketertiban umum. Sidang yustisia atau sidang tipiring tersebut digeler di balai banjar kedaton jalan Hayam Wuruk, Desa Sumerta Kelod Denpasar Timur.Menurut I Dewa Gede Anom Sayoga yang juga penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kota Denpasar, mengatakan sidang yutisia atau sidang tipiring ini guna member efek jera kepada masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan sidang yang diadakan diluar pengadilan sekaligus mensosialisasikan kepada masyarakat agar sadar dan ikut menjaga kebersihan lingkungannya sendiri. Suyoga menambahkan selain dikenakan denda dan di sidangkan, pelanggar yang tertangkap tanggan lansung di tempat oleh Satuaan Polisi Pamong Praja dan Satgas kebersihan DKP Kota Denpasar juga diberikan hukuman langsung ditempat dengan disuruh menyapu, membersihkan sampah dan menyiram ruas jalan yang ada di Kota Denpasar, tujuannya agar masyarakat malu akan pelanggarannya dan tidak melakukannya lagi. Salah satu pelanggar kebersihan membuang sampah sembarangan, Sunaryo mengaku sangat kaget atas denda yang diberikan kepadanya sebesar dua juta itu, dan saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi, saya kapok kata Sunaryo.Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini merumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1.         Bagaimana peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng?
2.         Apa kendala yang dihadapi dan upaya apa yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja khususnya di bidang Penegakan Perda Nomor 1 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng ?

2.    METODE PENELITIAN
Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan pada situasi dan kondisi obyek yang dialami dengan sasaran untuk mendapatkan sebuah jawaban dan juga pengungkapkan berbagai persoalan yang menyangkut Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng. Informan ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu pada tahap awal data di kumpulkan bersumber dari orang yang dapat memberikan informasi dan pandangannya tentang peran SatPol PP. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Kepala satuan polisi pamong praja, Kepala bidang Ketentraman dan Ketertiban, Kabid Penegakan Perundang-undangan Badan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng sertaanggota Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng dan Anggota masyarakat yang mempuyai kapasitas dan memahami tentang permasalahan tersebut.Selain itu untuk memperkaya data yang diolah, maka peneliti juga menggambil informan partisipan yang dianggap mengetahui dan paham tentang permasalahan peneliti yang mengarah pada jawaban yang sah dalam penelitian ini dan dapat dipertimbangkan dalam penarikan kesimpulan. Adapun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
1          1.     Peran Satuan Polisi pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013                 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng mencakup  :
a.       Menindak warga masyarakat.
b.      Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat.
c.       Perumusan prioritas dalam kegiatan penegakan Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah.
  1.  Kendala dan Upaya yang dilakukan Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng
a.       Kendalanya : Internal : minimnya anggota  dan SDM satuan polisi pamong praja, dan minimnya sarana perasana dalam mendukung penegakan perda, dan external : Kesadaran masyarakat masih kurang.
b.      Upaya : melakukan sosialisasi dan melakukan patroli.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
(1) Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan DaerahNomor 1 Tahun 2013  Tentang Pengelolaan Sampah.
Kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretariat Daerah.Jika melihat keberadaan Satpol PP bisa dikaji dari dua aspek.Yang pertama adalah aspek sosiologis. Satuan Polisi Pamong Praja, dari pilihan kata untuk penyebutan sudah jelas bahwa dimaksudkan instusi ini adalah polisi milik pamong praja atau polisi untuk pamong praja. Pamong Praja adalah kata lain dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka Satpol PP adalah penegak hukum di kalangan pamong praja. Dari unsur kata-kata pembentukannya, Satpol PP mempunyai tugas pembinaan ke dalam atau dalam lingkup internal aparatur pemerintahan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pada pasal 5 bahwa kewenangan Polisi Pamong Praja adalah : a. Menertibkan dan menindak warga masyarakat atau badan hukum yang mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. b. Melakukan pemeriksaan terhadap warga atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah. c. Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala.

(2) Fungsi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2013Tentang Pengelolaan Sampah
Dari semua data yang didapat dipahami Satuan polisi pamong Praja yang merupakan sebuah organisasi yang di bentuk untuk menegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah sudah melaksanakan fungsinya dengan cukup baik tapi belum maksimal dalam urusan menegakan Peraturan Daerah Nomer 1 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah karena, semua itu dilihat dari satuan polisi pamong praja sudah menyusun program dan pelaksanaan penegakan. Polisi Pamong Praja juga sudah menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Di dalam Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat Polisi Pamong Praja juga melaksanakan koordinasi penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, TNI, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah, kejaksaandan atau pengadilan. Dari pencernaan peneliti sudah melaksanakan tugas  sebagaimana  dimaksud  dalam Pasal 5, PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

(3) Pelaksanaan Fungsi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
Berdasarkan data yang didapat tersebut dapat dimaknai bahwaSatuan Polisi Pamong Praja sebuah organisasi yang dibentuk untuk menegakan Perda maupun Peraturan Kepela Daerah yang berupaya dengan maksimal dalam menjalankan fungsinya dengan baik karena  menurut Robbins dan Judge, (2008:5) “organisasi adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan yang relatif terus-menerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama”. Sedangkan menurut Wibowo, (2007:1) “organisasi adalah suatu wadah yang dibentuk untuk mencapai tujuan bersama secara efektif”. Di dalam menegakan perturan daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah karena sudah turun langsung dengan masyarakat akan tetapi belum bisa menyentuh semua masyarakat yang ada di Kabupaten Buleleng, karena dalam strategi yang di pergunakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja menurut penulis kurang efektif, harus menunggu masyarakat yang membuang sampah ke TPS pasti masyarakat yang membuang sampah ke TPS tersebut masyarakat yang sama setiap hari.
Jadi menurut penulis upaya satuan polisi pamong praja dalam melaksanakan fungsinya kurang inovatif dan kreatif, justru membuang-buang tenaga dan waktu, begitu pula mengenai sosialisasi melalui sepanduk yang di tempel diruas-ruas jalan, balae banjar juga kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat karena sudah kurun waktu dua tahun lebih sesudah Peraturan Daerah tersebut ditetapkan sosialisasi yang dilakukan oleh pemda maupun oleh Satuan Polisi Pamong Praja banyak dari masyarakat yang belum mengetahi tentang keberadaan peraturan daerah tersebut. Dalam Pelaksanaan penegakan Satuan Polisi Pamong Praja juga melaksanakan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

(4) Penegakan Non Yustisial Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
Di dalam melaksanakan penegakan peraturan daerah Nomer 1 tahun 2013 tentan Pengelolaan Sampah, penegakan secara non yutisial yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah tertuang di dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Polisi Pamong Praja.Adapun bunyi dari Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Polisi Pamong Praja Mengatur di dalam penegakan perda meliputi: 1). Melakukan pengarahan kepada masyarakat dan badan hukum yang melanggar peraturan daerah, 2). Melakukan pembinaan dan sosialisasi, dan 3). Penindakan preventif non yustisial.

(5) Penegakan Yustisial Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Samapah
Dari semua informasi yang diterima peneliti dapat menelaah semua informasi tersebut sehingga peneliti mendapatkan gambaran bahwa penegakan perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah tersebut oleh SatPol PP sudah berjalan dengan ketentuan yang ada meskipun mengalami sedikit kendala tapi Satuan Polisi Pamong Praja tetep komitmen untuk menegakan perda tersebut karena peranSatuan Polisi Pamong Prajaadalah sebagai Eksekutor Lapangan maupun yang melibatkan Tim Yustisi sebagai Tim khusus dalam melakukan Penyidikan untuk menjaring para pelanggar yang pada nantinya berproses sampai pada tahapan Peradilan dalam proses Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang tentu saja semakin menambah  optimalnya pelaksanaan penegakan Perda yang telah di lakukan Polisi Pamong Praja sebagai ujung tombak Pemerintah Daerah khusunya dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kabupaten Buleleng.
Karena menurut Shakespeare (dalam Robias, 2001) peran adalah seprangkap pola prilaku yang diharapkan, yang dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu unit sosial, sedangkan Pengertian peran menurut Soekanto, (2002:243), yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban satuaan polisi pamong praja dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh, (Soekanto,2002:220) Sedangkan peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peranan tersebut.Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.
Di dalam ketentuan Umum Pasal 1 ayat (5) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang KepolisianNegara Republikindonesia menyatakan bahwa Ketentraman dan ketertiban  masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses Pembangunan Nasional dalam rangka tercapainya tujuan Nasional yang di tandai oleh terjaminya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina dan mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk - bentuk pelanggaran hukum lainya yang dapat meresahkan masyarakat.

(6) Kendala Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng
Kendala yang dihadapi satuan polisi pamong praja dalam menegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah masih banyak mengalami kendala baik dari dalam Satuan Polisi Pamong Praja dan juga dari luar. Kendala yang datangnya dari dalam SatPol PP yang peneliti amati saat pengambilan data terlihat kurangnya kordinasi dan kerjasama diantara pimpinan Satuan Polisi Pamong Praja, karena dalam pengamatan peneliti terjadinya ego sektor yang sangat kental diantara pimpinan selain itu peneliti juga menganalisi pimpinan SatPol PP tidak memiliki perencaaan disetiap menjalankan suatu intruksi dan perintah yang datangnya dari atasan yaitu Bupati. Sedangkan tugas dan fungsi Polisi Pamong Praja sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dinyatakan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat Pemerintah Daerah dengan tugas pokok menegakkan Perda, dan peraturan kepala daerah menyelenggarakan ketertiban umum, ketenteraman dan perlindungan masyarakat.Dalam rangka optimalisasi kinerja Satuan Polisi Pamong Praja maka diterbitkan Peraturan Pemerintah yang baru sebagai pedoman bagi Satuan Polisi PamongPraja yang merupakan landasan hukum tupoksi dalam pelaksanaan tugasnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja.

(7)  Upaya yang dilakukan Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng.
Upaya yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja untuk mengatasi kendala selama ini sudah cukup maksimal untuk menegakan peraturan daerah Nomor 1 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng karena SatPol PP sudah menjalankan apa yang diatur dalam Peraturan Mentri dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur yang mengatur seluruh anggota Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai kewajiban moral untuk menyampaikan informasi dan himbauan yang terkait dengan peraturan daerah. Metode yang digunakan dalam pembinaan adalah dengan membina saling asah, asih dan asuh antara aparat penertiban dengan masyarakat tanpa mengabaikan kepentingan masing-masing dalam rangka peningkatan ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dengan demikian harapan dari pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat dalam proses pembangunan dalam keadaan tertib dan tentram didaerah dapat terwujud. Selain itu dalam pembinaan, ketertiban umum dan ketentraman masyarakat juga dapat dilakukan dengan mamanfaatkan sarana dan fasilitas umum.

PENUTUP
Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng dilakukan dengan carapendekatan persuasif non yustisia dan yustisial.
2.      Kendala dan upaya yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng : a). Kendalanya adalah datangnya dari luar SatPol PP masyrakat belum semua mengetahui keberadaan perda tersebut dan dari dalam SatPol PP SDM belum cukup mumpuni dalam melakukan penegakan. b). Untuk mengatasi kendala ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten buleleng : melakukan patroli untuk sosialisasi, pengarahan dan pembinaan sesuai fungsi SatPol PP yang mengutamakan tindakan perpentif non yustisial, dan terus melakukan evaluasi terhadap kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja.
Berdasarkan simpulan penelitian, maka peneliti merekomendasikan berupa saran sebagai berikut:
1.      Polisi Pamong Praja disamping sebagai aparat daerah juga sangat terkait dengan kepentingan pemerintah Pusat, sehingga disini kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perekat kesatuan bangsa, karenanya langkah dibidang ketentraman dan ketertiban tidak boleh bersifat kedaerahan, akan tetapi bersifat nasional.
2.      Memperbanyak pengiriman personil Polisi Pamong Praja dalam diklat-diklat teknis fungsional dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan teknis operasional mereka di lapangan.
3.      Untuk meningkatkan profesionalisme Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng disamping adanya jabatan struktural, perlu dikembangkan Job fungsional.        

DAFTAR PUSTAKA
Bali Tribune.2016. Pembuang Sampah Didenda Dua juta. Hariaan Bali Tribune, 04 Maret 2016. Hal 04.
Baut Pamungkas. 2011. Prinsip - prisip pembentukan peraturan. http://khafid-sociality.blogspot.com/2011/12/prinsip-prinsip-pembentukan-peraturan.html diakses tgl 10/4/2015.
Nurjdaman. 1993. Pengelolaan Sampah Padat Kota Melalui ” Kawasan Industri Sampah (KIS).Lembaga Penelitian ITB.Bandung
Peraturan pemerintah Nomor 6 tahun 2010 tentang Polisi Pamong Praja PP 542011tentang standar operasional prosedur Polisi Pamong Praja.http//www.birohukum.pu.go.id/ rumahnegeri/pp06-2010.pdf.diiaksestanggal 10 januari 2016.
Robbins. Stephen P, dan Jugde. 2008. Perilaku Organisasi. Buku kedua, Edisi ke-12. Salemba Medika. Jakarta.
Soekanto, Suerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Persada. Jakarta.
Undang - Undang Nomer 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. http//www.birohukum.pu.go.id/rumahnegeri/uu18-2008.pdf.diiaksestanggal 10 januari 2016.
Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. http//www. kemendagri.go.id/0/15/uu23-2014.pdf.diiakses tanggal 10 januari 2016.
Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian Republik Indonesia.  http//www.birohukum.pu.go.id/rumahnegeri/uu02-2002.pdf.diiakses tanggal 10 januari 2016.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Parsada. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar