Oleh : I Komang Budiwartama*1 dan I Nyoman Suprapta*2
*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf Pengajar Fisip Universitas Panji Sakti
(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 6 No. 1- Agustus 2016,
hal 47-59)
Abstraksi.
Selama ini sebagian besar masyarakat masih
memandang sampah sebagai barang sia-sia yang tidak berguna, bukan sebagai
sumber daya yang perlu dimanfaatkan.Masyarakat pada pengelolaan sampah masih
bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe)
yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemerosesan akhir
sampah.Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat
pemerosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan yang dapat meningkatkan
emisi gas rumah kaca dan memberi kontribusi terhadap pemanasan global. Hal
tersebut mendorong pemerintah Kabupaten Buleleng menerbitkan dan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah.Masalah sampah menjadi masalah besar
di Kabupaten Buleleng yang setiap tahun terus meningkat.Belum
maksimalnya peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai penegak Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah.
Berdasarkan temuan dan hasil pembahasan
tentang Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomor 1
Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng makadapat
disimpulkan dilakukan dengan cara pendekatan persuasif non yustisia dan
yustisial adapun kendalanya yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja dalam
penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah adalah
datangnya dari luar lembaga SatPol PP, masyarakat belum semua mengetahui
keberadaan Perda tersebut dan dari dalam Satpol PP SDM belum mumpuni dalam
melakukan penegakan yustisial dan upaya untuk mengatasi kendala yang dilakuakan
Polisi Pamong Praja :melakukan patroli untuk sosialisasi, pengarahan dan
pembinaan sesuai fungsi satpol pp yang mengutamakan tindakan perpentif non
yustisial, dan evaluasi terhadap kelembagaan Satuan Polisi Pamong Praja.
Kata kunci : SatPol PP, Penegakan Perda,
pengelolaan sampah
1.
PENDAHULUAN
Tujuan Nasional Negara Indonesia seperti yang tercantum
dalam Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia, memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serrta
ikut memelihara perdamaian dunia yang berdasarkan Pancasila, adalah tujuan yang
sangat mulia dan sangat idiealis. Dalam tujuan itu tidak akan tercapai bila
kita hanya berpangku tangan saja tanpa mau berusaha berjuang dalam mengisi
kemerdekaan. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 dan diperbaharui dengan Undang - Undang
Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah merupakan langkah baru untuk membenahi
penyelenggaraan pemerintah, melalui otonomi dan desentralisasi. Sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten,dan Kotaberwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah guna menyelenggarakan urusan Otonomi Daerah dan tugas Pembantuan.
Peraturan Daerah (Perda) di tetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di mana subtansi atau muatan materi Peraturan daerah adalah penjabaran dari Peraturan Perundang-undanganyang lebih
tinggidengan memperhatikan ciri khas masing- masing daerah, dan subtansimateri
tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi.’’Suatu Peraturan Daerah memiliki hak yuridiksi setelah diundangkan ke dalam lembaran daerah di mana masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan maupun tertulisdalam rangka penyiapan atau
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.(Pamungkas
Baut, 2011).
Sebagaimana yang diamanatkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjadi dasar
pijakan Pemerintah untuk mengatur tentang otonomi diDaerah yang menjadi landasan yuridis dalam
pembentukan Peraturan Daerah. Untuk menegakan Peraturan Daerah di bentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas membantu Kepala Daerah untuk penegakan Peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat.
Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun dan
berubahnya pola komsumsi dan gaya hidup
masyarakat, telah meningkatkan jumlah timbulan berbagai jenis sampah yang
menjadi permasalahan serius di berbagai Daerah. Laju timbulan sampah berkaitan
erat dengan kegiatan masyarakat di suatu wilayah setiap harinya (Nurdjaman, 1993).Sampah merupakan salah satu
biomassa yang ketersedianya dari hari ke hari cukup berlimpah yang menjadi
perhatian berbagai pihak, karena berhubungan langsung dengan kebersihan dan
keindahan (estetika). Masalah sampah merupakan dua sisi mata uang yang sangat
berbeda jika pengelolaannya bagus dan bener maka akan menjadi sebuah keutungan yang
positif bagi kehidupan masyarakat misalnya akan menjadi energi alternatif
karena Negara kita masih sangat kurang akan energi, akan tetapi jika
pengelolaannya salah atau bahkan sampah itu diabaikan akan menjadi bomerang dan
akan berdamfak negatif seperti misalnya
akan menjdi bibit - bibit penyakit yang baru bagi kehidupan masyarakat, karena
dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari yang namanya sampah.
Selama
ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sia - sia
yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu
dimanfaatkan.Masyarakat pada pengelolaan sampah masih bertumpu pada pendekatan
akhir (end-of-pipe) yaitu sampah
dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemerosesan akhir sampah. Padahal,
timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemerosesan akhir
sampah berpoyeksi melepas gas metan yang dapat meningkatkan emisi gas rumah
kaca dan member kontribusi terhadap pemanasan global, agar timbunan sampah
dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan
diperlukan penanganan dengan biaya yang besar. Hal tersebut mendorong
pemerintah Kabupaten Buleleng menerbitkan dan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah.
Setelah
Peraturan Daerah tersebut ditetapkan dan diberlakukan malah semakin
meningkatnya bentuk-bentuk pelanggaran Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013
Tentang Penggelolaan Sampah yang terjadi
di masyarakat. Belum maksimalnya peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai
penegak Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
tersebut.Satuan Polisi Pamong Praja yang memiliki tanggung
jawab penuh untuk melakukan penegakan dan memberikan pembinaan secara preemtif,
preventif dan refresif bagi masyarakat yang melakukan pelanggaran.
Namun kenyataan di lapangan penegakan Peraturan DaerahNomor 1 Tahun 2013
Tentang Pengelolaan Sampah terkait dengan ketertiban dan ketentraman umum serta bersinggungan dengan kepentinggan masyarakat
banyak,dalam hal inibetapa banyak hal-hal dan kegiatan masyarakat yang diwarnai dengan
pelanggaran,namun pelanggaran itu sendiri tidak di rasakan oleh pelanggarnya,
dan bahkan jauh dari itu masyarakat yang melanggar malah meyakini bahwa
tindakan yang dilakukan mereka bukan suatu pelanggaran, walau sudah ada aturan
yang menggaturnya.
Memang dirasakan oleh berbagai kalangan bahwaPeraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013
Tentang Pengelolaan Sampah yang
sudah diberlakukan secara efektif kurangnya disosialisasikan oleh Pemerintah Daerah atau instansi terkait sehingga pemahaman masyarakat akan
pentingnya memahamiPeraturan DaerahNomor 1 Tahun 2013
Tentang Pengelolaan Sampah menjadi
dangkal, di lain pihakpenegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang
Pengelolaan Sampah terkadang tidak begitu
memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,dimana
aparat bertindak setelah pelanggaran tersebut sudah terakumulasi sehingga dalam
penegakanya memerlukan tenaga, biaya dan pikiran yang cukup berat
karena
bagaimanapun dengan sudah banyaknya pelanggaran akan menjadi suatu
resiko yang cukup berat dalam penegakan Peraturan DarahNomor
1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah dan akan berpotensi menimbulkan masalah yang serius yangmembahayakan
kepentingan masyarakat luas/kepentinganumum.
Hal yang berbeda terjadi di Kota Denpasar, menurut Bali
Tribune (2016) 30 masyarakat Denpasar yang membuang sampah semberangan di
sejumlah titik di Kota Denpasar di denda satu juta hingga dua juta karena telah
melanggar perda Nomer 3 Tahun 2000 tentang kebersihan dan ketertiban umum.
Sidang yustisia atau sidang tipiring tersebut digeler di balai banjar kedaton
jalan Hayam Wuruk, Desa Sumerta Kelod Denpasar Timur.Menurut I Dewa Gede Anom
Sayoga yang juga penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kota Denpasar, mengatakan
sidang yutisia atau sidang tipiring ini guna member efek jera kepada masyarakat
yang membuang sampah sembarangan dan sidang yang diadakan diluar pengadilan
sekaligus mensosialisasikan kepada masyarakat agar sadar dan ikut menjaga
kebersihan lingkungannya sendiri. Suyoga menambahkan selain dikenakan denda dan
di sidangkan, pelanggar yang tertangkap tanggan lansung di tempat oleh Satuaan
Polisi Pamong Praja dan Satgas kebersihan DKP Kota Denpasar juga diberikan
hukuman langsung ditempat dengan disuruh menyapu, membersihkan sampah dan
menyiram ruas jalan yang ada di Kota Denpasar, tujuannya agar masyarakat malu
akan pelanggarannya dan tidak melakukannya lagi. Salah satu pelanggar
kebersihan membuang sampah sembarangan, Sunaryo mengaku sangat kaget atas denda
yang diberikan kepadanya sebesar dua juta itu, dan saya berjanji tidak akan
mengulanginya lagi, saya kapok kata Sunaryo.Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas, maka penelitian ini merumuskan beberapa permasalahan,
yaitu :
1.
Bagaimana peran Satuan
Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013Tentang
Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng?
2.
Apa kendala yang
dihadapi dan upaya apa yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja khususnya
di bidang Penegakan Perda Nomor 1 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di
Kabupaten Buleleng ?
2.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif yaitu
penelitian yang dilakukan pada situasi dan kondisi obyek yang dialami dengan
sasaran untuk mendapatkan sebuah jawaban dan juga pengungkapkan berbagai
persoalan yang menyangkut Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan
Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng. Informan ditentukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling yaitu pada
tahap awal data di kumpulkan bersumber dari orang yang dapat memberikan
informasi dan pandangannya tentang peran SatPol PP. Berdasarkan penjelasan di
atas, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Kepala satuan
polisi pamong praja, Kepala bidang Ketentraman dan Ketertiban, Kabid Penegakan Perundang-undangan Badan Polisi Pamong
Praja Kabupaten Buleleng sertaanggota Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng dan Anggota masyarakat yang mempuyai kapasitas dan memahami
tentang permasalahan tersebut.Selain itu untuk
memperkaya data yang diolah, maka peneliti juga menggambil informan partisipan yang dianggap mengetahui dan paham tentang
permasalahan peneliti yang mengarah pada jawaban yang sah dalam penelitian ini
dan dapat dipertimbangkan dalam penarikan kesimpulan. Adapun
yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
1 1. Peran Satuan Polisi pamong Praja dalam penegakan peraturan
daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng
mencakup :
a.
Menindak warga masyarakat.
b.
Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga
masyarakat.
c.
Perumusan prioritas dalam kegiatan penegakan Peraturan
Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah.
- Kendala
dan Upaya yang dilakukan Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun
2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng
a. Kendalanya : Internal : minimnya anggota
dan SDM satuan polisi pamong praja, dan minimnya sarana perasana dalam
mendukung penegakan perda, dan external :
Kesadaran masyarakat masih kurang.
b. Upaya : melakukan sosialisasi dan melakukan patroli.
3. HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
(1)
Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan Peraturan DaerahNomor 1 Tahun
2013 Tentang Pengelolaan Sampah.
Kedudukan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Buleleng di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretariat Daerah.Jika
melihat keberadaan Satpol PP bisa dikaji dari dua aspek.Yang pertama adalah
aspek sosiologis. Satuan Polisi Pamong Praja, dari pilihan kata untuk
penyebutan sudah jelas bahwa dimaksudkan instusi ini adalah polisi milik pamong
praja atau polisi untuk pamong praja. Pamong Praja adalah kata lain dari
Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka Satpol PP adalah penegak hukum di kalangan
pamong praja. Dari unsur kata-kata pembentukannya, Satpol PP mempunyai tugas
pembinaan ke dalam atau dalam lingkup internal aparatur pemerintahan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan
pada pasal 5 bahwa kewenangan Polisi Pamong Praja adalah : a. Menertibkan dan
menindak warga masyarakat atau badan hukum yang mengganggu ketentraman dan
ketertiban umum. b. Melakukan pemeriksaan terhadap warga atau badan hukum yang
melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah. c.
Melakukan tindakan represif non yustisial terhadap warga masyarakat atau badan
hukum yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala.
(2) Fungsi
Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2013Tentang Pengelolaan Sampah
Dari semua data yang didapat dipahami Satuan
polisi pamong Praja yang merupakan sebuah organisasi yang di bentuk untuk
menegakan Perda dan Peraturan Kepala Daerah sudah melaksanakan fungsinya dengan
cukup baik tapi belum maksimal dalam urusan menegakan Peraturan Daerah Nomer 1
tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah karena, semua itu dilihat dari satuan
polisi pamong praja sudah menyusun program dan pelaksanaan penegakan. Polisi
Pamong Praja juga sudah menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat serta perlindungan masyarakat. Di dalam Pelaksanaan kebijakan
perlindungan masyarakat Polisi Pamong Praja juga melaksanakan koordinasi
penegakan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, TNI, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Daerah, kejaksaandan atau pengadilan. Dari pencernaan peneliti sudah
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, PP Nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja.
(3)
Pelaksanaan Fungsi Satpol PP dalam Penegakan Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun
2013 Tentang Pengelolaan Sampah
Berdasarkan data yang didapat tersebut dapat dimaknai
bahwaSatuan Polisi Pamong Praja sebuah organisasi yang dibentuk untuk menegakan
Perda maupun Peraturan Kepela Daerah yang berupaya dengan maksimal dalam
menjalankan fungsinya dengan baik karena
menurut Robbins dan Judge, (2008:5) “organisasi adalah sebuah unit
sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan
yang relatif terus-menerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama”.
Sedangkan menurut Wibowo, (2007:1) “organisasi adalah suatu wadah yang dibentuk
untuk mencapai tujuan bersama secara efektif”. Di dalam menegakan perturan
daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah karena sudah turun
langsung dengan masyarakat akan tetapi belum bisa menyentuh semua masyarakat
yang ada di Kabupaten Buleleng, karena dalam strategi yang di pergunakan oleh
Satuan Polisi Pamong Praja menurut penulis kurang efektif, harus menunggu
masyarakat yang membuang sampah ke TPS pasti masyarakat yang membuang sampah ke
TPS tersebut masyarakat yang sama setiap hari.
Jadi menurut penulis upaya satuan polisi pamong praja dalam
melaksanakan fungsinya kurang inovatif dan kreatif, justru membuang-buang
tenaga dan waktu, begitu pula mengenai sosialisasi melalui sepanduk yang di
tempel diruas-ruas jalan, balae banjar juga kurang mendapatkan perhatian dari
masyarakat karena sudah kurun waktu dua tahun lebih sesudah Peraturan Daerah
tersebut ditetapkan sosialisasi yang dilakukan oleh pemda maupun oleh Satuan
Polisi Pamong Praja banyak dari masyarakat yang belum mengetahi tentang
keberadaan peraturan daerah tersebut. Dalam Pelaksanaan penegakan Satuan Polisi
Pamong Praja juga melaksanakan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat.
(4)
Penegakan Non Yustisial Peraturan Daerah Nomer 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan
Sampah
Di dalam melaksanakan penegakan peraturan daerah Nomer 1
tahun 2013 tentan Pengelolaan Sampah, penegakan secara non yutisial yang
dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja sudah sesuai dengan standar
operasional prosedur yang telah tertuang di dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri
Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Polisi Pamong
Praja.Adapun bunyi dari Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011
Tentang Standar Operasional Prosedur Polisi Pamong Praja Mengatur di dalam
penegakan perda meliputi: 1). Melakukan pengarahan kepada masyarakat dan badan
hukum yang melanggar peraturan daerah, 2). Melakukan pembinaan dan sosialisasi,
dan 3). Penindakan preventif non yustisial.
(5) Penegakan Yustisial Peraturan Daerah Nomer 1
Tahun 2013 Tentang Pengelolaan
Samapah
Dari semua informasi yang diterima peneliti dapat menelaah
semua informasi tersebut sehingga peneliti mendapatkan gambaran bahwa penegakan
perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah tersebut oleh SatPol PP
sudah berjalan dengan ketentuan yang ada meskipun mengalami sedikit kendala
tapi Satuan Polisi Pamong Praja tetep komitmen untuk menegakan perda tersebut
karena peranSatuan Polisi Pamong
Prajaadalah sebagai Eksekutor Lapangan maupun yang melibatkan Tim
Yustisi sebagai Tim khusus dalam melakukan Penyidikan untuk menjaring para
pelanggar yang pada nantinya berproses sampai pada tahapan Peradilan dalam
proses Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang tentu saja semakin menambah optimalnya pelaksanaan penegakan Perda yang
telah di lakukan Polisi Pamong Praja sebagai ujung tombak Pemerintah Daerah
khusunya dalam Penegakan Peraturan Daerah di Kabupaten Buleleng.
Karena menurut Shakespeare (dalam Robias, 2001)
peran adalah seprangkap pola prilaku yang diharapkan, yang dikaitkan pada seseorang
yang menduduki suatu posisi tertentu dalam suatu unit sosial, sedangkan Pengertian peran menurut Soekanto,
(2002:243), yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peranan. Dari hal diatas lebih lanjut kita lihat pendapat
lain tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan
normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban satuaan polisi pamong praja dalam penegakan hukum mempunyai arti penegakan hukum
secara total enforcement, yaitu
penegakan hukum secara penuh, (Soekanto,2002:220) Sedangkan
peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh
pemegang peranan tersebut.Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu
rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu.
Di dalam ketentuan Umum Pasal 1 ayat (5) Undang - Undang Nomor 2
Tahun 2002 Tentang KepolisianNegara Republikindonesia menyatakan bahwa Ketentraman
dan ketertiban masyarakat adalah suatu
kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
Pembangunan Nasional dalam rangka tercapainya tujuan Nasional yang di tandai
oleh terjaminya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya
ketentraman yang mengandung kemampuan membina dan mengembangkan potensi dan
kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk
pelanggaran hukum dan bentuk - bentuk pelanggaran hukum lainya yang dapat
meresahkan masyarakat.
(6)
Kendala Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng
Kendala yang dihadapi satuan polisi pamong praja dalam
menegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolan Sampah masih
banyak mengalami kendala baik dari dalam Satuan Polisi Pamong Praja dan juga
dari luar. Kendala yang datangnya dari dalam SatPol PP yang peneliti amati saat
pengambilan data terlihat kurangnya kordinasi dan kerjasama diantara pimpinan
Satuan Polisi Pamong Praja, karena dalam pengamatan peneliti terjadinya ego
sektor yang sangat kental diantara pimpinan selain itu peneliti juga
menganalisi pimpinan SatPol PP tidak memiliki perencaaan disetiap menjalankan
suatu intruksi dan perintah yang datangnya dari atasan yaitu Bupati. Sedangkan
tugas dan fungsi Polisi Pamong Praja sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 dan direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir
Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 255
ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dinyatakan, Polisi Pamong Praja
adalah perangkat Pemerintah Daerah dengan tugas pokok menegakkan Perda, dan
peraturan kepala daerah menyelenggarakan ketertiban umum, ketenteraman dan
perlindungan masyarakat.Dalam rangka optimalisasi kinerja Satuan Polisi Pamong
Praja maka diterbitkan Peraturan Pemerintah yang baru sebagai pedoman bagi
Satuan Polisi PamongPraja yang merupakan landasan hukum tupoksi dalam
pelaksanaan tugasnya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010
tentang Satuan Polisi Pamong Praja.
(7) Upaya
yang dilakukan Satpol PP dalam penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng.
Upaya yang dilakukan oleh Satuan
Polisi Pamong Praja untuk mengatasi kendala selama ini sudah cukup maksimal
untuk menegakan peraturan daerah Nomor 1 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
di Kabupaten Buleleng karena SatPol PP sudah menjalankan apa yang diatur dalam
Peraturan Mentri dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional
Prosedur yang mengatur seluruh anggota Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai
kewajiban moral untuk menyampaikan informasi dan himbauan yang terkait dengan
peraturan daerah. Metode yang digunakan dalam pembinaan adalah dengan membina
saling asah, asih dan asuh antara aparat penertiban dengan masyarakat tanpa
mengabaikan kepentingan masing-masing dalam rangka peningkatan ketaatan dan
kepatuhan masyarakat terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Dengan demikian harapan dari pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pada
masyarakat dalam proses pembangunan dalam keadaan tertib dan tentram didaerah
dapat terwujud. Selain itu dalam pembinaan, ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat juga dapat dilakukan dengan mamanfaatkan sarana dan fasilitas umum.
PENUTUP
Berdasarkan analisa dan
pembahasan yang telah penulis lakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penegakan Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah di Kabupaten Buleleng
dilakukan dengan carapendekatan persuasif non yustisia dan yustisial.
2. Kendala dan upaya yang dihadapi Satuan Polisi Pamong Praja
dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah
di Kabupaten Buleleng : a). Kendalanya adalah datangnya dari luar SatPol PP
masyrakat belum semua mengetahui keberadaan perda tersebut dan dari dalam
SatPol PP SDM belum cukup mumpuni dalam melakukan penegakan. b). Untuk
mengatasi kendala ada beberapa upaya yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong
Praja dalam penegakan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan
Sampah di Kabupaten buleleng : melakukan patroli untuk sosialisasi, pengarahan
dan pembinaan sesuai fungsi SatPol PP yang mengutamakan tindakan perpentif non
yustisial, dan terus melakukan evaluasi terhadap kelembagaan Satuan Polisi
Pamong Praja.
Berdasarkan simpulan
penelitian, maka peneliti merekomendasikan berupa saran sebagai berikut:
1. Polisi Pamong Praja disamping sebagai aparat daerah juga
sangat terkait dengan kepentingan pemerintah Pusat, sehingga disini kedudukan
Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perekat kesatuan bangsa, karenanya langkah
dibidang ketentraman dan ketertiban tidak boleh bersifat kedaerahan, akan
tetapi bersifat nasional.
2. Memperbanyak pengiriman personil Polisi Pamong Praja dalam
diklat-diklat teknis fungsional dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan
teknis operasional mereka di lapangan.
3. Untuk meningkatkan profesionalisme Polisi Pamong Praja
Kabupaten Buleleng disamping adanya jabatan struktural, perlu dikembangkan Job
fungsional.
DAFTAR PUSTAKA
Bali Tribune.2016. Pembuang Sampah Didenda
Dua juta. Hariaan Bali Tribune, 04 Maret 2016. Hal 04.
Baut
Pamungkas. 2011. Prinsip - prisip
pembentukan peraturan. http://khafid-sociality.blogspot.com/2011/12/prinsip-prinsip-pembentukan-peraturan.html
diakses tgl 10/4/2015.
Nurjdaman.
1993. Pengelolaan Sampah Padat Kota
Melalui ” Kawasan Industri Sampah (KIS).Lembaga Penelitian ITB.Bandung
Peraturan pemerintah Nomor 6 tahun 2010
tentang Polisi Pamong Praja PP 542011tentang standar operasional prosedur
Polisi Pamong Praja.http//www.birohukum.pu.go.id/ rumahnegeri/pp06-2010.pdf.diiaksestanggal 10 januari
2016.
Robbins. Stephen P, dan Jugde. 2008. Perilaku Organisasi. Buku kedua, Edisi ke-12. Salemba Medika.
Jakarta.
Soekanto,
Suerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar.
Raja Persada. Jakarta.
Undang -
Undang Nomer 18 Tahun 2008 Tentang Pengolahan Sampah. http//www.birohukum.pu.go.id/rumahnegeri/uu18-2008.pdf.diiaksestanggal 10 januari 2016.
Undang-undang 23 tahun 2014 tentang
pemerintah daerah. http//www. kemendagri.go.id/0/15/uu23-2014.pdf.diiakses tanggal 10 januari 2016.
Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang
kepolisian Republik Indonesia. http//www.birohukum.pu.go.id/rumahnegeri/uu02-2002.pdf.diiakses tanggal 10 januari 2016.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Parsada. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar