Oleh Ni Wayan Sariani*1 dan I
Nyoman Suprapta*2
*1Alumni FISIP UNIPAS. *2Staf Pengajar Fisip Universitas Panji Sakti
(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 6 No. 1- Agustus 2016,
hal 37-46)
Abstraksi. Propinsi Bali merupakan salah satu propinsi di Indonesia
yang masih mengalami masalah dalam penanggulangan penyakit Tuberkulosis. Khusus
untuk kabupaten Buleleng, data terakhir menyebutkan bahwa jumlah penderita
tuberculosis sebanyak 583 orang. Disinlah peran kader PPTI ( Perhimpunan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia ) dalam program penanggulangan penyakit
tuberkulosis sangat diperlukan. Dengan jumlah kader sebanyak 120 orang, berarti
rasio jumlah kader dengan jumlah penderita TB adalah 1 : 6 orang.
Dari hasil penelitian ditemukan fakta cara kader PPTI
Cabang Buleleng dalam memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis
adalah : (1) dengan memberikan penyuluhan tentang tuberculosis, pencegahan dan
pengobatannya kepada masyarakat; (2) meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pemberantasan penyakit tuberculosis; dan (3) melaksanakan pendidikan dan
pelatihan kepada masyarakat sebagai kader, penyuluh dan pengawas minum obat.
Juga ditemukan bahwa sebagai motivator, kader PPTI Cabang
Buleleng melaksanakan peran yakni memberikan pendampingan kepada pasien
tuberculosis, melakukan pengawasan secara rutin kepada pasien tuberculosis,
serta memotivasi penderita tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh. Kader
PPTI yang tidak mendapatkan bayaran, dengan sukarela menjalankan tugas dan
kewajibannya sebagai ujung tombak penanggulangan penyakit tuberkulosis
Kata Kunci : sosialisasi, motivasi, penyakit tuberkulosis
1. PENDAHULUAN
Penyakit Tuberkulosis (TB) sampai dengan saat ini masih
merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shorcourse
Chemotherapy) telah diterapkan di banyak Negara sejak tahun 1995 (Kemenkes
RI,2014). Saat ini diperkirakan terdapat 9 juta penduduk dunia terserang
penyakit TB dengan kematian 3 juta jiwa (Thu A, Ohnmar, dalam Wijaya, 2013).
Penyakit TB ini menjadi masalah terutama di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO), Indonesia merupakan negara
dengan kasus TB terbesar ketiga di dunia, setelah Cina dan India. WHO memperkirakan
di Indonesia setiap tahunnya terjadi 539.000 kasus baru TB (semua tipe)
sedangkan TB Paru sebesar 236.029 kasus dengan kematian karena TB sekitar 250
orang per hari (WHO 2009).
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis ( 15 – 50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut
berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30 %.
Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15
tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk
lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat
(Kemenkes RI, 2014)
Propinsi Bali yang merupakan salah satu propinsi di
Indonesia juga masih mengalami masalah dalam penanggulangan penyakit
Tuberkulosis. Berdasarkan hasil riset Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2013
untuk kejadian TB, dari sembilan kabupaten/kota yang ada di Bali, prevalensi
penyakit TB tertinggi di Kabupaten Buleleng. Jadi penyakit Tuberkulosis di
Kabupaten Buleleng masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian, hal ini
ditambah lagi dengan semakin meningkatnya kasus HIV/AIDS yang diderita oleh
masyarakat Buleleng. dari data terakhir didapatkan Buleleng menempati urutan ke
dua dalam jumlah penderita HIV/AIDS setelah kota Denpasar ( Wijaya, 2013 : 138)
Keberadaan kader PPTI di masyarakat dalam pengendalian
kasus TB khususnya TB paru sangat strategis karena kader dapat berperan sebagai
penyuluh, membantu menemukan tersangka penderita secara dini, merujuk penderita
dan sekaligus pengawas menelan obat bagi penderita TB paru secara langsung ( Trisnawati, 2008 : 57).
Masalah yang muncul di lapangan, khususnya di lingkungan
PPTI Kabupaten Buleleng, adalah adanya beberapa hal yang berpengaruh terhadap
peran kader PPTI dalam pengendalian TB di wilayah kerjanya. Sesuai dengan data
dari PPTI Kabupaten Buleleng pada tahun 2015, diketahui jumlah kader PPTI
adalah 120 orang. Sedangkan jumlah
penderita TB yang sudah mendapat penanganan dari PPTI adalah sebanyak
583 orang. Dengan demikian rasio jumlah kader dengan jumlah penderita TB yang
harus ditangani adalah 1 : 6 orang ( PPTI Buleleng, 2015).
Keaktifan seorang kader PPTI dalam menjalankan perannya
sebagai penyuluh dan pendamping penderita TB, sangat dipengaruhi oleh faktor
perilaku, pengetahuan, sikap dan motivasi dari kader itu sendiri ( Wijaya, 2013
: 138). Faktor perilaku dibentuk dari tiga faktor, yaitu : (1) faktor-faktor
predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi
terjadinya perilaku seseorang; (2) faktor-faktor pendukung adalah faktor-faktor
yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan; dan (3)
Faktor-faktor pendorong atau faktor penguat adalah faktor mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku.
Faktor pengetahuan, sikap dan motivasi kader kesehatan
memegang peranan yang sangat penting dalam hubungannya dengan keaktifan dan
peran seorang kader dalam pengendalian kasus tuberkulosis ( Awusi,dkk,2009 :
43). Dan berdasarkan hasil wawancara awal dengan beberapa petugas atau kader
PPTI di Kabupaten Buleleng, dapat diketahui bahwa dari sejumlah kader
kesehatan/PPTI yang ada di Kabupaten Buleleng, sebagian besar tidak
melaksanakan tugas/aktivitasnya secara maksimal. Hal tersebut tentu saja akan
dapat mengganggu pelaksanaan program penanggulangan tuberkulosis di Kabupaten
Buleleng.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini, yaitu :
- Bagaimanakah cara kader PPTI memberikan sosialisasi
tentang penyakit Tuberkulosis kepada masyarakat di Kabupaten Buleleng ?
- Bagaimanakah
peran kader PPTI sebagai motivator dalam penanggulangan penyakit
Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng ?
2.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Menurut Bungin (2012 : 32 ), penelitian kualitatif
adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan
maupun tertulis dan tingkah laku yang dpat diamati dari orang-orang yang
diteliti. Sedangkan menurut Trianto (2009 : 179) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan
hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan
situasi sosial mereka.
Yang menjadi informan dalam penelitian ini terutama adalah
Ketua PPTI Buleleng, Para Kader PPTI Buleleng, Masyarakat Penderita
Tuberkulosis, serta tokoh-tokoh masyarakat yang peduli terhadap penyakit TB.
Informan tersebut ditunjuk secara purposive
dengan mempertimbangkan pengetahuan mereka tentang masalah yang ditelaah. Dalam
hal ini jumlah informan tidak dibatasi, melainkan disesuaikan dengan tingkat
kejenuhan data, dalam artian pengembangan informan dihentikan jika data yang
terkumpul telah mampu memecahkan atau menjawab masalah penelitian secara
tuntas.
Hal pertama yang dilakukan sebelum memulai seluruh tahapan
penelitian kualitatif adalah menetapkan research
question atau fokus penelitian ( Hendarso, 2007 : 170). Adapun yang menjadi
fokus dalam penelitian ini adalah : (1) Cara-cara para Kader PPTI dalam
memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat, seperti
: Memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis, pencegahan dan pengobatannya
kepada masyarakat; Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan
penyakit tuberculosis; dan Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada
masyarakat sebagai kader, penyuluh atau Pengawas Menelan Obat (PMO) (2) Peran Kader PPTI sebagai Motivator
dalam penangulangan Tuberkulosis di Kabupaten Buleleng : memberikan
pendampingan kepada pasien TB, melakukan pengawasan kepada pasien TB, dan
memotivasi penderita TB agar mau berobat sampai sembuh
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor PPTI Kabupaten
Buleleng dan lokasi penderita TB yang ada di Kabupaten Buleleng, dengan tujuan
untuk mengetahui peran Kader PPTI dalam melaksanakan program penanggulangan
penyakit tuberkulosis. Selanjutnya menggunakan teknik pengumpulan data berupa
observasi, wawancara, dan pemanfaatan dokumen. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis kualitatif. Dalam hal ini analisis dilakukan sepanjang
berlangsungnya penelitian dan dilakukan secara terus menerus (sirkuler) dari
awal sampai akhir penelitian.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1) Cara
Kader PPTI Memberikan Sosialisasi Tentang Penyakit TB kepada Masyarakat
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PPTI adalah
mengadakan sosialisasi berupa penyuluhan tentang TB, pencegahan dan pengobatan
kepada masyarakat, baik perseorangan, massal
secara langsung maupun melalui media cetak atau media elektronik.
Penyuluhan kepada masyarakat ini diberikan langsung oleh kader PPTI.
Pelaksanaan setiap sebulan sekali yang bertepatan dengan pelaksanaan kegiatan
Posyandu yang bertempat di balai dusun atau balai banjar. Yang menjadi sasaran
dalam penyuluhan ini adalah ibu-ibu balita yang datang ke Posyandu membawa
anaknya, pengurus PKK, Kelian banjar, serta kader Posyandu. Saat penyuluhan
itulah masyarakat diberikan pemahaman yang lebih jelas tentang penyakit
tuberculosis.
Dari pendapat yang disampaikan oleh narasumber, dan sesuai
dengan pengamatan secara langsung di lapangan, dalam hal ini di Posyandu, dapat
dijelaskan bahwa kegiatan kader PPTI dalam memberikan penyuluhan tentang
tuberculosis, pencegahan dan pengobatannya kepada masyarakat dilaksanakan
dengan cara bertatap langsung tanpa menggunakan media. Dalam penyuluhan
tersebut, dibangun komunikasi yang baik antara kader PPTI sebagai komunikator
dengan masyarakat sebagai komunikan. Dalam kegiatan penyuluhan tersebut,
biasanya digunakan bahasa yang mudah dan sederhana, yang dipahami oleh kedua
pihak. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Effendy ( 2007 : 12 ) bahwa
komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan lambing-lambang yang bermakna sama bagi
kedua pihak.
Selanjutnya, seorang kader PPTI harus mampu meningkatkan
peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit tuberculosis. Adapun cara
yang dilakukan oleh kader PPTI untuk meningkatkan peran serta masyarakat agar
ikut terlibat secara aktif dalam pemberantasan penyakit tuberculosis adalah
lewat pemberdayaan masyarakat dengan cara membentuk kader dari warga masyarakat
yang nantinya dapat mensosialisasikan tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat lainnya.
Peran serta masyarakat dalam program penanggulangan dan
pemberantasan penyakit tuberculosis sangatlah diperlukan. Partisipasi
masyarakat menjadi salah satu pendukung keberhasilan program pemberantasan
penyakit tuberculosis. Hal ini sesuai dengan pengertian partisipasi yang
disampaikan oleh Moekijat ( 2006 : 368 ), yang mengatakan bahwa partisipasi
adalah baik rohani maupun perasaan dari seseorang dalam suatu kelompok untuk
memberikan sumbangan kepada tujuan kelompok untuk memikul bagian tanggung jawab
bersama.
Cara selanjutnya yang dilakukan oleh kader PPTI dalam
memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat adalah
dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sebagai kader,
penyuluh dan Pengawas Minum Obat (PMO).
Pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan terhadap anggota masyarakat
yang telah direkrut menjadi kader biasanya dilaksanakan selama 3 hari dan
setelah selesai pendidikan dan pelatihan, kepada peserta diberikan Surat
keputusan kader dari PPTI cabang untuk melaksanakan tugasnya.
Dari hasil penelitian ditemukan fakta bahwa pelaksanaan
pelatihan dan pendidikan kepada calon kader maupun kepada kader PPTI yang telah
aktif bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para kader PPTI
dalam penanggulangan penyakit tuberculosis. Hal ini sesuai dengan makna dari
pendidikan dan latihan yang disampaikan oleh Jan Bella ( Hasibuan, 2012 : 70 ) yang mengatakan
bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan proses peningkatan keterampilan kerja
baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan
dalam kelas, latihan berorientasi pada praktek dan dilakukan di lapangan.
Saat pelaksanaan diklat, selain penyampaian materi tentang
hal-hal yang berkaitan dengan penyakit tuberculosis, juga disampaikan tentang
keberadaan atau status kader PPTI tersebut. Status kader PPTI adalah
sukarelawan, tidak mendapatkan honor dan hanya mendapatkan uang transport.
Tidak ada syarat-syarat khusus untuk bisa menjadi kader PPTI. Semua masyarakat
yang bersedia, berminat dan memiliki kepedulian terhadap masalah kesehatan
khususnya penyakit tuberculosis bisa menjadi kader PPTI. Usia seorang kader
PPTI juga tidak dibatasi.
Menjadi kader PPTI bukanlah sebuah pekerjaan yang bisa
menghasilkan materi. Menjadi kader PPTI adalah panggilan jiwa atas kepedulian
terhadap masalah-masalah kesehatan khususnya penyakit tuberkulosis. Kader PPTI
adalah sukarelawan yang tentunya bekerja secara sukarela. Hal ini sesuai dengan
pengertian kader yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat
Kemenkes RI yang menyatakan bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang
dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela.
Sebagai seorang sukarelawan, seorang kader PPTI juga
haruslah memenuhi beberapa persyaratan yakni : (1) seseorang yang dikenal,
dipercaya, dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien;
(2) seseorang yang tinggal dekat dengan pasien; (3) bersedia membantu pasien
dengan sukarela; dan (4) bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan
bersama-sama dengan pasien.
2) Peran Kader PPTI
sebagai Motivator dalam Penanggulangan Tuberkulosis
Motivasi berarti rangsangan atau dorongan untuk
membangkitkan semangat kerja kepada seseorang atau kelompok. Motivasi
menekankan pada bagaimana menggerakkan dan mengarahkan daya serta potensi
bawahan agar mau bekerja sama secara produktif sehingga berhasil mencapai dan
mewujudkan tujuan yang ditentukan. Sebagai seorang motivator, kader PPTI
Cabang Buleleng melaksanakan beberapa kegiatan dalam rangka penanggulangan
tuberculosis di kabupaten Buleleng. kegiatan tersebut adalah : memberikan
pendampingan kepada pasien atau penderita tuberculosis, melakukan pengawasan
kepada pasien atau penderita tuberculosis, serta memotivasi penderita
tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh.
Pendampingan yang dilakukan oleh kader PPTI kepada
penderita tuberculosis adalah dilakukan dengan cara melakukan kunjungan ke
rumah penderita setiap satu bulan sekali. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk
melihat kondisi penderita tuberculosis, terutama bagi yang sudah mendapatkan
penanganan medis yakni sudah mendapatkan pengobatan.
Motivasi yang diberikan oleh kader PPTI sebagai seorang
motivator adalah dengan melakukan pendampingan berupa mengunjungi penderita TBC
minimal sebulan sekali. Dalam pendampingan tersebut, seorang kader PPTI
mendorong dan memberikan semangat kepada penderita TBC agar mau melakukan usaha
penyembuhan dirinya dengan rutin berobat dan rajin minum obat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hasibuan ( 2007 : 140 ) yang menyatakan bahwa motivasi
bertujuan untuk mendorong atau merangsang seseorang atau kelompok agar orang
atau kelompok tersebut lebih bergairah dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kasus
ini motivasi bertujuan mendorong atau merangsang penderita TBC agar mau rutin
berobat dan rajin minum obat.
Peran berikutnya yang dilakukan oleh kader PPTI sebagai
motivator dalam penanggulangan penyakit TBC adalah dengan melakukan pengawasan
kepada penderita TBC. Pengawasan yang dilakukan oleh kader PPTI kepada pasien
atau penderita TBC adalah melakukan pengawasan secara langsung dengan
mengunjungi pasien di rumahnya. Atau bisa juga dilakukan dengan memanfaatkan
anggota keluarga penderita untuk mengawasi tentang keteraturan penderita dalam
hal minum obat. Dalam hal ini keluarga juga dilibatkan sebagai pendamping minum
obat. Proses pengawasan yang dilakukan terhadap pasien atau penderita TBC oleh
kader PPTI biasanya juga melibatkan petugas TBC dari Puskesmas.
Peran kader PPTI dalam penanggulangan penyakit tuberculosis
khususnya yang dilakukan oleh kader PPTI Cabang Buleleng adalah tugas yang
sangat mulia, meskipun tidak mendapatkan imbalan materi terhadap apa yang
dilakukannya. Menjadi kader PPTI besifat sukarela. Sebagai sukarelawan maka
kader PPTI harus siap menerima segala macam resiko dan tantangan yang dijumpai
di lapangan, terutama ketika berhadapan langsung dengan penderita tuberculosis.
Dalam benak mereka hanya ada satu tujuan, yakni mensukseskan program
penanggulangan tuberculosis sehingga suatu saat nanti Indonesia khususnya
kabupaten Buleleng bisa terbebas dari penyakit TBC. Hal ini sesuai dengan
pengertian motivasi yang disampaikan oleh Kuswata ( 2005 : 55 ) yang menyatakan
bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendasari seseorang untuk berbuat
sesuatu; alasan-alasan mengapa seseorang berbuat sesuatu; dorongan seseorang
yang berbuat sesuatu.
PENUTUP
Dari pemaparan lewat hasil penelitian dan pembahasan di
atas, dapat disimpulkan bebrapa hal, yaitu : (1)Cara-cara kader PPTI dalam
memberikan sosialisasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat adalah
dengan memberikan penyuluhan tentang tuberculosis, pencegahan dan
pengobatannya. Kemudian dengan menigkatkan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan penyakit tuberculosis, dan juga dengan melaksnakan kegiatan
pendidikan danpelatihan kepada masyarakat sebagai calon kader PPTI, penyuluh
dan pengawas minum obat. (2) Peran kader PPTI sebagai motivator dalam
penanggulangan tuberculosis di Kabupaten Buleleng adalah dengan memberikan
pendampingan dan melakukan pengawasan kepada pasien atau penderita tuberculosis
serta memotivasi penderita tuberculosis agar mau berobat sampai sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
Awusi RYE, Saleh YD & Hadiwijoyo D.
2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi penemuan penderita TB paru di kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah. Berita
Kedokteran Masyarakat, LPM Universitas Tadulako : Palu
Bungin,Burhan, 2012, Analisis Data Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis ke Arah
Penguasaan Model Aplikasi, Raja Grafindo Perkasa : Jakarta
Depkes RI. 2008. Situasi Epidemilogi TB Indonesia, Subdit TB Dekpes RI : Jakarta
Effendi, Onong Uchjana, 2007, Human Relations dan Public Relations, Mandar Maju : Bandung
Hasibuan, Malayu,S.P. 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi, PT. Bumi Aksara :
Jakarta
Hendarso,Emy Susanti.2007.Metode Kualitatif,Kencana Prenada Media
Group: Jakarta
Kemenkes RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di
Indonesia 2010-1014. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan: Jakarta
Kemenkes RI. 2014.Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis,
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan: Jakarta
Kuswata,
R. Agustoha, 2005, Management Pembangunan
Desa, Grafindo Utama: Jakarta
Moekijat,
2006.Latihan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, PT. Mandiri Maju : Bandung
Moleong,
Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya:
Bandung
PPTI.
2010. Buku Saku PPTI, Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia: Jakarta
Trianto, 2009,Pengantar
Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Jakarta : Kencana.
Trisnawati G. 2008. Pelatihan Peningkatan kemampuan kader
dalam penanganan tuberculosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Gemolong II
Sragen, Jurnal Warta,Universitas
Negeri Semarang.
WHO.2009. Global
tuberculosis control epidemiology, strategy, financing. World Health
Organization
Wijaya, I Made Kusuma.2013.
Pengetahuan,Sikap dan Motivasi Terhadap Keaktifan Kader Dalam Pengendalian
Tuberkulosis, Jurnal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar