Oleh : I Putu
Arsana Bawa*1
dan I Gde Made Metera*2
*1Alumni FISIP UNIPAS *2Staf Pengajar FE Universitas Panji Sakti
(Locus Majalah Ilmiah Fisip Vol 5 No. 1-Pebruari 2016,
hal 51-62)
Abstrak.
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) merupakan dokumen yang memuat
pendapatan dan belanja yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran atas
program dan kegiatan yang telah direncanakan. Setiap Instansi Pemerintah membutuhkan penyusunan anggaran yang baik, dan
persoalan penyusunan anggaran perlu dipecahkan agar instansi mampu memprediksi
dengan tepat mengenai penyusunan DPA, sehingga apa yang menjadi target
realisasi dalam DPA yang dibagi per Triwulan dapat dicapai. Penyusunan dan
Pelaksanaan DPA yang tepat dapat dilihat dalam Laporan Realisasi Anggaran
(LRA). LRA merupakan wujud kinerja suatu instansi lembaga pemerintah dalam
menjalankan program dan kegiatan yang telah direncanakan.
Dalam
pelaksanaannya, walaupun berbagai regulasi dan perangkat pendukung untuk
menunjang hal tersebut di atas telah dibuat, namun dalam kenyataannya hampir
disemua SKPD Kabupaten Buleleng, dan pada Kantor Camat Seririt khususnya, pada
akhir tahun atau Triwulan IV, hal yang berkaitan dengan proses dan tahapan
realisasi DPA terlihat sangat sibuk. Intensitas lembur para pegawai untuk
membuat SPJ, penandatanganan pada rekanan atau pada pihak lain yang terkait
terlihat meningkat dari triwulan-triwulan sebelumnya, yang tujuannya tidak lain
adalah untuk mencapai target realisasi anggaran yang telah ditetapkan dalam
DPA. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang
menjadi penghambat realisasinya baik faktor internal maupun ekternal. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat hambatan pelaksanaan DPA, yaitu: (1)
faktor internal yaitu minimnya sarana dan prasarana pendukung serta sumber daya
manusia yang kurang baik secara kuantitas dan juga kualitas dan (2) faktor
eksternal yaitu hambatan waktu, regulasi, dan perubahan perencanaan, serta
teknologi informasi. Perencanaan yang lebih baik dapat disarankan untuk
memperbaiki kelancaran pelaksanaan DPA di masa mendatang, pelatihan teknis
terhadap SDM pelaksana perlu dilaksanakan secara terus menerus, perbaikan dan
penyempurnaan dari aspek peraturan dan teknologi informasi dibidang pengelolaan
keuangan daerah.
Kunci: Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA), Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Anggaran Kas
1. Pendahuluan
Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan untuk dapat melaksanakan
otonomi daerah dengan baik adalah keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan dari
seluruh masyarakat di daerah, dan peningkatkan pelayanan publik, hal ini
sepadan dengan pendapat berikut: “the
level of governance one can move away from the real interests of the citizens
and the mission of the public sector” (Rakšnys, et all.2015). Otonomi
daerah dalam bidang organisasi, diatur dengan berlakunya UU Nomor 41 tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, maka pemerintah daerah diberi
keleluasaan dalam membentuk berbagai macam organisasi perangkat daerah sesuai
dengan kebutuhan daerah masing-masing untuk melaksanakan otonomi, dengan
menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas,
pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas,
efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas dalam
rangka kemajuan dan kesejahteraan rakyat pada daerah itu sendiri.
Dalam kedudukan, tugas, dan fungsi
perangkat daerah kabupaten/kota, Kantor Camat Seririt merupakan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai Rencana Strategis SKPD yang disingkat dengan
Renstra SKPD. Renstra SKPD merupakan
dokumen perencanaan SKPD yang berorientasi pada tujuan atau hasil yang ingin
dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun secara sistematis
dan berkesinambungan, dengan memperhitungkan potensi,
peluang dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Renstra SKPD memuat Visi, Misi, Tujuan, Strategi, Kebijakan, Program,
dan Kegiatan yang kemudian dijabarkan dalam Rencana Kerja Tahunan
(RKT). RKT atau Renja Tahunan merupakan
dokumen yang berisi informasi tentang tingkat atau target kinerja berupa output dan outcome yang ingin diwujudkan oleh suatu organisasi pada satu tahun
tertentu. Dalam pelaksanaannya, RKT tersebut semuanya dituangkan dalam satu dokumen
yang disebut Dokumen Pelaksanaan Anggaran.
Meskipun DPA telah dibuat sedemikian
rupa untuk tercapainya kinerja dan keberhasilan pelaksanaan program dan
kegiatan yang tertuang di dalamnya, khususnya di Kecamatan Seririt, ada
beberapa masalah klasik yang muncul dari tahun ke tahun. Masalah itu antara lain adalah realisasi
fisik dan keuangan yang terkadang tidak sejalan, realisasi fisik dan keuangan
yang rendah di awal tahun, dan sisanya baru terealisasi di akhir tahun, hal
ini dapat dilihat dari kesibukan yang luar biasa
pada masing-masing seksi di akhir tahun
dalam menyelesaikan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) maupun laporan keuangannya. Pada kantor Camat Seririt data yang tercantum
dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun 2014, khusus pada belanja
langsung, realisasi DPA pada
Triwulan I
terserap baru mencapai 7,50%, pada Triwulan II baru mencapai 33,27%, Triwulan
III mencapai 83,26% dan realisasi pada Triwulan IV melonjak menjadi 98,02%,
yang idealnya setiap Triwulan anggaran yang terserap sesuai dengan pembagian
anggaran kas yang tertuang dalam DPA.
Dengan melihat data tersebut, idealnya
program dan kegiatan belanja berkesinambungan dengan realisasi yang merata pada
setiap triwulannya sesuai DPA. Hal
tersebut mengindikasikan tidak efektifnya kinerja kecamatan yang menyebabkan
pelaksanaan pelayanan, dan fasilitas sebagai tugas pokok kecamatan tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Melihat permasalahan-permasalahan
yang muncul tersebut penulis ingin meneliti lebih jauh tentang faktor-faktor penghambat apa saja yang menjadi penghambat
realisasi DPA pada Kantor Camat Seririt Tahun Anggaran 2014.
2.
Hasil Dan Pembahasan
Penelitian
di laksanakan di Kantor Camat Seririt dengan melibatkan seluruh pegawai
Kantor Camat Seririt khususnya para Pejabat Struktural yang meliputi Camat,
Sekretaris Kecamatan, para Kepala Seksi, dan para Kepala Sub Bagian, serta staf pada Kantor
Camat Seririt sebagai informan, melalui metode kualitatif dengan
teknik analisi mengikuti teknik analisis Miles dan Hubernan, ditemukan berbagai
hambatan dalam realisasi DPA sebagai berikut. Serapan Anggaran DPA Kantor Camat
Seririt Tahun Anggaran 2014 berdasarkan LRA per Triwulan menunjukkan Belanja
Tidak Langsung untuk Triwulan I (januari s/d maret 2014) realisasi anggaran
mencapai Rp. 682.474.985,- Triwulan II
(april s/d juni 2014) mencapai Rp. 1.363.130.746,- Triwulan III (juli s/d
September 2014) mencapai Rp. 2.352.831.035,- dan Triwulan IV (oktober s/d
desember 2014) mencapai Rp. 3.077.362.588,- sedangkan untuk Belanja Langsung untuk
Triwulan I (januari s/d maret 2014) realisasi anggaran mencapai Rp.
130.712.610,- Triwulan II (april s/d
juni 2014) mencapai Rp. 449.378.909,- Triwulan III (juli s/d September 2014)
mencapai Rp. 871.850.725,- dan Triwulan IV (oktober s/d desember 2014) mencapai
Rp. 1.709.328.066,-
Hasil realisasi tersebut di atas jika
dilihat dan dibandingkan dengan tolak ukur target dan kinerja yang tertuang
dalam DPA, terlihat bahwa target realisasi yang ada pada masing-masing triwulan
tidak dapat tercapai sesuai dengan rencana, dari data yang ada dapat
dibandingkan dimana pada Triwulan I dari Rp. 391.443.249,98 yang ditargetkan
hanya mampu direalisasikan sebesar Rp. 130.712.610,00 sehingga realisasi kurang
sebesar Rp. 260.730.639,98 atau baru terealisasi sebesar 7,50% dari 22,45% yang
direncanakan. Pada Triwulan II,
ditargetkan Rp. 782.885.999,96 namun hanya mampu direalisasikan sebesar Rp.
580.091.519,00 sehingga realisasi kurang sebesar Rp. 202.794.980,96 atau
terealisasi sebesar 33,27% dari 44,90% yang direncanakan. Begitu juga pada
Triwulan III, dari Rp. 1.171.021.429,94 yang direncanakan hanya mampu
direalisasikan sebesar Rp. 871.850.725,00 atau kurang sebesar Rp.
299.170.704,94 dan jika diprosentasekan hanya mampu direalisasikan sebesar
50,00% dari 67,15% yang direncanakan. Triwulan IV dari Rp. 1.743.773.000,00
keseluruhan anggaran yang direncanakan masih juga terdapat kurang realisasi
sebesar Rp. 34.444.934,00 atau terealisasi sebesar Rp. 1.709.328.066,00 dari
yang direncanakan dan jika dihitung dalam prosentase hanya mampu direalisasikan
sebesar 98,02% dari rencana 100,00% anggaran.
Menurut Simanjuntak (2004) pada saat
anggaran direalisasikan ke dalam satuan kerja departemen atau instansi ternyata
apa yang direncanakan dengan apa yang menjadi realitas keseharian sering kali
tidak sesuai dengan target. Dengan
demikian daya serap anggaran bisa dikatakan tidak sesuai dengan apa yang
direncanakan. Sehingga daya serap
anggaran lebih rendah dari apa yang telah direalisasikan sesuai dengan satuan
kegiatan masing-masing per departemen atau instansi. Sedangkan menurut Indra Bastian (2006)
pengukuran kinerja akan membandingkan antara hasil dan perencanaan sehingga
terdapat gambaran terhadap pelaksanaan program atau kegiatan. Lebih lanjut Indra Bastian (2006) menjelaskan
tiga indikator kinerja sebagai berikut :
1.
Indikator
masukan (input) adalah segala sesuatu
yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan
keluaran. Indikator ini dapat berupa
dana, sumber daya manusia, informasi, kebijaksanaan atau perundang-undangan.
2.
Indikator
keluaran (output) adalah sesuatu yang
diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik maupun non
fisik.
3.
Indikator
hasil (outcome) adalah segala sesuatu
yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka panjang (efek
langsung).
Dengan hasil yang tersebut di atas,
dapat diartikan bahwa anggaran yang direncanakan untuk membiaya program dan
kegiatan di Kantor Camat Seririt tidak dapat direalisasikan sesuai rencana atau
ada sisa pekerjaan yang belum terselesaikan pada Triwulan I, begitu juga pada
Triwulan II, dan Triwulan III, dan kemudian menumpuk pada Triwulan IV. Jika
dilihat dari prosentase realisasi, dapat dikatakan realisasi pada Triwulan I
ditambah dengan Triwulan II, dan III sebanding dengan pekerjaan pada Triwulan
IV, hal ini berarti juga beban kerja menumpuk pada Triwulan IV. Terkait dengan hal tersebut, dari hasil oebservasi dan
wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa realisasi anggara yang terdapat dalam
DPA dan tidak bisa direalisasikan sesuai rencana, hal tersebut dikarenakan oleh
beberapa faktor penghambat internal dan eksternal sebagai berikut :
1.1.
Faktor Internal :
Menurut Simanjuntak (2005), rendahnya
daya serap anggaran dikarenakan beberapa faktor. Namun yang paling utama dan mendasar adalah
faktor internal. Faktor
internal yang dimaksud seperti kinerja organisasi yang tidak professional dalam
mengelola anggaran yang sudah direalisasikan dapat menjadi kendala utama pada
saat membuat SPJ. Selain itu faktor
penghambat adalah lambatnya birokrasi merevisi anggaran, tidak akurasi revisi
anggaran sesuai dengan instansi terkait yaitu bagian keuangan sehingga terpaksa
dilakukan beberapa kali revisi.
Negara-negara berkembang menghadapi
perubahan besar dalam meningkatkan pendapatan, serta kemampuannya mengelola
pendapatan dan anggaran. Namun terlepas dari kompleksitas yang terlibat dalam
pembuatan kebijakan pajak, pengumpulan dan akuntansi pengelolaan pendapatan
adalah landasan dari anggaran belanja tanpa kerjasama pemerintah di semua tingkatan
tidak dapat memenuhi kewajiban mereka untuk warga Negara dengan baik (Kayaga,
2007 dalam Nwogwugwu, 2015). Demikian
juga di Negara Indonesia terkait dengan pelaksanaan desentralisasi di bidang
anggaran masih banyak terdapat kendala yang perlu dicarikan solusi dengan baik,
menjadi faktor-faktor yang penting dalam pengelolaan DPA. Faktor-faktor internal yang menjadi penghambat dalam
pelaksanaan realisasi DPA Kantor Camat Seririt Tahun 2014 antara lain :
1.1.1. Perencanaan
Anggaran Itu Sendiri
Keberhasilan
penganggaran berkaitan dengan tujuan organisasi, alokasi tanggungjawab untuk
mencapai tujuan dan tanggungjawab pelaksanaannya (Shah 2007; Robinson; Drake
& Fabozzi 2010). Oleh karena itu, kegagalan dalam perencanaan penganggaran
akan berdampak pada tidak berjalannya program kerja pemerintah yang secara
tidak langsung tentunya akan berdampak buruk terhadap kinerja pemerintah. Kewajiban
pengeluaran dari berbagai tingkatan, biasanya berbeda dari alokasi kekuasaan
pajak dan sumber pendapatan, yang merupakan alasan mengapa sistem alokasi
pendapatan diperlukan sebagai mekanisme untuk menebus ketidakcocokan konsekuen
antara belanja, kewajiban dan sumber pendapatan. Tujuan keseluruhan dalam
sistem seperti alokasi pendapatan akan meningkatkan pembangunan ekonomi sekaligus
meminimalkan konflik antar pemerintah (Nwogwugwu,
et all 2015). Faktor kurang baiknya perencanaan penyusunan anggaran
yang berimbas pada program kerja adalah beberapa program dan kegiatan yang
mungkin sampai Triwulan terakhir belum dikerjakan karena mungkin
ketidakcermatan perencanaan sehingga kegiatan tidak jadi dilaksanakan.
1.1.2. Sarana dan
prasarana
Sarana dan
prasarana dapat dikatakan sebagai salah satu faktor penghambat. Hambatan sarana
dan prasarana yaitu kurangnya perangkat yang memadai untuk melaksanakan
proses/tahapan pelaksanaan DPA. Diantaranya jumlah computer dan printer yang
sedikit, dimana staf yang dibebani tugas untuk membuat SPJ harus bergantian
menggunakan satu perangkat komputer dan printer untuk membuat SPJ, dan
terkadang komputer bisa dipakai akan tetapi printer yang tidak ada atau
bermasalah. Pada Tahun 2014 terdapat 2 (dua) Seksi yang belum memiliki
perangkat komputer, yaitu Kasi Linmas Trantib dan Kasi Pelayanan Umum, jadi
dalam membuat SPJ masih meminjam perangkat komputer dan printer dari Seksi atau
Bagian lainnya. Begitu juga dengan printer, seperti pada Bagian Keuangan dengan
Seksi Kesejahteraan Sosial hanya terdapat 1 (satu) printer yang dipergunakan
untuk 2 (dua) komputer, sehingga tidak ada cadangan yang bisa digunakan ketika
salah satu printer rusak. Dan apabila
terjadi kerusakan maka pekerjaan administrasi menjadi mandeg dan terhambat, dan
terkadang pula harus ke Toko Photo Copy hanya untuk mencetak satu lembar surat.
1.1.3. Sumber Daya Manusia
Sumber daya organisasi
pemerintah bisa berupa staf, informasi, kewenangan, fasilitas dan
lain-lain. Kapasitas sumber daya manusia merupakan kemampuan dari eksekutif maupun
legislatif dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dan
pelaksanaankebijakan pengelolaan
keuangan daerah. Peran
sumberdaya manusia semula hanya sebagai penunjang harus di rubah menjadi
strategic, dimana SDM diharapkan sejalan dengan strategi organisasi. Dengan
demikian kegiatan sumberdaya manusia harus bersatu dan sejalan dengan operasional
organisasi sehingga dapat mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Sebab
menurut Hutapea bahwa sumberdaya manusia yang memiliki nilai yang kuat,
fleksible, dan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan (Hutapea &
Nurianna, 2008).
Secara kualitas,
kurangnya kemampuan dalam administrasi keuangan dan pemahaman yang tepat
mengenai proses SPJ, hal ini dikarenakan tidak ada pelatihan secara khusus yang
menyasar PPTK maupun stafnya yang membantu PPTK dalam hal pelaksanaan
administrasi keuangan. Meskipun dari pihak keuangan Kabupaten selama ini secara
rutin melaksanaan bimbingan teknis setiap tahunnya, akan tetapi bimbingan
teknis ataupun pelatihan yang dilaksanakan hanya sampai pada Bendahara, Pejabat
Pengadaan Barang/Jasa, dan Pejabat Penatausahaan Keuangan saja dan itupun
terkadang pelaksanaannya terlambat yaitu baru dilaksanakan setelah 3 (tiga)
sampai 6 (enam) bulan proses pelaksanaan anggaran pada tahun berkenaan.
Secara
kuantitas jumlah
staf di masing-masing PPTK selaku pelaksana teknis anggaran jumlahnya kurang
ideal, untuk
tahun 2014 bahkan terdapat kepala seksi yang tidak memiliki staf PNS dan hanya
dibantu beberapa orang tenaga kontrak yang secara kualitas kemampuan dalam
bidang administrasi keuangan maupun dalam hal penggunaan perangkat komputer
masih minim. PPTK sebagai orang yang bertanggungjawab secara langsung terhadap
pelaksanaan realisasi anggaran sesuai dengan SK Camat Seririt tentang
Penunjukan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan adalah para Kasi dan Kasubag,
dimana para Kasi dan Kasubag terkadang lebih banyak waktunya digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan di lapangan, sehingga tidak sempat untuk mengerjakan
pekerjaan administrasi. Sedangkan staf yang ada sangat terbatas dan juga tidak
mampu melaksanakan pekerjaan administrasi dengan baik.
1.2.
Faktor Eksternal :
Faktor
eksternal adalah hubungan pemerintah pusat dan daerah, anggaran yang ditunda
realisasikan dikarenakan instabilitas kondisi ekonomi yang berimplikasi pada
kondisi keuangan dan lainnya (Simanjuntak 2005). Kemampuan sumberdaya manusia
dalam menghasilkan keputusan-keputusan pengelolaan anggaran juga dapat
berpengaruh, dalam percepatan realisasi anggaran. Reformasi fiskal telah
dilaksanakan guna mencapai tujuan (i) mengurangi defisit dan (ii) belanja yang
lebih baik di bidang-bidang prioritas serta (iii) mengurangi pengeluaran
pendapatan yang tidak terencana, karena peningkatan kuantitas pelayanan publik
(Vadra, 2015). Berikut temuan menunjukkan terdapat faktor
penghambat ekternal, yang berpengaruh terhadap pengelolaan DPA, yang berkaitan
langsung dengan kemampuan sumberdaya perumus kebijakan pengelolaan DPA. Faktor-faktor penghambat eksternal yang menjadi
penghambat dalam realisasi anggaran pada Kantor Camat Seririt Tahun Anggaran
2014 antara lain :
1.2.1. Lambatnya
Pengesahan DPA
Faktor
lambatnya pengesahan DPA menjadi penghambat realisasi, dimana meskipun
penyusunan anggara sudah dimulai dari tahun sebelumnya dan RKA sudah disusun
pada awal tahun, tetapi proses dari RKA sampai dengan disahkannya DPA
membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat pada proses tersebut banyak yang
harus dilalui mulai dari asistensi, penyempurnaan hasil asistensi,
penandatanganan, sampai pada pengesahan menjadi DPA dari PPKD. Dalam hal
asistensi dan penandatanganan, harus dilakukan beberapa kali
karena harus menemui Tim Anggaran yang terkadang Pejabat yang kami dicari
tidak di tempat atau ada agenda lainnya.
Selain hal
tersebut, hambatan
berupa lambatnya pengesahan DPA dikarenakan anggaran pada Kantor
Camat Seririt merupakan bagian dari APBD Kabupaten Buleleng dimana sudah bukan
rahasia lagi dalam pengesahan atau perubahan anggaran memerlukan persetujuan
dari DPRD. Pada proses tersebut, sudah
pasti Anggota Dewan perlu waktu untuk membahas dalam Sidang Paripurna beberapa
kali. Selain persetujuan dari Anggota
Dewa yang dibahas pada Badan Anggaran DPRD, proses pengesahan DPA/DPPA juga
memerlukan verifikasi dan penandatanganan dari Tim Anggaran Kabupaten. Seperti
hasil wawancara sebelumnya, untuk mendapatkan pengesahan atau penandatanganan
dari Tim Anggaran saja memerlukan waktu yang lama.
1.2.2. Regulasi
Teori
Tindakan Logis yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Bilson
Simamora (2008) memodelkan prilaku nyata seseorang sebagai fungsi keinginan
berprilaku. Keinginan berprilaku seseoarng itu sendiri ditentukan oleh sikap
orang tersebut terhadap prilaku dan juga ditentukan seperangkat norma-norma
subjektif tentang prilaku dimaksud. Perubahan regulasi atau aturan yang
dilakukan pemerintah Kabupaten pada saat pelaksanaan realisasi anggaran sudah
berjalan pada tahun berkenaan juga menjadi sebab terlambatnya realisasi
anggaran, seperti misalnya SPJ yang sudah selesai dibuat bulan Maret sesuai
dengan regulasi yang ada, menjadi salah dan bahkan harus dibuat ulang lagi dari
awal ketika ada regulasi baru terlebih pada regulasi yang baru tersebut
ditetapkan mulai berlaku bulan Pebruari sedangkan regulasi tersebut dibuat
bulan Maret.
Kemudian
regulasi kelengkapan atau dokumen berkas SPJ yang kurang efektif dan efesien
menjadi salah satu penghambat realisasi dikarenakan perlakuan yang sama
terhadap SPJ yang harus disiapkan untuk meng SPJ kan setiap belanja. Misalnya
adalah, untuk membuat SPJ belanja yang nominalnya sangat kecilpun semisal
senilai seratus ribu rupiah, kelengkapan SPJ yang harus disiapkan sama dengan SPJ
yang nilai nominalnya 10 juta. Dalam pelaksaannya, belanja yang nominalnya
sangat kecil tersebut kadang diabaikan oleh PPTK karena nilai SPJ yang harus
dibuat lebih kecil dari biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat SPJ, hal seperti ini sudah barang tentu menjadikan realisasi
anggaran tidak sesuai atau kurang dari yang telah direncanakan sebelumnya.
1.2.3. Sistem Informasi
dan Teknologi
Sistem
Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang berbasis komputer secara
online antar unit SKPD pada SKPD Kabupaten Buleleng yang dikembangkan dan
diharapkan menjadi aplikasi yang mempermudah dan mempercepat pelaksanaan
pengelolaan keuangan. Namun teknologi yang digunakan tersebut terkadang menjadi
bumerang dalam pelaksanaan realisasi anggaran ketika system
yang menggunakan server tersebut mengalami masalah pada server di Kabupaten,
ketika bermasalah proses input data menjadi lambat sehingga mengganggu proses
administrasi keuangan, hal tersebut bisa terjadi manakala semua SKPD di lingkup
Kabupaten Buleleng melakukan input data secara bersamaan yang sudah pasti
membuat server yang di Kabupaten atau beban yang dalam sistem tersebut
bertambah.
2.
Simpulan Dan Implikasi
Bertitik
tolak dari pembahasan yang sudah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
bahwa reaslisasi DPA Kantor Camat Seririt Tahun Anggaran 2014 tidak dapat
direalisasikan sesuai dengan perencanaan dalam DPA dikarenakan beberapa faktor
penghambat sebagai berikut :
1. Faktor internal yaitu kurang baiknya perencanaan dalam
penyusunan anggaran, sarana dan prasarana pendukung dalam proses realisasi yang
kurang memadai, dan sumber daya manusia yang kurang baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
2. Faktor eksternal yaitu lambatnya pengesahan DPA karena
harus melalui banyak proses dan tahapan, perubahan regulasi yang terlalu cepat
dan kurang efesien, dan masih lambatnya sistem informasi pengelolaan keuangan daerah
Implikasi
penelitian, bahwa dalam fungsi anggaran,
keterlambatan tersebut yang pertama dalam fungsi alokasi anggaran pengadaan
barang-barang publik oleh sektor-sektor pemasok barang-barang dan jasa-jasa
kebutuhan pemerintah. Sektor pemasok
kebutuhan barang dan jasa pemerintah juga memerlukan berbagai input berupa
bahan mentah dan bahan setengah jadi dari sektor-sektor lain yang apabila hal
tersebut terlambat juga akan menyebabkan kuantitas produksi ikut menurun. Kemudian dalam fungsi distribusi pendapatan
yang diperoleh para pemasok barang dan jasa pemerintah, sehingga pembayaran
atas upah dan gaji para pekerja di sektor ini juga mengalami hambatan. Dan fungsi stabilitas juga menjadi tidak
berjalan semestinya ketika fungsi alokasi dan distribusi menjadi digulirkan
dalam jumlah yang besar-besaran karena terlambat, dan bisa mengakibatkan
terjadi inflasi, pengangguran, serta penurunan pendapatan masyarakat. Keterlambatan
realisasi anggaran (APBN dan/atau APBD) dapat mengakibatkan tertundanya
pembentukan produksi domestik. Ketepatan waktu realisasi anggaran dapat membuat
perekonomian daerah menerima multiplier
effects dari pengeluaran pemerintah dalam bentuk penerimaan pendapatan dan
pembukaan lapangan kerja. Oleh sebab
itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan upayanya menjaga agar keterlambatan
realisasi anggaran tidak terulang.
Daftar Pustaka
Bungin, Burhan. 2003. Analisis
Data Penelitian Kualitatif. Jakarta. PT.Raja Grafindo
Departemen
Dalam Negeri Republik Indonesia (2006), Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Departemen
Dalam Negeri Republik Indonesia (2007), Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
Hutapea,
Parulian dan Nurianna Thoha, 2008. Kompetensi Plus. Teori , Design, Kasus, dan Penerapan untuk HR serta Organisasi Yang
Dinamis.PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Indra Bastian.2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta.
Erlangga
Ismainar. 2015. Manajemen
Unit Kerja. Yogyakarta. CV.Budi Utama
Nwogwugwu, Ngozi, Kelechi Lilian Wabeke, dan David Oladimeji Ala,
2015. “Revenue Mobilization Allocation
And Fiscal Commission (RMAFC) And Salaries Of National Assembly Members: An
Ethical Examination (2007 – 2013)”. Arabian Journal of Business and
Management Review (OMAN Chapter). Vol. 5, No.5; December 2015
Rakšnys, Adomas Vincas, Arvydas Guogis,
Aleksandras Minkevičius, 2015. “The Problem Of Reconciliation Of New
Public Governance And Postmodernism: The Conditions Of Returning To
Communitarianism”. TRAMES, 2015,
19(69/64), 4, 333–353
Simamora, 2008. Panduan
Riset Prilaku Konsumen. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama
Simanjuntak. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta. Grasindo
Vadra, Ratna, 2015. “State Level Fiscal Reforms in India: Issues and Remedies. Journal of Management & Public Policy,
Vol. 7, No. 1, December 2015
boleh minta contoh tentang realisasi yang keluarannya 12 dokumen
BalasHapus